8.

3 1 0
                                    

Malam ini,malam yang gelap tanpa ada bintang satu pun rasanya sangat mendukung suasana yang tengah di rasakan oleh Aira. Malam ini tepat 8 tahun kepergian bunda,Aira tengah duduk melamun di balkon kamarnya. Ia yang hanya mengenakan kaos berlengan pendek tak peduli jika tubuhnya terkena dinginnya angin malam.

Padangannya menerawang sekitar 8 tahun yang lalu,suka cita yang masih hadir di dalam keluarga Mahardika namun tidak dengan saat ini,semuanya hancur.

Flashback on..

Seorang anak perempuan dengan rambut sebahu tengah berjalan bersama wanita dewasa,wajah keduanya seperti cetakan karena mirip hanya usia yang membedakan mereka. Tangan keduanya saling bertautan, dia adalah Aira dan juga Mila,bundanya. Mereka akan pergi ke minimarket di sekitar komplek mereka.

"Bun ga sabar deh pengen beli susu vanilla kesukaan Aira deh." Ucap Aira dengan senyum merekah.

Mila yang mendengar celotehan anaknya tersenyum,ia senang memiliki anak pintar serta penurut seperti Aira.

"Iya sayang,Aira kenapa si suka banget sama susu vanilla?Kan masih Ada coklat sama strobery." Tanya Mila kepada Aira.

Aira mengerjapkan matanya perlahan,ia bingung ingin menjawab apa. Ia suka susu vanilla karena sering di belikan oleh ayahnya. Beda hal nya dengan Rachel yang suka susu strobery dan Nando yang suka susu coklat. Anak anaknya memang berbeda satu sama lain.

"Suka aja bun,susu vanilla kan sering di beliin sama Ayah." Ucap Aira kecil dengan senyum pepsodent yang menampakkan gigi ompongnya.

"Yaudah nanti bunda beliin Aira susu yang banyak deh. Tapi Aira janji harus jadi anak yang baik ya." Ucap bunda sembari mengelus rambut Aira dengan perasaan sayang.

"Iya bunda,Aira janji bakal jadi anak yang baik buat bunda sama Ayah. Aira sayang deh sama bunda." Ucap Aira.

"Iyaa,bunda sayang sayang bangettt sama Aira." Ucap Mila sembari mencubit hidung Aira lembut.

"Bun lihat deh,itu ada kucing di tengah jalan." Tunjuk Aira ke arah kucing putih yang tengah menggulingkan tubuhnya di tengah jalanan.

"Iya dek,bagus ya kucingnya." Jawab Mila ketika melihat kucing putih tersebut.

"Ih adek pengen bawa pulang bun,boleh ya?" Cicit Aira.

"Jangan di bawa pulang sayang,nanti yang punya nyariin. Mending pegang aja tapi jangan lama lama ya." Ucap Mila memberikan pengertian kepada sang anak.

"Iya bunda,bentar ya."

Kaki kecil Aira mulai mendekat ke arah tengah jalan. Untung saja suasana jalanan tengah sepi tak ada satupun kendaraan yang melintasi jalan tersebut. Aira sedari tadi asik mengelus bulu kucing hingga tak sadar ada sebuah mobil melintasi jalanan tersebut.

Mila yang melihat mobil itu segera memanggil nama Aira,namun Aira tak mendengarnya.

"AIRAA SAYANGG,AWAS ADA MOBIL NAK!!"

"AIRAAA!!!"

Mila segera berlari ke arah Aira,tangannya mengangkat tubuh Aira dan melemparkan Aira di atas rerumputan supaya tidak tertabrak mobil namun mobil tersebut menabrak Mila hingga terpental dari jalanan.

"BUNDAAA!!! HIKS BUNDAA!!" Teriak Aira ketika sadar jika bundanya tertabrak oleh mobil.

Tubuh Mila hancur karena terpental dari jalanan. Kondisinya sangat parah,darah yang menetes dari tubuhnya sangat banyak. Keadaan Mila masih sadar dan memanggil nama anaknya.

Mobil yang menabraknya tadi berhenti. Melihat keadaan sekitar yang ternyata sepi, pelaku segera pergi melarikan diri. Ia tak ingin berurusan dengan polisi.

"Aai ra a Aira sa ya ng." Ucap Mila dengan suara terbata,rasanya tubuhnya sakit sekali.

"Iiya hiks iya bunda ini hiks Aira." Jawab Aira dengan air mata yang terus menetes.

"Aa ira an nak yang bbaik. J adi an ak ya ng ba ik ya nak." Kalimat terakhir Mila hingga akhirnya kesadarnnya hilang.

"HIKSS BUNDAA!!" Teriak Aira dengan kencang.

Flashback off.

Begitulah kilasan masa lalunya bersama sang bunda. Itulah yang menjadikan alasan kebencian dari sang Ayah dan kakak perempuannya. Andai saja Aira kecil tak memegang kucing manis itu pasti bundanya masih ada saat ini.

" Hiks bundaa,Aira kangen bunda." Lirih Aira dengan air mata yang terus menganak sungai di pipinya.

Patah(On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang