Chapter 15 - The Sweet Boy

7.4K 496 6
                                    

Hollaa...readers and silent readers!!!
Minta vommentnya boleh??
Makasih..

Lophe,
221092♥

Faya POV

Kesel, marah, mau nangis semua teraduk jadi satu. Rasanya gue pengen ngubur hidup hidup si cewek pembawa petaka itu. Siapa lagi kalo bukan Kania. Lihat aja dia masih senyam senyum berdua sama Eza di depan gue. Sedangkan gue, merasakan dongkolnya hati ini. Oke gue akui kalo gue...suka sama Eza.

Gue nggak suka dia permainkan Eza. Meskipun tuh bocah rese tapi gue sayang sama dia. Sekalipun kemarin Eza bilang kalo dia nggak suka cewek bar bar kayak gue.

"Fay, ayo dong dimakan. Nanti keburu dingin nasi gorengnya" suara tante Ir membuat gue berhenti mengaduk aduk makanan.

"Pa, ma, Eza balik duluan ya ke Bekasi sama Kania" kata Eza. Gue cuma bisa diam dan pura pura menulikan pendengaran.

"Yaudah hati hati. Nanti kita pulangnya agak siangan aja ya ma" kata om Heri.

Sehabis sarapan, semua berkumpul di halaman untuk mengantar Eza dan Kania pulang ke Bekasi.

"Ciee...kesepian ya?" lagi lagi Iqbal mengganggu moment galau gue.

"Nggak kok. Kan ada kamu" kataku sambil mencubit pipi Iqbal.

◆◆

Semenjak kejadian di villa, Eza mulai jaga jarak dengan gue. Bahkan setiap kami berpapasan saja dia pura pura nggak lihat gue.

Sesakit inikah mencintai? Iqbal pun sekarang mulai sibuk karena akan menghadapi ulangan tengah semester.

Jadilah gue sendirian yang uring uringan. Lagi.

"Kakaaaakk" seru Iqbal. Panjang umur tuh anak. Gue yang sejak tadi duduk di lapangan futsal dekat komplek dibuat menoleh ke arah Iqbal. Mata gue membulat penuh karena Iqbal berbeda dari biasanya.

Dia memakai kaos hitam nightmare dan celana pendek selutut berwarna hitam pula. Tak sampai disitu, dia pun mengunyah ngunyah permen karet. Dia niru gue?

"Gimana? Keren nggak aku?" tanyanya sambil menyisir rambutnya dengan jari jari tangannya.

"Keren banget mamen. Oyy what's up!" sahut ku dengan gaya ambil bersalaman ala ala rapper sejati.

Iqbal kini duduk di samping gue. "Nih buat kakak" dia memberikan gue sebungkus permen karet kesukaan gue. Kami masih duduk tanpa pembicaraan apa apa.

"Kak Faya berantem ya sama abang?"

"Nggak kok. Kita baik baik aja"

"Boong. Kata bang Eza kalian lagi musuhan. Nggak baik loh musuhan sama tetangga sendiri"

Gue hanya tersenyum simpul menanggapi celotehan bocah abege itu.

"Kak Faya, kalo Iqbal suka sama kakak gimana?"

"Apa?" hampir saja gue nih permen karet ketelen.

"Serius kak. Iqbal suka sama kakak. Mau nggak jadi pacar Iqbal?" Waduh kacau! Gue belum punya pengalaman ditembak berondong. Gimana nih? Please Mbah Jambrong bantuin gue.

"Hmm..Bal-"

"Pasti jawabannya nggak ya kak. Nggak apa apa kok. Iqbal ngerti"

Gue pun merangkul pundak Iqbal. Tentu saja tanpa niat apa apa.

"Aku sayang sama Iqbal hanya sebatas sayangnya seorang kakak kepada adiknya. Begitupun juga Iqbal"

"Kak Faya yakin, Iqbal hanya suka sama kakak karena kamu nganggap aku kayak kakak sendiri"

"Nggak kok. Iqbal suka sama kakak karena emang Iqbal cinta sama kakak"

Oh no, dia ngomong tentang cinta? Uang saja masih minta sama orang tua udah ngomong ngomong soal cinta.

"Kak Faya suka sama abang Eza kan makanya Iqbal ditolak"

Mampus kau Faya!

"Nggak Bal. Lagian Eza kan udah punya pacar"

"Iqbal nggak suka sama pacarnya bang Eza. Abisnya kegenitan dia"

Emang bener. Lebih tepatnya murahan.

"Iqbal setujunya sama kak Faya" lagi lagi gue dibuat diam dengan perkataan Iqbal.

"Iqbal..ayo pulang!" teriakan itu membuat kami menoleh. Tepat satu meter dari kami, Eza menatap gue dengan tatapan nggak sukanya.

"Ya nanti bang. Abang duluan aja" sahut Iqbal. Eza pun mendekat ke arah kami lalu dia menarik paksa tangan Iqbal untuk segera pulang bersamanya.

"Nggak...Iqbal nggak mau pulang. Ntar aja bang!"

"Jangan kasar dong Za sama adik sendiri" sambung gue mencoba melerai.

Eza pun nggak terima dan melepaskan tangan Iqbal. "Lo siapa sih? Dari awal gue emang yakin kalo lo bakalan bikin hidup gue sial. Inget ya gue nggak akan biarin lo menghasut adik gue. Lihat aja tampilan adik gue sekarang. Urakan kayak lo"

Jleb! Golok milik tukang daging terasa nancep di ulu hati.

♥♥♥♥♥

Faya mengurung dirinya di kamar. Kalau saja dia nggak pernah ketemu Eza, dia nggak akan sesakit ini perasaannya. Dituduh mengambil Eza dari Kania, dianggap cewek bar bar sampai dianggap menghasut pikiran Iqbal segala. Faya nggak habis pikir kenapa ada cowok yang seperti Eza. Cakep cakep tapi jahatnya melebihi ibu tirinya bawang putih.

"Fayaaa, ada Avri nih sayang" teriak ibunya dari bawah. Segera Faya bangkit dan menemui Avri.

Wajah gadis itu murung nggak seperti biasanya. "Kenapa lo?" tanya Faya. Tiba tiba Avri memeluk Faya dan menangis.

"Hey Vri. Cerita sama gue. Lo kenapa?"

"Ri...Ri..Rian diselingkuhi tau Fay" Faya langsung melepaskan pelukan Avri. Dia menyampirkan rambut panjang Avri ke belakang telinganya.

"Gue boleh jujur Vri?" Avri melihat ke arah Faya dengan mata yang merah.

"Gue sebenernya udah tau Vri kalo ceweknya Rian itu selingkuh"

"Lo tau darimana?"

"Ternyata cowok selingkuhan Kania itu...Eza"

Mata Avri hampir copot saat Faya menjelaskan semuanya.

Tangan Faya yang sejak tadi merangkulnya, kini ditepis kasar oleh Avri. "Dengerin gue dulu Vri. Gue nggak mau ikut campur sebenernya tapi-"

"Lo tau kan Rian itu saudara kembar gue Fay. Gue sayang sama dia. Lo juga kan temennya, lo kenapa tega sih Fay?" Faya masih berusaha menenangkan Avri yang marah marah. "Ini gue lakuin karena gue nggak pengen dibilang mencampuri urusan orang lain"

"Maksud lo?"

"Gue udah berusaha jujur sama Eza. Gue pengen bilang tentang kebusukan Kania tapi apa yang gue terima, dia justru maki maki gue dan bilang nggak usah ngurusin hubungan dia lagi" kali ini Faya menangis. "Gue sayang sama Eza, Vri"

Adegan drama pun terjadi antara Faya dan Avri. Mereka saling menguatkan satu sama lain. "Apa lebih baik kita bilang ke Rian kalau Kania itu udah selingkuhin dia?" usul Avri.

"Itu sih lo aja yang ngatur. Gue cuma bisa berdoa semoga Rian bisa mengerti dan nggak kayak Eza yang udah dibutakan oleh cinta"

Nggak seperti biasanya, kamar Eza terlihat kosong dan gelap. Gorden yang biasa terbuka pun malam ini tertutup. Apa Eza benar benar akan menjauhi Faya.

Daripada memikirkan Eza, Faya lebih baik memikirkan tugas kuliahnya yang menumpuk kayak sampah sepanjang kalimalang. Dia pun menutup kembali gordennya. Tanpa dia sadari, sepasang mata melihatnya dalam keadaan gelap gulita.

Neighbour is Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang