TIGA PULUH LIMA

608 96 8
                                    

d r a c o

Isobel tau apa yang akan terjadi sebelum hal itu benar terjadi.

Saat Belly merasakan kalung itu, ia berusaha melepaskannya dari lehernya. Ia menolak Apparate sepenuhnya, mengalihkan perhatiannya untuk menarik kalung itu dan mencoba untuk memutuskan rantainya - dan Draco telah menggenggam pergelangan tangannya di dan ber-Apparate -

Tepat sebelum mereka meninggalkan Manor, Draco melihat sekilas ekspresi marah ayahnya. Ekspresi itu berjalan bersamanya, berputar-putar di sekelilingnya, dan ia mencoba berkonsentrasi sepenuhnya untuk menjaga Belly tetap dekat -

Semuanya terasa salah. Ruang-ruang Apparate yang berputar-putar tampak sesak dan sempit; Draco merasa Isobel terlepas dari genggamannya, tidak sepenuhnya terbalut dalam pelukannya.

Dengan genggaman Draco di pergelangan tangan Belly, Draco merasakan cairan panas mulai keluar.

Mereka mendarat di luar rumahnya. Isobel terlepas dari genggamannya, dan mereka jatuh ke depan bertumpu pada tangan dan lutut; kekuatan Apparate melemparkan mereka. Draco baru saja membuka matanya, baru saja menarik napas ketika Isobel berteriak lagi.

Teriakannya berbeda, kali ini. Sedih.

Draco bergegas untuk menemukannya.

Belly sedang berjuang untuk berdiri, satu tangan berdarah memeluk satu tangan lainnya. Dan Draco tau apa yang akan Belly lakukan. Tau, setelah apa yang baru saja terjadi, ke mana Belly mencoba pergi -

Draco segera mengejarnya. "Jangan ber-Apparate—"

Belly melangkah mundur, menjauh darinya. "Kau -" Belly tersedak , terengah-engah dari rasa sakit - "kalung itu - aku sudah bilang jangan -"

Draco melangkah maju, dan Belly mundur selangkah lagi. "Belly," katanya, "kau berdarah -"

"Aku harus menemui ibuku."

Mencoba mengabaikan jantungnya yang berdebar kencang, Draco fokus pada tangan Isobel. Dalam cahaya redup, ia tidak bisa melihat luka yang jelas; hanya bisa melihat darah gelap membasahi lengan bajunya dan menetes dari ujung jarinya. "Kita akan menemuinya," katanya, "tapi biarkan aku mengobati tanganmu dulu."

Warna perlahan hilang dari wajah Belly. Tapi ia menggelengkan kepalanya.

"Belly, kamu terluka -"

"Aku tidak peduli," katanya. "Tidak masalah - kalung itu, kau -"

Belly berhenti berbicara, dan menarik kuat kalung itu dengan tangan yang sehat. Rantai perak itu putus.

Belly membuangnya, dan mendarat tanpa suara di suatu tempat di aspal, dalam kegelapan. Tatapan Draco mengikutinya ke sana; ia mencari sesaat perak yang berkilauan itu, tetapi tidak dapat melihatnya.

Pepohonan yang mengelilingi rumah Belly bergetar diterpa angin sedingin es, membuat bayangan gemetar di wajahnya. Draco memperhatikan, terkejut, saat pemahaman muncul dalam ekspresi Belly, dan air mata mulai mengalir di matanya. "Ibuku sangat sakit, terakhir kali aku melihatnya," katanya, suaranya tegang. "Aku tidak tau apakah dia bisa menghadapi kalung yang melindungiku lagi."

Belly terlihat sempoyongan. Ia berkedip beberapa kali berturut-turut, dan ketika Draco melangkah maju, meletakkan satu tangan di bahunya untuk menenangkannya, Belly tidak mengabaikannya. "Aku harus ke rumah sakit," katanya. "Mereka akan mengobati tanganku di sana, setelah aku melihatnya."

Draco mengatupkan rahangnya. Draco menunjuk ke arah tangannya yang terluka, berlumuran darah. Belly menarik lengan bajunya, memperlihatkan luka lain di sepanjang bagian atas lengan bawahnya, dan perutnya melilit. Draco mengarahkannya ke pintu. "Kau akan melihatnya," katanya, suaranya serak. "Kau akan segera melihat ibumu."

Teruntuk Draco, part 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang