Draco tidak bisa duduk tenang. Ia sudah mondar-mandir di apartemennya selama satu jam, kemudian naik turun tangga di gedungnya. Kemudian ia memakai celana pendek dan sepatu olahraganya dan keluar untuk lari - hanya untuk mendapatkan kegiatan yang jelas - karena Isobel masih hidup dan tenaga seakan mengalir di sekujur tubuhnya dan Draco tidak tau harus berbuat apa.
Saat ia kembali ke apartemennya, ia menyadari bahwa ia meninggalkan apartemen dengan kondisi pintu terbuka lebar. Kemudian ia ingat ketika ia hangover dan muntah di bak cuci piring di dapurnya.
Ia tidak bisa istirahat. Ia tidak tau bagaimana bisa ia melihat Belly lagi, tidak tau bagaimana bisa ia duduk selama lebih dari satu jam, mengamatinya - bagaimana sekarang ia bisa bertanya, berbicara dan bertingkah seperti orang normal, karena sekarang ia tidak tau bagaimana cara menghadapi -
Rasanya terlalu indah untuk menjadi nyata. Pikirannya berputar di satu lingkaran - pasti itu bukan Isobel, cinta matinya yang membuatnya berduka selama satu setengah tahun - karena ia sudah meninggal tapi Draco mulai melihatnya dan ternyata itu benar dia, benar-benar dia, dan dia duduk di depan Draco dengan mata gelapnya, kulit sempurnanya dan bulu mata tebalnya, dan entah Draco sudah gila atau ada kuasa yang lebih tinggi yang mengasihaninya dan memberinya kesempatan kedua. Membawa Isobel kembali, berkata, lebih hati-hati kali ini.
Tapi Draco juga tidak hati-hati, kan? Karena jika ia berhati-hati ia akan ada bersama Isobel, melindunginya. Jika ia hati-hati ia tidak akan membiarkan Isobel keluar dari jarak pandangnya.
Ia mengambil sepatu olahraganya tang terduduk berantakan di dekat dinding, dan memakainya. Kemudian meninggalkan apartemennya - memastikan ia sudah tutup pintu kali ini - dan berlari lagi.
-
Ketika Isobel kembali dari Leaky Cauldron, ia langsung menuju kamar ibunya. Ia membuka pintu dan mengintip. Ibunya menoleh ke arahnya dari tempat tidur, gelap dan suram, dan bertanya, "Darimana kau?"
"Toko," kata Isobel. "Mau kuambilkan apa? Air?"
Maggie mengangguk, dan kembali tiduran dengan nyaman di bantalnya. "Air."
Di dapur, Isobel membuka syal Draco dan mengisi gelas dengan air dari keran. Ia masih bisa merasakan sentuhan Draco di lehernya, di punggung tangannya, dan di bekas luka pada tulang pipinya. Bekas luka itu tidak terlalu terlihat, sebagian dari bekas itu bahkan sudah hilang, dan ia menyadarinya. Rasanya aneh. Ia tidak tau apa yang ia harapkan dari Draco, tapi yang pasti bukan itu.
Isobel sudah menyiapkan diri untuk obrolan yang lebih formal; bertukar informasi, berjabat tangan. Tapi ketika Draco melihatnya di club malam itu - seluruh air mata dan jari-jari yang menggenggam satu sama lain dan alkohol dan hati yang terluka - di situ ia menyadari sehancur apa Draco. Seberantakan apa. Karena dirinya.
Dan - Isobel tau mereka pernah menjalin hubungan. Tapi untuk merasakan tatapan Draco padanya, hampir tidak meninggalkan wajahnya, untuk merasakan tangan yang memeluknya dengan erat. . . Ia tau Draco menyukainya, tapi tidak sebanyak itu. Isobel tau Draco sedih, tapi tidak seperti yang baru saja ia lihat. Isobel tau Draco menderita, pasti. Tapi ia tidak menyangka Draco akan menyamakan perasaannya.
Isobel membasahkan sebuah waslap, menutup keran dan kembali ke kamar ibunya.
Menurunnya kondisi Maggie lebih dari penurunan fisik. Terkadang ketika Isobel ke kamar Maggie, ibunya akan menatapnya dengan mata melotot, seakan ia tidak mengenali anaknya. Seakan ia sedang menunggu seseorang untuk masuk ke kamarnya dan menyerangnya. Beberapa menit kemudian, ia akan berbaring lagi, tertidur pulas.
Terkadang, ia akan memegang pergelangan tangan Isobel, duduk dan berkata dengan suara serak, "Kau tau tentang Malfoy?"
"Tidak terlalu," Isobel selalu berkata, dengan lembut menidurkan kembali ibunya. "Aku tidak terlalu tau."
KAMU SEDANG MEMBACA
Teruntuk Draco, part 2
FanfictionCintaku yang terkasih, Ini dia part 2 dari dear draco by @malfoyuh yaa teman-teman. Lanjut lagi baca kisah Belly-Draco! Be happy, always!