7.

4 1 0
                                    

"Kiri bangg!!" Teriak Alysa.

Beberapa yang ada di dalam angkot berjengit kaget mendengar teriakan gadis itu. Aira hanya bisa menutup wajahnya menahan perasaan malu karena tingkah sahabatnya itu.

"Iya dek." Ucap sopir tersebut.

"Ini ya bang,sekalian sama teman saya itu." Ucap Alysa sembari mengangsurkan uang 10 ribu.

"Eh gausah sa,aku bisa bayar sendiri kok." Tolak Aira.

"Udah gapapa ih. Udah ya gue turun dulu." Pamit Alysa sembari keluar dari angkot merah yang mereka tunggangi.

Aira menyerah,gadis itu sudah keluar dari angkot dan tengah berjalan masuk ke dalam gerbang yang menampakkan rumah besar. Perlahan namun pasti angkot itu berjalan meninggalkan rumah milik Alysa.

Setelah beberapa saat,ketika dirasa dekat dengan rumahnya mengucapkan kata berhenti kepada supir tersebut. Beda dengan Alysa,jika gadis itu menggunakan suara cemprengnya berbeda lagi dengan Aira. Lembut,itulah suara Aira.

Setelah angkot berhenti tepat di depan rumahnya,ia segera turun dan memasuki rumah tanpa lupa mengucapkan terimakasih kepada sopir mapun kernet.

***
Aira memasuki kamarnya,sepi. Yap, rumahnya selalu sepi. Orang dirumah tersebut memilih berdiam diri di dalam kamar,siapa lagi kalau bukan Rachel. Ayah masih berada di kantor karena belum waktunya untuk pulang dan juga kak Nando,pasti sedang ada kesibukan di kampusnya karena ia merupakan ketua BEM di kampusnya.Gadis tersebut sudah sampai di rumah sedari tadi tentunya dengan di jemput oleh sopir pribadi keluarga Mahardika.

Jangan berharap jika Aira akan ikut di jemput. Hanya untuk duduk di samping Rachel saja sudah menahan sesak. Lontaran ucapan sinis selalu masuk ke dalam telinganya. Hatinya sakit sekali,andaikan bunda masih ada.

Kata andai memang datang setelah kejadian. Nasi sudah menjadi bubur,tidak bisa di putar kembali. Semuanya sudah terlanjur,sulit memang untuk mengikhlaskan seseorang yang berarti bagi hidupnya.

"Allah sayang kepada bundanya." Ucapan sang bunda mengingatkannya untuk ikhlas akan kepergian sang ibunda.

Aira duduk di ranjangnya,ia melihat ke arah jam dinding. Pukul 15.19 Wib ia belum menunaikan sholat ashar.

"Mandi dulu aja deh." Ucap Aira kepada diri sendiri.

Setelah selesai menghilangkan keringat di tubuhnya,tak lupa ia juga mengambil air wudhu. Aira segera mengerjakan kewajian kepada sang pencipta.

Kriukk kriukkk

Suara yang berasal dari perutnya membuat Aira yang tengah berbaring di ranjang memutuskan untuk bangkit dan mengisi perutnya. Ia melangkahkan kakinya ke lantai bawah Dan mencari makanan yang ada.

"Eh non,makan dulu non." Ucap Bi Imah dengan lembut.

Bi Imah adalah pembantu di rumahnya yang telah bekerja puluhan tahun untuk keluarganya bahkan sebelum ia lahir.

"Iya bi, Aira laper nih. Ayah ,Ka Rachel sama ka Nando belum makan bi?" Tanya Aira kepada bi Imah.

"Belum non. Tuan sepertinya tengah lembur,sampai saat ini belum pulang non. Den Nando baru aja pulang terus non Rachel masih di dalam kamar belum turun non." Ucap Bi Imah.

Bi Imah menatap sendu ke arah Aira. Kasihan sekali Nona nya ini. Tak pernah merasakan kehangatan kecuali dari den nando semenjak sang ibunda meninggalkan keluarga ini.

"Ohh gitu bi. Eh Bibi udah makan belum?" Tanya Aira kepada bi Imah.

"Saya bisa nanti non,mending non makan dulu aja. Saya masih mau beres beres dapur dulu." Tolak bi Imah,ia segan jika harus semeja dengan Nona nya.

"Udah bi bareng Aira aja. Temenin Aira ya bi,nanti Aira bantuin rapiin dapur deh." Pinta Aira dengan wajah memelasnya.

Tak sanggup menatap wajah memelas dari majikannya membuat bi Imah menuruti kemauan dari Aira. Mereka berdua makan bersama,sesekali Aira memaksa Bi Imah untuk menambah makanan hingga tak menyadari kehadiran seseorang.

"Cih makan sama pembantu." Ucap Rachel dengan nada sinisnya.

Aira dan Bibi Imah terjengit kaget mendengar ucapan sinis dari Rachel. Aira menampilkan senyum manisnya sedangkan Bi Imah hanya bisa diam saja.

"Eh kak Rachel,ayok makan bareng bareng." Ajak Aira kepada Rachel.

Rachel yang mendengar itu tentu saja menatap Aira dengan mata tajam,ia tak sudi makan bersama Aira sampai kapanpun.

"Dih gue ga sudi makan bareng sama lo." Ucap Rachel dengan nada sarkasme dan segera meninggalkan meja makan.

Rachel naik ke atas kamarnya,nafsu makannya sudah lenyap melihat wajah Aira. Ia begitu benci kepada Aira karena Aira penyebab kepergian sang ibunda.

"Kapan ka Rachel bisa makan bareng sama Aira?" Gumam Aira yang didengar oleh bi Imah.

Bi Imah mendekat ke arah Aira,tangannya mengelus pundak Aira lembut. Ia sudah menganggap Aira seperti cucunya sendiri.

"Non yang sabar ya,suatu saat pasti non Rachel bisa makan bareng non Aira." Ucap bi Imah menenangkan Aira.

"Iya bi. Aira udah selesai makan,Aira ke dapur dulu mau bantuin Bibi. Bibi makan yang kenyang,awas aja kalo ngga Aira bakalan ngambek sama bi Imah." Ancam Aira sembari bangkit dari duduknya dan berjalan ke arah dapur.

Bi Imah yang mendengar itu hanya menggelengkan kepalanya pelan. Nona nya ini memang baik,nyonya pasti bangga memiliki anak yang cantik secara fisik maupun batin.

Patah(On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang