Seminggu berlalu begitu saja, sudah seminggu Zeo tinggal dirumah Adhira. Seperti kehidupannya yang berlalu tanpa terasa, begitu juga hubungannya dengan Adhira dan keluarga yang tak memiliki kemajuan apapun terhadap Zeo.
Hanya beberapa hal yang sedikit berbeda, Sekarang Adhira sudah mau dibantu saat muntah-muntah dipagi hari. Atau sekarang Zeo sudah mulai terbiasa mengusap perut Adhira atau makan sepiring berdua dengan perempuan itu.
Adhira menghentikan langkahnya yang akan masuk kamar ketika ia melihat Zeo yang berbicara ditelepon dengan seseorang. Dari bahasa yang digunakan pemuda itu, jelas sekali ia sedang berbicara dengan keluarga atau teman atau bahkan kekasihnya yang berada di Jepang.
Mengingat hal itu, Adhira baru menyadari bahwa ia tak tau sama sekali dengan kehidupan Zeo. Selama mengenal Zeo ketika disekolah bahkan sampai mereka telah menikah, Adhira hanya mengetahui bahwa Zeo selama ini tinggal bersama ketiga temannya. Lalu saat pernikahan mereka, Adhira hanya tau orang tua Zeo, itupun tak begitu memperhatikan karena mereka tak berkomunikasi.
Namun, seingat Adhira ayah mertuanya adalah laki-laki berumpun Jepang asli sedangkan ibu mertuanya berwajah campuran indo-jepang. Adhira bahkan tak yakin bisa mengenali kedua mertuanya itu jika nanti mereka tak sengaja berpapasan dijalan.
Adhira hanya sekedar tau itu dari Zeo, ia bahkan baru mengetahui nama lengkap Zeo ketika akan akad nikah. Namanya terkesan bagus untuk Adhira.
Alzeo immanuel Takahashi.
"Dhir?"
Adhira tersentak dari pemikirannya, ia menatap Zeo yang menoleh kearahnya. Pemuda itu menatapnya bingung masih dengan telepon ditelinganya.
Adhira yang merasa terciduk pun berdehem. Ia melangkah masuk kedalam kamar. Zeo menatap Adhira dengan kening mengkerut sebelum menggelengkan kepala tak peduli. Ia kembali berbicara dengan ayahnya melalui sambungan teleponnya. Mereka sedang membahas rencana Zeo kedepannya. Atau lebih tepatnya rencana ayahnya untuk dirinya.
Adhira yang berpura-pura menidurkan dirinya diranjang itu berusaha mencuri dengan percakapan Zeo. Ia sangat penasaran dengan siapa pemuda itu berbicara.
Tapi Adhira mendengkus kesal saat Zeo terus berbicara dengan bahasa ayahnya. Memang serahasia apa sih pembahasan mereka. Batin Adhira yang ntah kenapa merasa kesal sendiri. Ia meremas bantalnya sampai dengan perlahan rasa kantuk benar-benar menyerangnya.
-
"Dhir,"
Adhira mengerjapkan matanya saat seseorang mengguncang bahunya.
"Dhir, gue mau ngomong sebentar." kata Zeo serius saat Adhira membuka matanya dengan sempurna.
Adhira berdecak, namun perempuan itu langsung duduk bersandar walaupun dengan tatapan yang menunjukkan kengganan.
"Apa!" ketus Adhira yang masih terbawa suasana kesal sebelum tidur.
"Kalau lo gue a-"
Klek
Adhira dan Zeo langsung menoleh begitu mendapati ketiga teman Adhira yang cengengesan disana.
"Em- Sori, sori, em- kita-" Windi terbata, begitupun Febi dan Intan yang tampak gugup dan salah tingkah.
Adhira mengerjap, pasti ketiga teman laknatnya itu salah sangka dengan posisi nya sekarang. Dimana Zeo duduk disamping ranjangnya, terkesan agak romantis.
Zeo berdehem, "Gue keluar dulu." kata pemuda itu langsung bangkit dari duduknya.
Begitu Zeo pergi ketiga teman Adhira langsung menatap Adhira penuh curiga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ego (selesai)
ChickLitRasanya Adhira ingin melakukan percobaan bunuh diri untuk kesekian kali nya lagi begitu ia sadar ia masih terbangun dirumah sakit. Adhira enggan mengakuinya. Ia lebih baik mati daripada mengakui semuanya didepan keluarganya. Mengakui siapa sebenarny...