Extra Part

3.7K 354 22
                                    

"Qabiltu nikahaha wa tazwijaha alal mahril madzkuur wa radhitu bihi, wallahu waliyut taufiq."

Ridho tersenyum membayangkan kejadian tadi siang. Berkali-kali ia mengucap syukur karena Tuhan memperlancar semuanya. Ia mampu menghafal surat Ar-rahman dalam waktu seminggu. Ia pula bisa mengucapkan kata-kata sakral itu dengan lancar walau tangannya terasa sangat dingin.

"Heh, ngapain senyum-senyum? Gelo!" tegur Livia menyadarkan Ridho dari lamunannya.

Seketika jantung Ridho berdetak lebih cepat. Istrinya itu baru saja selesai mandi. Rambutnya digulung ke atas menggunakan handuk. Daster selutut kebesaran yang membuat Ridho gemas melihatnya.

Jika kalian pikir sebelum mandi ada adegan kesusahan membuka resleting ala novel-novel wattpad, maka kalian salah besar. Istrinya itu dapat membuka dengan mudah resletingnya. Padahal Ridho sudah membayangkan adegan-adegan anu.

"Malah bengong. Sana, mandi! Aku gak mau tidur bareng orang yang bau keringat!" titah Livia.

Perempuan itu berjalan ke arah meja rias di kamarnya. Ya, saat ini Ridho dan Livia berada di kediaman Zouch.

"Percuma. Nanti juga bakal ngeluarin keringat," sahut Ridho jahil.

Livia memutar bola matanya malas. "Gak usah halu. Sana, mandi!" ulang Livia galak.

Ridho berdecak tidak suka. Namun, tak urung bangkit dan mengambil handuk yang menggantung di lemari. Bukannya langsung masuk menuju kamar mandi, Ridho justru menghampiri Livia yang tengah bersolek.

Livia melotot tidak suka. Apalagi  ketiak  Ridho terlalu dekat dengan wajahnya. Ia pun mendorong kening Ridho dengan telunjuknya.

"Iiihh bau. Sana mandii!"

Ridho menaikan sebelah alisnya. Ia memandang Livia begitu lama.

Cup

Netra Livia melotot dengan sempurna. Sedangkan si pelaku kabur setelah memberi kecupan di pipi kanannya.

"Aaaaaa!" teriak Livia kencang.

Terdengar suara kekehan dari dalam kamar mandi.

"Gak papa, Yang. Nyicil dulu," sahut Ridho berteriak.

Livia memegang pipinya yang terasa panas. "Astagfirullah. Aku belum siap diunboxing. Ya allah," gumam Livia.

***

Ridho keluar dengan rambut klimis. Rambutnya disisir dengan rapi. Kaos oblong dan celana kolor yang ia pakai nampak membuatnya berkali-kali bertambah sexy. Livia yang melihat itu pun meneguk ludahnya kasar. Berkali-kali ia merapalkan istigfar dalam hati.

"Kenapa, Neng? Aku sexy, ya?" goda Ridho.

Livia berdecak. Ia menarik selimutnya sebatas dada. "Sexy apaan? Kepedean terus," jawab Livia sinis.

Ridho tersenyum jahil. Ia melompat ke arah kasur yang membuat kasur bergoyang.

"Aa ih jangan lompat-lompat, nanti kasurnya rusak!" protes Livia.

"Nanti Aa beliin sama pabrik-pabriknya," jawab Ridho diiringi tawa.

Livia melempar majalah yang tengah ia pegang ke arah Ridho. "Gak usah belagu. Bangkrut, nangis kamu!"

Ridho tidak berselera menyahuti ucapan Livia. Ada hal yang lebih penting dari sekedar berdebat. Ridho menggeser duduknya agar lebih dekat dengan Livia. Perempuan itu tengah membaca majalah dengan serius. Ridho pun memegang tangan kiri Livia yang menggantung bebas di pahanya.

Ridho membawa tangan Livia ke arah bibirnya. Ia mengecup beberapa kali tangan putih nan halus milik sang istri.

"Ayang," panggil Ridho dengan suara manja.

"Apa, sih?" sahut Livia risih.

Ridho menyandarkan kepalanya pada bahu Livia.

"Ayo!" cicit Ridho dengan suara seraknya.

Seketika bulu kuduk Livia mendadak berdiri. Ia melirik ke arah Ridho yang tengah mengelus tangan kirinya.

"Ayo, apa?"

Ridho berdecak. Ia mengangkat kepalanya. Tangannya beralih menyentuh pipi Livia.

"Ayang mah, suka pura-pura gak tahu. Ayo, iihh," rengek Ridho.

Rasanya ingin sekali Livia menyemburkan tawanya saat ini juga. Pria dewasa di sampingnya itu terlihat imut saat tengah merengek.

"Ayo, apa?"

Ridho cemberut. Ia mencubit pelan pipi Livia.

"Ayo, malam pertama," bisik Ridho pelan.

"Apa? Gak kedengeran?"

"Iihh. Ayo, anu," ulang Ridho dengan nada yang sedikit dikeraskan.

"Anu apa? Ambigu banget."

"Ayang, ayo bikin dede." Bukannya menjadi sebuah bisikan, ucapan itu malah menjadi sebuah teriakan.

Pada akhirnya Livia pun tidak bisa menahan tawa. Tawanya menyembur begitu saja. Mengisi kekosongan ruang tidur maksimalis itu.

"Iiih malah ketawa. Ayo," ajak Ridho sambil menarik tangan Livia.

Livia tak kuasa menghentikan tawa. Pria itu tampak sangat lucu ketika tengah merajuk.

"Sayangnya waktunya masih salah," sahut Livia ketika tawanya sudah mereda.

"Maksudnya?" tanya Ridho tidak mengerti.

Livia memajukan wajahnya. "Aku kedatangan tamu," bisik Livia di telinga Ridho.

Netra Ridho melotot sempurna. "Jangan bohong. Bohong dosa loh, sama suami!" sahut Ridho tak terima.

"Aku gak bohong sama sekali. Kalo gak percaya, kamu cek aja sendiri," sahut Livia enteng.

Ridho mengusap rambutnya kasar. Ia bangkit dan membanting pintu kamar dengan kasar. Sedangkan Livia memandang kepergian Ridho dengan nanar.

"Maafkan aku, A, aku gak tahu bakalan kedatangan tamu," gumamnya merasa bersalah.

***

"Bi, air hangat sama handuk anterin ke kamar, ya. Itu kasihan Neng udah kesakitan!" teriak Ridho dari arah tangga.

Pria itu berjalan ke arah meja makan. Di sana sudah ada Fauzi dan Andrian yang tengah menikmati sarapan.

Ridho menatap dengan alis berkerut ke arah Fauzi dan Andrian yang tengah saling bertatapan dengan senyuman aneh terpatri di masing-masing wajahnya.

"Kalian kenapa senyum-senyum?" tanya Ridho yang kini sudah duduk di kursi seberang Andrian.

Andrian berdehem untuk menetralkan senyumnya. "Itu Livia kenapa? Kok, pagi-pagi udah sakit. Kamu mainnya kasar, Do?" tanya Andrian.

Ridho memutar bola mata malas. Ia mengambil nasi dengan kasar. "Boro-boro main kasar. Nyentuh aja enggak," sahut Ridho kesal.

"Loh, kenapa?" tanya Andrian penasaran. Ia takut putrinya menolak ajakan Ridho.

"Doi kedatangan tamu," lirih Ridho lesu.

Andrian dan Fauzi kompak saling pandang. Lalu, sedetik kemudian kompak tertawa.

"Pftt, pantesan lesu. Ternyata gagal malam pertama," sindir Andrian.

Ridho mengunyah nasi dan lauk dengan tidak berselera. Mengingat kejadian semalam memang membuat moodnya berubah buruk.

"Gara-gara datang bulan, Ridho gagal malam pertamaan," ledek Fauzi yang membuat Ridho semakin merasa kesal.


***

Yeay extra part

Kurir Pengantar Jodoh (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang