Chapter 22

4.4K 403 22
                                    

sekali lagi, aku mau bilang, thank you so much for being here with me, love!❤️

btw, harusnya ini lanjutan Chapter 21 sih. but, hei, kalo dijadii satu chapter nanti bakalan kepanjangan, dan aku ga mau para pembaca mati kebosanan. udah, sih, itu aja.

oiya, tekan ⭐ sama 💬 ya haha

okay, let's get started!🤗
.
.
.
.
.

Jungkook dan Aeri menghabiskan satu hari penuh dengan mengunci diri di dalam kamar. Mereka hanya akan keluar untuk mengisi perut masing-masing dan beranjak ke kamar mandi—yang terletak di sudut kamar Aeri, dan kembali berakhir di atas ranjang; entah itu untuk bercinta atau hanya bergelung bersama dalam ketenangan yang mereka miliki.

Aeri berbaring di sebelah Jungkook, lalu membawa kepalanya bersandar di dada pria itu. Sementara Jungkook, tangannya mengelus punggung Aeri naik turun, sesekali menyisir rambut panjang Aeri yang sedikit kusut karena perbuatannya.

Aeri menyukainya. Ia menyukai ketenangan seperti ini. Memeluk Jungkook, bergelung bersama dan tidak ada gangguan dari dunia luar. Mereka memiliki dunia mereka sendiri di ruangan itu.

Sepertinya Jungkook merasakan hal yang sama, sebab pria itu mengatakan, "aku ingin mengunci diri kita di sini untuk seratus tahun ke depan."

Aeri mengangkat tubuhnya, menatap wajah Jungkook. Kedua matanya menyipit tidak percaya dengan ucapan lawan bicaranya itu, membuat Jungkook terbahak. Oh Tuhan, dia begitu lucu!

Aeri memutar bola matanya dan kembali berbaring. "Seratus tahun saja sepertinya tidak cukup untuk kita, Jung."

"Ah, jadi kau mau selamanya?"

"Kau tidak mau?"

Jungkook terkekeh. "Bagaimana kalau sepuluh tahun? Lalu kita akan memperpanjangnya, kalau perasaan kita belum berubah. Lalu membuat seratus anak."

"Jangan gila."

Kedua alis Jungkook mengerut. "Bayangkan saja kita memiliki anak-anak yang lucu. Apa kau tidak senang?"

Aeri terkekeh mendengar ucapan Jungkook barusan. "Tapi, Jung, sejak kapan kau membuat tattoo di sini?" tanyanya seraya menyentuh perut telanjang Jungkook tepat di bagian bawah.

"Sebelum aku menemuimu," jawab Jungkook berbisik. "Itu adalah tanggal dimana kita bertemu untuk yang pertama kalinya. Kau menyukainya?"

Aeri mengangguk. "Ya, tentu. Aku menyukainya."

"Kalau begitu aku akan membuatnya satu lagi, di sini," sahut Jungkook seraya menunjuk pergelangan tangannya—tepat di bagian nadi.

"Tidak perlu. Itu akan menyakitimu, kau tau, kan?" jawab Aeri. "Tapi, hei, aku lebih menyukai rambutmu. Jangan pernah memangkasnya," lanjutnya seraya menyisir pelan rambut pria itu.

"Aku akan melakukannya untukmu."

Aeri tersenyum. Ia menanggapi ucapan Jungkook dengan mencubit perut pria itu. Dibalas dengan ringisan kesakitan.

Tiba-tiba, ia membawa tubuhnya duduk tegap ketika otaknya mengingat sesuatu.

"Kemana kau pergi selama satu pekan ini? Apa kau pindah?" tanya Aeri dengan alis mengerut. Ia tidak tahu mengapa ia menanyakan pertanyaan yang terakhir, meskipun ia sudah tahu jawabannya.

"Iya, kau benar."

"Kenapa?"

"Mau dengar ceritaku?"

Aeri menyilangkan kedua kakinya, mencari posisi yang lebih nyaman. Sedangkan Jungkook, ia sudah paham bahwa Aeri siap mendengarkannya.

Jungkook membenahkan posisi bantalnya, agar bisa menyandarkan dirinya ke headboard ranjang milik Aeri dengan nyaman. Lalu menarik lembut lengan Aeri untuk ikut bersandar di dekapannya.

"Ibu dan ayahku tidak menikah—lebih tepatnya, ayah tidak tahu di mana keberadaanku kurang-lebih sepuluh tahun lamanya." Jungkook menjedanya. "Sebagai keturunan satu-satunya dan pewaris J-Guk Group, ayah ingin aku meneruskan perusahaannya dan juga marga Choi. Tapi aku tidak menginginkannya. Kau tahu? Itu adalah tanggung jawab yang besar bagiku, Aeri."

Jungkook diam sesaat. Apakah ia harus menjelaskan semuanya? Meskipun Aeri tidak mengatakan apapun, ia tahu Aeri mendengarkannya. Wanita itu hanya meremas tangannya sesekali sebagai respon.

"Berjanjilah padaku, kau tidak akan pergi," ucap Jungkook tiba-tiba.

Aeri mendongak, menatap Jungkook dengan bingung. "Kenapa aku harus?"

"Tolong berjanji padaku?" bisik pria itu lirih. Lirih sekali.

Seulas senyum terukir di wajah Aeri. "Aku tidak akan pergi kemana-mana, Choi Jungkook."

Jungkook mengecup kening Aeri singkat. Lalu melanjutkan ceritanya. "Aku datang ke rumah ayah, memintanya untuk menghentikan orang tuamu. Dan ayah mau membantuku kalau aku mau menuruti permintaannya."

Jungkook mengeratkan dekapannya pada Aeri, ia takut kalau saja wanita itu akan lari dari sana, meninggalkannya.

"Ayah ingin aku pindah ke rumahnya, sebagai pewaris J-Guk Group, lagi-lagi aku menolak. Aku hanya tidak ingin mengganggu rumah tangganya dengan bibi Young Il dan aku juga lebih suka dengan tempatku sendiri. Jadi, aku membeli rumah yang tidak jauh darinya."

Jungkook menatap Aeri—yang juga balas menatapnya. "Beberapa hari kemudian, aku dan ayah menemui ibumu untuk menawarkan investasi. Ketika ibumu tau kalau aku adalah Jungkook, ia mengatakan bahwa ia ingin aku menikahimu atau tidak akan ada perjanjian."

"Lalu?"

"Tentu saja aku menyetujuinya, karena kupikir selama kau bebas dan aku memilikimu, cara apapun akan sama saja." Jungkook berdeham. "Aku tidak tahu kalau itu justru membuatmu diperalat lagi."

"Jadi, aku yang membuatmu terpaksa menuruti keinginan ayahmu dengan mengubah margamu?" tanya Aeri dengan sorot mata sendu.

Raut wajahnya tidak terbaca, membuat Jungkook bingung, bagaimana ia menjawabnya. Sebenarnya inilah yang ia takutkan, Aeri akan menyalahkan dirinya sendiri.

Namun kemudian, sebuah senyum tersungging di bibir Aeri. Ada kilat jahil di sana—yang belum pernah Jungkook lihat sebelumnya.

"Apa itu artinya aku memiliki tanggung jawab untuk membalas budimu?" tanya Aeri lagi, kali ini dengan mengulum bibirnya.

Saat itu ketakutan Jungkook mendadak menguap dan melupakan keseriusannya.

"Tentu saja! Aku sudah mengorbankan diriku sendiri dan kau harus membayarnya untuk seumur hidup." Jungkook menjawabnya dengan seringaian.

"Aku melihatnya. Bayaran seperti apa yang kau maksud?" Dengan telunjuknya, Aeri menelusuri garis dada Jungkook—yang telanjang dari atas hingga bawah.

Jungkook menarik tangan wanita itu dan menariknya ke bibir. Dikecupnya punggung tangan Aeri dengan lembut seraya memejamkan matanya.

"Kau. Aku hanya menginginkanmu sebagai bayarannya. Di sisiku. Selamanya," kata Jungkook setelah membuka matanya.

Perkataan Jungkook tentu saja membuat perasaan Aeri berdesir. Tidak ada suara yang menguar dari bibirnya. Ia hanya bisa mengangguk. Dan, ya, Aeri akan berada di sisi Jungkook—kalau bisa, lebih lama dari selamanya. <>




DOUBLE UPDATE GA TUHHH??!

tinggal publish epilognya ya, syg hehe tunggu tanggal mainnya😉

see youuu on last chapter, babes!!

don't forget to vote and comment ❤️

Travieso [M]  ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang