17

2.3K 335 17
                                    

"Resa, udah selesai belum?" teriak Livia dari ruang kamarnya. Ia tengah memasukkan ponsel dan dompetnya ke dalam tas. Tak lupa ia sedikit merapikan penampilannya.

"Udah, Teh. Udah diplastikin," sahut Resa yang juga berteriak.

Livia keluar dengan muka yang tidak bersahabat. Setiap kali melihat Resa membuatnya merasa kesal. Menyadari kenyataan jika Resa menyebut Ridho dengan embel-embel bapak. Sungguh, Livia masih ragu. Livia yakin Ridho dan Resa punya hubungan di masa lalu. Apalagi nama mereka sama-sama berawalan 'r'.

"Sini."

Resa memberikan bungkusan plastik pada Livia yang Livia terima dengan kasar. Seandainya saja kinerja Resa buruk, Livia tidak akan menerima Resa sebagai pegawainya.

"Gue titip Ibu. Kalo ada apa-apa langsung hubungi, ya," ucapnya dengan mata yang fokus melihat ke dalam bungkusan plastik di tangannya.

"Siap, Teh," jawab Resa antusias. Gadis itu memang hyperaktif, ia bahkan mudah merebut perhatian ibunya.

"Ya udah, gue pergi dulu. Assalamu'alaikum."

Livia pun melangkahkan kaki jenjangnya keluar. Tepat sekali seorang driver ojek berhenti di depan gerbang rumahnya.

"Bang, ojek bukan?" tanya Livia.

"Iya, Neng. Tapi saya lagi nunggu penumpang atas nama Sari," jawab tukang ojek tersebut.

Livia mendengus. Ia melangkahkan kakinya menyusuri gang. Penampilannya kali ini terkesan biasa. Kaos oblong plus celana jeans dan sendal capit.

"Gue naik apa ya, ke sana? Jauh juga kayaknya," gumamnya. Ia berhenti di sisi jalan raya. Ia memperhatikan lalu lalang kendaraan.

"Apa naik angkot aja, ya? Tapi enggak ah, nanti ada copet," gumamnya lagi.

Tiba-tiba sebuah motor berhenti di depannya. Livia menoleh dan tersenyum melihat si empu yang menghampirinya.

"Neng, mau ke mana?"

"Mau nganter pesenan," jawab Livia sambil menunjuk kantong kresek di tangannya.

Ridho terlihat memperhatikan ponselnya yang menyala.

"Ayo Aa anter, kebetulan kerjaan Aa udah beres."

Livia menaikan sebelah alisnya. Tatapannya beralih pada tumpukkan paket di bawah kaki Ridho.

"Bener udah beres? Tuh?"

"Gak papa, bentar lagi temen Aa bakal ngambil ke sini."

Benar saja, selang beberapa menit sebuah motor berhenti di samping Livia. Pengguna motor itu turun dan menghampiri Ridho.

"Nih, antarkan sampai selamat," titah Ridho sambil menyerahkan karung berisi paket.

"Siap, Bos. Saya duluan, ya."

Kurir pengantar paket itu melaju meninggalkan mereka. Livia merasa ada yang aneh. Memangnya bisa tugas mengantar paket dialihfungsikan?

"Neng, malah melamun, ayo. Gak baik cewe cantik melamun di pinggir jalan," ucap Ridho menyadarkan.

Livia mendengus dan mulai naik ke atas motor Ridho. Motornya pun melaju menjauhi wilayah rumah Livia.

"A, emang bisa ya, tugas mengantar paket dialihkan?" tanya Livia pelan.

"Apa, Neng? Gak kedengeran!" teriak Ridho dari depan.

Sejak kapan Ridho menajadi budek? Waktu ketika ia menemani Ridho mengantar paket pun, pendengaran Ridho biasa aja.

Kurir Pengantar Jodoh (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang