Ego-17

19.5K 1.1K 73
                                    

Tak terasa sudah satu bulan berjalan Adhira tinggal di apartement bersama Zeo. Walaupun masih saling acuh dan selalu bertengkar tapi setidaknya sekarang mereka mulai menyadari kehadiran satu sama lain.

Adhira berdecak saat ia mengingat hari ini adalah hari dimana mertuanya akan datang berkunjung. Orang tua Zeo itu mengatakan akan mampir keapartemen mereka untuk melihat kehidupan pasangan muda itu.

Adhira sebenarnya berniat tak peduli, namun mau bagaimana pun sekarang ia jauh dari kedua orang tuanya. Tak ada yang melindunginya ditengah-tengah keluarga Zeo nantinya, Jadi Adhira berusaha bersikap baik dimata mertuanya setidaknya untuk hari ini saja Adhira memforsir tenaganya untuk menyiapkan berbagai kebutuhan mertuanya nantinya. Juga makanan pastinya, tak mungkin Adhira hanya menyajikan nasi kosong tanpa lauk pauk kan.

"Heh, bangun!" Adhira melempar remot tv kewajah Zeo yang masih tidur di sofa yang seolah-olah sudah menjadi kamar pribadi pemuda itu. Memang selama pindah Adhira dan Zeo tak pernah tidur satu kamar. Dan karena hanya ada satu kamar di apartemen itu maka mau tak mau Zeo pun tidur diluar karena enggan bertengkar.

"Apa-an sih Dhir."

"Bangun!" bentak Adhira melempari Zeo dengan kertas-kertas yang ada di dekat laptop pemuda itu.

"Akh, Dhira-- bangsat, kerjaan gue." Zeo langsung terduduk begitu ia menyadari kertas yang dilemparkan kepadanya adalah kerjaan dari papanya yang baru ia kerjakan tadi malam.

Adhira yang tak merasa bersalah itu malah melengos, "Salah siapa gak bangun-bangun."

Zeo mengusap wajahnya, berusaha mengatur emosinya. "Lo tau, gue ngerjain itu semalaman dhir, bangsat emang." maki pemuda itu saat dirasa emosinya justru kian meluap.

"Kok lo jadi marahin gue?" balas Adhira tak terima dimaki-maki. "Kan lo yang gak mau bangun-bangun."

Zeo menghela napas,

"Bodo amat lah, anterin gue ke supermarket sekarang. "

"Ngapain?"

"Lo jangan pura-pura bego lah, lo bilang mama papa lo mau dateng. Lo mau gue dicap mantu gak becus gitu." sewot Adhira.

Zeo berdecih, "Kan emang iya kan. Lo gak becus." Zeo masih terbawa emosinya.

Adhira menatap Zeo emosi, ia mengambil sisa air kopi Zeo tadi malam lalu menyiramkannya ke kertas-kertas dimeja. "Mampus lo, " kesal Adhira, perempuan itu mengambil dompet Zeo dari kantung Zeo dengan cepat. Lalu berlalu pergi meninggalkan Zeo yang terus memaki dan menyumpah sarapahinya.

-

Adhira berdiri lama didepan stan ice cream. Dalam kepala perempuan itu sedang bertengkar antara menuruti ngidam anak Zeo itu atau mengikuti gengsinya.

Tangannya ragu untuk bergerak karena terlalu banyak berpikir.

"Dhira?" panggilan itu membuat Adhira menoleh dan mimik wajahnya langsung memucat saat mendapati geng anak nakal disekolahnya yang juga merupakan saingannya itu menyapanya.

"Ops, beneran buk ketua osis rupanya." Kata Gisel, saingan terberat Adhira.

"Eits, kok ketua osis sih, mantan kali Sel." celetuk Dina, teman Gisel.

"Eh, iya lupa. Yang dikeluarin dari sekolah itu kan?" tanya Gisel menyindirnya.

"Iya deh kayaknya Sel, denger-denger gegara hamil diluar nikah gitu. Terus gagal bunuh diri lagi duh, kasian banget kalau inget itu." sambing Caca.

Gisel dan Kedua temannya tertawa, sedangkan Adhira menggenggam erat trolinya sampai jarinya memutih.

"Em iya-iya. Padahal dia paling cerewet itu. Suka ngatain kita-kita jalang cuma karena pake rok pendek. Eh gak taunya yang ngatain jiwanya lebih pro. Pro jalang maksudnya." tawa Gisel.

Ego (selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang