Gue yang meminta lo pergi dan gue juga yang berharap lo kembali.
-Livia Mariska-
Livia duduk termenung di teras rumahnya. Teras yang menjadi saksi pertemuan sekaligus perpisahannya. Entah harus bahagia atau sedih yang Livia rasakan. Kisah itu terlalu singkat untuk disebut cerita. Tapi kisah singkat itu teramat membekas.
Livia tidak pernah menyangka kehadiran pria itu akan mampu memporak-porandakan hatinya. Hidupnya yang semula tertata rapi menjadi hancur berantakan. Harusnya Livia tidak membuka pintu. Tapi pria itu mempunyai kunci yang selama ini Livia cari. Dan kini, kepergiannya meninggalkan tanya.
Malam itu, tanpa sengaja ia melihat Ridho yang tengah berbincang dengan jajaran pejabat. Pria itu tampak sangat tampan dengan penampilannya. Awalnya Livia mengira mungkin saja jajaran pengusaha itu adalah atasannya. Tapi ternyata rekan bisnisnya.
"Neng, lo kenal cowok itu, 'kan? Si kurir belagu yang udah menyabotase wilayah gue."
Mendengar ucapan Adit membuat Livia mengernyit bingung. Apa maksud dari ucapan pria itu?
"Maksud lo, A Ido?"
Adit berdecak dan menyentil pelan kening Livia. "so so'an manggil Aa. Iya, dia. Gue emang gak munafik, dia punya pesona yang bisa memikat para cewek. Apalagi omongannya tuh bikin para cewek berharap. Salah satunya, lo, 'kan, Neng Liv?"
Livia memalingkan wajahnya. "Apaan, sih?"
Adit terkekeh. "Gue udah tahu kali." Adit memandang kagum ke arah Ridho yang tengah tersenyum pada laki-laki di sekelilingnya.
"Dia itu hebat banget. Harusnya dia cuma tumpang kaki di bawah atap ber-ac, tapi dia memilih keliling beratapkan langit. Rela panas-panasan hanya untuk tahu gimana pekerjaan karyawannya. Dia rela berkeringat hanya karena ingin lebih dekat dengan pengguna jasanya. Dia itu pemimpin yang hebat."
Livia tidak mengerti sama sekali ke mana arah pembicaraan Adit. "Maksud, lo?"
"Livia, dia itu pemilik sekaligus pegawai At Expres," geram Adit.
Livia diam. Apa mungkin begitu? Tapi, bagaimana bisa?
"Udah gak usah kaget gitu. Di berita aja udah banyak tuh poto dia. Ayo, salaman."
Livia mengusap sudut matanya yang berair. Mungkin memang niat pria itu baik. Tapi sebaik apa pun itu, yang namanya kebohongan tetaplah salah.
"Harusnya gue gak percaya sama omongan pria. Karena sebaik apa pun itu, dia pasti punya rahasia."
Livia memegang dadanya yang terasa sakit. Perasaan itu membludak mengisi rongga dadanya. Rasa rindu pun beradu menjadi satu.
"Kenapa gue rindu, lo? Harusnya gue seneng karena lo beneran pergi dari hidup gue."
Untung saja malam ini keadaan sekitar lumayan sepi. Jadi, Livia bisa menangis dengan bebas.
Tiba-tiba gerbang rumahnya dibuka dengan kasar. Seorang wanita dengan sorot tak bersahabat menghampirinya. Wanita itu memandang marah pada Livia.
Plak
Wanita itu menampar pipi kanan Livia dengan kasar yang meninggalkan jejak kemerahan di sana. Livia memegang pipinya yang berdenyut nyeri.
"Puas, lo?" Wanita itu menatap nyalang pada Livia.
"Puas lo bikin Abang gue hancur? Puas bikin dia patah hati untuk pertama kalinya?"
Livia balik menatap marah pada wanita itu.
"Apa maksud, lo? Harusnya gue yang marah! Harusnya gue yang nampar dia karena udah bohongin gue. Dan oh ya, lo juga. Lo juga bersekongkol sama Abang dan nyokap lo itu!"
Dela, wanita itu terkekeh sinis dengan tangan yang didekap di dada.
"Harusnya lo sadar, Liv? Abang gue gak pernah bohongin lo. Lo yang buat persepsi sendiri dan seenaknya lo nuduh Abang gue bohong?"
Livia terdiam. Livia menatap Delia dengan air mata yang bercucuran.
"Dia gak pernah bilang apa pun tentang siapa dia sebenarnya sama lo. Dan apa lo pernah nanya sama dia dari mana asal-usulnya?"
Dela menggeleng-gelengkan kepalanya. "Enggak, Liv. Lo gak pernah nanya siapa nama dia, apa pekerjaannya, dan dari keluarga mana dia berasal. Lo yang so tahu mentang-mentang dia cuma kurir.
"Makanya jangan so jual mahal jadi cewek. Jangan so cuek. Jangan mentang-mentang selalu dikejar cowok sana-sini, lo jadi bodo amat tentang orang-orang di sekitar lo!"
Livia ternganga. Ucapan Dela memang sepenuhnya benar. Dia tidak pernah bertanya identitas Ridho. Tapi mengapa sahabatnya itu tega berbicara seperti itu.
"Sekarang, ketika lo tahu yang sebenarnya, lo ngerasa dibohongin?" Dela terkekeh meremehkan. "Lucu sekali. Padahal harusnya lo intropeksi diri. Dan harusnya lo itu gak marah. Baik gue, Abang maupun Mamah, gak pernah bohongin lo. Bahkan kami menerima lo dengan sukarela. Tapi cuma karena kebohongan kecil, lo bikin dunia Abang gue hancur!"
Livia mengusap air matanya yang terus turun. Seolah air mata itu membuktikan jika Livia pun punya sisi lemah.
"Ya, itu cuma kebohongan kecil. Tapi apakah lo sadar, kebohongan kecil itu bisa menjadi besar. Awalnya aja dia bohong, ya pasti ke depannya pun dia bakal terbiasa berbohong. Dan apa lo pikir cuma dia aja yang merasa dunianya hancur? Lo pikir gue enggak? Gue juga sakit, Del, sakit," lirih Livia sambil memegangi dadanya.
"Lo tahu gue gak pernah jatuh cinta selama ini. Dia pria pertama yang bisa bikin gue ngerasain rindu. Tapi ternyata dia juga luka terbesar bagi gue."
Dela membenarkan dalam hati. Ridho dan Livia sama-sama merasakan jatuh cinta untuk yang pertama kalinya. Tapi baginya, Ridho-lah yang paling tersakiti di sini. Pria itu sudah berjuang mati-matian. Tapi dengan seenaknya Livia menyuruh Ridho pergi bahkan sebelum Ridho bisa masuk ke hatinya.
"Lo jangan egois, Liv. Semua orang punya rahasia. Termasuk lo!" Dela menunjuk wajah Livia dengan telunjuknya. "Putri tunggal Zouch."
Deg
Seketika air mata Livia berhenti turun. Livia diam dengan pandangan menatap lantai.
"Gue gak yakin Abang bakal maafin lo, setelah tahu lo juga pembohong. Atau mungkin dia gak bakal mau ketemu lo lagi!"
Dela melengos pergi setelah mengucapkan kata itu meninggalkan Livia yang merasa kaget. Lututnya bergetar lemas. Wanita itu terduduk lemas dengan air mata yang kembali bercucuran. Tangannya terulur mengambil ponselnya yang tergeletak di meja. Dia menekan nomor paling atas di ponselnya.
"Halo." Suara seorang pria di seberang sana menyapa.
"Kak, bantuin aku," adu Livia dengan suara yang tercekat karena tangis.
"Bantuin kenapa? Kamu kenapa?" Pria di seberang sana bersuara dengan panik.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Kurir Pengantar Jodoh (Revisi)
RomanceCerita ini akan saya revisi secara bertahap. Mohon maaf apabila alur dirasa tidak nyambung. *** Ridho tidak pernah menyangka, jika pekerjaan yang ia anggap sepele justru membawa dampak besar baginya. Pertemuannya dengan seorang customer judes dan b...