Chapter 12 - Aku, Kamu dan Dia

7.6K 505 3
                                    

Holaaa...

Makasih semuanya yang udah mau berbaik hati meninggalkan jejak bersejarahnya di setiap partnya. Kaliaannn luaaarrr biaasaaaa!! *Ariel mode on *

Tetep setia kan ama Faya??

Lophe,

221092♥

◆◆

Eza POV

Sekarang Iqbal mulai berangkat sekolah sendiri naik sepeda. Alasannya sih biar sehat dan nggak perlu berantem dulu sama gue kalo pagi.

Sebenernya sih bukan itu alasan yang kuat tapi dia takut kalah saing di sekolahnya karena hampir cewek cewek abege di sekolah Iqbal, selalu minta pin bbm gue lah, nomer handphone gue lah dan segala macam alamat sosmed punya gue ke Iqbal. Bahagia itu sederhana ya?

Liburan gue di Indonesia sih lumayan masih lama. Sekitar satu bulan lagi. Setelah itu gue tinggal nunggu sidang dan jadilah gue seorang CEO di perusahaan papa.

Masih pagi, biasanya burung beo a.k.a Faya rese udah nangkring di depan balkon kamarnya. Tapi kok belum ada tanda tanda dia udah bangun ya? Ah, bodo deh.

"Tante Gina tumben pagi pagi udah cantik. Mau kemana?" tanya gue iseng sambil menggulung selang yang habis gue pakai untuk mencuci motor kesayangan.

"Tante mau anter Faya ke rumah sakit. Hmm..Za, bisa anter tante ke depan nggak panggil taksi?" raut wajah tante Gina khawatir sekali.

"Gini aja tante, Eza anter Faya aja sekalian ke rumah sakit. Boleh kan tante?" kata gue. Tante Gina sumringah dan akhirnya menyetujui penawaran gue.

Awalnya Faya ragu untuk terima tawaran gue yang akan mengantarkannya ke rumah sakit. Tapi setelah dibujuk ibunya, akhirnya dia mau juga.

Perjalanan kami lewati hanya dengan keheningan.

"Lo beneran sakit?" tanya gue. Faya langsung melotot ke arah gue sambil memicingkan matanya.

"Lo pikir gue artis sensasional yang suka bikin settingan. Nggak banget deh" meskipun sakit dia tetap masih punya aura menegangkannya.

"Ya kali"

"Nyetir aja nggak usah banyak koment. Ntar yang ada kita masuk UGD"

Bener bener deh nih cewek nggak ada saringan apa di mulutnya. Amit amit sampai masuk UGD.

Sesampainya di rumah sakit, Faya langsung masuk ke ruang pemeriksaan dan gue hanya menunggu di depan.

Mata gue menyipit saat melihat sosok cowok yang nggak asing buat gue.

Sosok cowok yang di panggil 'pak' oleh Faya waktu itu.

Sejak kapan seorang Eza jadi tukang gosip

macam ini.

Lima menit kemudian, Faya akhirnya keluar dari poli penyakit dalam.

"Lo kena virus apaan Fay?" tanya gue iseng.

"Virus beautiful syndrome. Puas lo!"

Tawa gue nggak bisa berhenti lihat Faya yang hidungnya kempas kempis dan mulutnya yang maju beberapa centi.

Kami berdua menunggu di depan apotik untuk menebus obat. Suasana disini lumayan ramai. Beberapa kali seorang ibu ibu kedapatan mencuri curi pandang ke arah gue. Padahal di sampingnya ada suaminya.

"Fay, lo kenapa?" mata Faya tertuju pada satu titik. Yaitu pada cowok asing itu yang sedang bersama seorang wanita cantik yang sedang hamil.

"Fay...tunggu..Fay!" teriak gue sambil buru buru mengejar Faya.

Cowok itu dan wanita hamil itu kaget dengan kedatangan Faya yang tiba tiba. Gue nggak berani menarik Faya dalam posisi saat ini. Gue hanya mengamatinya dari jarak nggak sampai satu meter.

"Dia siapa Daf?" suara Faya lirih. Cowok berjaket hitam itu mengggaruk tengkuk lehernya yang gue yakin sebenernya nggak gatel itu. Wanita hamil itu menyipit ke arah Faya sambil bergantian melihat ke arah Daffa.

"Aku Faya. Dan kamu?"

"Saya istrinya Daffa. Kamu siapa sih?" kayaknya suara wanita hamil itu nggak menyukai keberadaan Faya. Eits, tunggu ada apa sama mereka?

"Jadi ini alasan kamu ninggalin aku tiga tahun yang lalu Daf? Iya?"

"Fay-" kali ini cowok yang bernama Daffa itu bersuara.

"Aku nggak akan rebut suami orang kok. Tenang aja. Aku sudah move on dan orang tuaku nggak pernah mengajarkan untuk merebut kebahagiaan orang lain" Faya lari dan meninggalkan gue gitu aja.

♥♥♥♥♥

Gawat, Faya menghilang! Eza pun kewalahan mencari Faya yang sudah ngilang bak hantu.

Sampai dia lupa kalau obatnya masih belum ditebus di apotik. Alhasil, Eza lah yang menebusnya.

"Oh God, tuh anak kemana sih? Kalo ibunya nanyain gue mesti bilang apa?" keluh Eza. Udara sejuk menyapa matanya. Ternyata Faya sedang sarapan bubur ayam di depan rumah sakit.

"Gue cariin ternyata lo disini" kata Eza setengah kesal. Faya nggak menggubris perkataan Eza. Dia sibuk dengan bubur ayamnya.

"Bang nambah satu mangkok lagi. Sama kayak tadi" perintah Faya pada tukang bubur ayam. Mata Eza membulat penuh dan mulutnya sukses di buat menganga melihat porsi makan Faya. Padahal didepannya sudah ada satu mangkok kosong punya Faya. "Fay, lo monster? Buset dah" seru Eza sambil garuk garuk kepalanya yang nggak gatal itu.

◆◆

"Makasih udah nganterin gue. Makasih juga udah bayarin bubur gue" ucap Faya lirih sambil tangannya membuka pintu mobil dan kemudian pergi. Eza hanya mengangguk.

"Fay, cepat sembuh" batin Eza. Habisnya Faya main pergi gitu saja tanpa mendengar Eza.

Faya menghempaskan tubuhnya di kasur empuknya. Memejamkan matanya sejenak dan saat terbuka matanya nanti, dia berharap hatinya akan kembali tenang.

Tangannya terulur untuk membuka laci nakas di samping tempat tidurnya. Dia mengambil sebuah album foto yang tersimpan rapi dengan cover berwarna kuning. Dibukanya pelan album itu.

Di halaman pertama wajahnya tersenyum saat melihat foto Daffa yang dia ambil saat dirinya sebelum menaiki wahana bianglala.

Dibukanya kembali halaman kedua. Ada gambarnya berdua dengan Daffa saat liburan ke puncak bersama teman teman sekolahnya. Setitik air mata menetes dan membasahi tepat di foto close-up milik Daffa.

"Kalo dari awal kamu jujur dan nggak ninggalin aku, mungkin aku nggak akan sesakit ini Daf. Apalagi lihat kamu sama istri kamu yang lagi hamil. Kamu jahat Daf. Kamu jahat" isak Faya.

Neighbour is Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang