"Taraaaaaa...eng ing eng" seru Eza sambil memperlihatkan sebuah cincin emas putih dengan batu permata kecil di tengahnya. Lalu menyematkan cincin itu di jari manis Faya sebelah kiri. Faya hanya bengong melihat perlakuan manis Eza.
"Bagus nggak?" tanya Eza. Faya mengangguk dengan tampang bodohnya.
"Berarti pas. Nggak kegedean dan nggak kekecilan juga kan?" sekali lagi Faya hanya mengangguk.
"Gue nggak tau ukurannya Fay makanya gue kira kira aja seukuran sama lo"
"Maksud lo?"
"Cincin ini buat cewek gue. Dia lagi sibuk makanya nggak bisa ikut ke toko perhiasan" jawab Eza sembari menaruh kembali cincin itu di kotak kecil beludru warna merah.
Dada Faya bergemuruh hebat. Nafasnya saling kebut kebutan. Dia pun bangkit dan menggebrak meja tukang mie ayam. Membuat Eza dan beberapa pelanggan menengok ke arahnya. "Lo itu-" kata Faya tertahan seakan lidahnya kelu untuk meneruskan protesnya.
"Gue ada urusan sama menteri. Jadi gue duluan. Bye!"
Faya meninggalkan Eza yang masih bengong sendirian.
♥♥♥♥♥
Faya POV
Bego bego bego..harusnya tadi gue nggak kepedean kalo cincin itu buat gue. Sekarang apa coba yang gue rasain? Malu--meskipun dia nggak tau--, kesel dan cemburu pastinya.
Hanya dua botol air minum yang menemani gue di taman kota ini. Dada gue kok nggak berdarah tapi sakit banget ya?
"Kak Faya!" suara Iqbal terdengar oleh gue. Mata gue celingak celinguk mencari asal suara.
Betul kan, Iqbal lagi melambai lambai ke arah gue dari atas sepedanya.
Iqbal nggak sengaja lewat sini karena habis pulang dari main futsal di dekat taman kota ini.
Jadilah kami berdua menikmati udara sore di taman kota dengan segelas es cendol.
"Kak Faya belum jawab pertanyaan aku, kakak ngapain disini?"
"Nyari jodoh. Kali aja nemu disini" jawab gue asal. Iqbal melirik ke arah gue dengan seringai nakalnya.
"Berarti aku jodohnya dong. Kan kita ketemu disini" Iqbal tertawa kencang sampai menumpahkan sedikit es cendolnya. Gue mengerucutkan bibir karena kesal digodain sama berondong.
"Balik yuk kak udah sore nih" ajak Iqbal.
"Duluan aja gih. Aku masih pengen disini" kata gue menolak.
Syukurlah gue selamat dan sentosa karena pulang bareng Iqbal naik sepeda. Padahal gue udah nyuruh Iqbal untuk pulang duluan.
"Kak Faya" panggil Iqbal sebelum dia memasukkan sepedanya ke dalam garasi. Gue menoleh ke arahnya. "Ada apa Bal?" tanya gue.
"Nggak apa apa. Selamat istirahat aja ya kak" katanya dan lalu masuk ke dalam rumahnya. Bocah aneh.
Ibu sama ayah nggak tau pergi kencan kemana. Begini nih kalo pulang terus dalam keadaan rumah yang kosong, bikin rasanya pengen lari ke hutan kemudian teriakku. Loh kok malah bacain puisinya Cinta.
Akhirnya gue merebahkan diri di tempat tidur gue yang nggak sebesar queen size sambil menatap langit langit kamar.
Kenapa Eza mampir di pikiran gue ya? Gue mengetuk ngetuk kepala sendiri akhirnya.
"Faya...faya...bangun!" samar samar suara ibu manggil. Omaigot, gue kaget saat melihat jam 6. Buru buru gue ke kamar mandi. Nggak usah mandi deh. Cuci muka sama sikat gigi saja cukup. Setelah rapi, gue turun untuk menemui ibu dan ayah.
![](https://img.wattpad.com/cover/33122590-288-k943022.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Neighbour is Love
Подростковая литератураSial, kalau saja gue nggak pindah rumah,gue nggak bakalan kena jebakan cewek itu sampai bikin gue nyasar ke Bogor.Awas saja kalau ketemu nggak akan gue lepasin. --Eza Magali Dewandaru-- Denger denger tetangga yang pengen nempatin rumah depan itu ada...