Rasa kesal Dara bukan tidak ada sebab. Dulu semasa SMA dia juga pernah berpacaran. Setelah setahun menjalin hubungan dengan orang yang dia sukai, Dara baru tahu kalau dirinya hanya dijadikan pelampiasan.
Dara sering membantu pacarnya. Memberikan uang saat pacarnya itu butuh. Mengerjakan tugas yang tidak dimengerti oleh pacarnya. Dara dengan suka rela melakukan. Tapi hati Dara dipatahkan begitu saja.
Pacar Dara menggunakannya seperti pembantu. Dara mendengar semua itu dari mulut pacarnya langsung. Dia tidak sungguhan ingin berpacaran dengan Dara. Dia hanya kesal karena tidak bisa mendapatkan cewek yang diinginkannya. Jadi dengan adanya Dara, dia melampiaskannya pada cewek tersebut.
Padahal Dara melakukan semuanya dengan sepenuh hati. Tetapi yang dia dapatkan hanya setengah hati.
Dara tidak ingin David menjadi cowok yang seperti itu. Cowok yang hanya bisa mempermainkan hati perempuan.
"Kakak kurang suka lihat pacar baru kamu itu." Kata Dara menarik mangkuk yang didalamnya masih tersisa kuah sup.
"Kurang suka kenapa?" David menyusun piringnya diatas piring Dara yang sudah kosong.
"Tatapan matanya kayak gak serius gitu." Dara menyendok kuah sup dan memasukkan ke dalam mulut. Rasa sup buatan David memang tidak seenak sup buatan ibu mereka. Tetapi untuk seukuran anak cowok ini sudah sangat lumayan.
"Kakak psikolog apa? Tahu maksud orang dari tatapan matanya."
"Psikolog sih emang bukan. Tapi kamu jangan ngeremehin kepekaan saudaramu." Dara mengarahkan sendoknya pada David.
David berdiri membawa piring bekas makannya dan Dara ke wastafel. "Udah-udah habisin itu. Sekalian jangan lupa dicuci mangkuknya."
Dara terkekeh. Hey, bukankah mereka terlihat seperti sepasang suami istri? Namun yang jadi suaminya Dara dan yang jadi istrinya David.
Dara tertawa sendiri karena pemikirannya barusan. Tawa Dara membuat David menoleh heran. "Jangan ketawa kayak Kuntilanak. Udah malem ini." Ketus David. Suara tawa Dara malah makin menjadi.
Nah kan. David persis seperti seorang istri yang sedang memarahi suaminya. Laknat sekali memang pikiran Dara ini.
Dara menyudahi tawanya. Menatap punggung David dan tersenyum tulus. Seorang kakak selalu menginginkan yang terbaik buat adiknya. Juga selalu ingin memberikan yang terbaik untuk adiknya.
Benar begitu?
**********
"Lan, bantu gue napa?!" Revo menggelayut manja di lengan Lana. Lana yang risih menarik kasar lengannya. "Kerjain sendiri sana!" Kembali mata Lana fokus pada handphone dihadapannya.
"Ini soalnya susah."
"Itu soal Fisika. Gue anak IPS . Mana ngerti gue." Lana mematikan handphonenya. Memandang Revo yang menggaruk-garuk kepala saat melihat deretan soal dibuku cetaknya. Lana lihat belum ada satupun soal yang ditulis dan Revo selesaikan.
"Tapi kan lo masih ada belajar Fisika juga Lan. Bantuin dong." Kata Revo dengan nada merengek.
"Beda materi bego."
"Sama aja. Kan sama-sama anak SMA."
Lana memutar bola mata. Malas sebenarnya dia kalau sudah menyangkut pelajaran Fisika. Kurang paham. Kadang tugas Fisika saja Lana menyontek sama teman yang juara kelas.
"Lagian siapa suruh lo ambil jurusan IPA." Lana menyeret buku cetak Revo. Matanya melirik setiap bacaan yang ada. Ini benaran beda dengan materi yang Lana pelajari.
"Salah emang gue mau jadi ilmuwan?"
"Ilmuwan kepalamu botak." Lana memukul kepala cowok disampingnya itu dengan buku tulis. "Nilai Kimia lo aja mentok di 80. Untung-untung KKM 75."
"Bising lo. Tinggal bantuin gue doang malah bahas nilai. Kayak semua nilai lo diatas 95 aja."
Lana mendengus. Pacarnya yang satu ini memang menyebalkan. Untung Lana sayang. Jadi semenyebalkan apapun dia, Lana tidak pernah marah pada Revo.
Seketika Lana teringat sesuatu. 'Eh, David kan anak IPA juga.' Jika Lana meminta bantuan pada David, mungkin saja dia mau membantunya. Tidak mungkin David tidak tahu materi yang sedang Revo pelajari. Meski beda sekolah pasti materinya masih sama.
"Foto itu soal, nanti kirim ke gue. Gue ada kenalan anak IPA. Entar gue coba tanya sama dia."
Revo memeluk erat Lana. "Makasih. Lo emang pacar gue yang terbaik." Lalu, Revo mencium pipi gembul cewek tersebut.
**********
Lana memasuki ruang kelas David saat istirahat berlangsung. Di dalam ruangan tersebut hanya ada beberapa orang saja. Empat orang anak cowok yang sedang cerita-cerita di meja guru. Dua orang cewek yang lagi makan di sudut kelas. Dan David yang duduk santai di bangkunya.
Lana menghampiri meja David. Menepuk pelan permukaan meja. "Bisa bantuin gue?" David memindahkan atensinya dari novel yang dia baca.
"Apa?" Tanya David sambil menutup buku novel itu setelah melipat sudut halaman untuk memberikan tanda sampai dimana dia membacanya.
Lana mengeluarkan handphone. Membuka galeri dan menunjukkan soal yang Revo kirimkan tadi malam. "Lo ngerti gimana itu cara ngerjainnya?"
David melihat soal di handphone Lana. "Oh ini. Besok kami ulangan materi ini." Ujar David.
"Berarti lo ngerti, kan?" Wajah Lana berbinar senang saat David mengangguk. "Tolong dikerjain ya. Hitung-hitung bantu gue." Lana mencolek dagu David. Sandi yang melihat itu menyemburkan minumnya.
"Kurang ajar lo." Marah Erfan karena wajahnya terkena semburan Sandi. Erfan mengusap kasar wajahnya yang basah. 'Bau mulut Sandi dah ini wajah gue.' Batin Erfan.
Kemudian Lana keluar dari kelas David. David menyentuh dagunya. Dia teringat lagi pada Angelina. "Angel gak pernah gini." Bisiknya.
***
Silahkan vote, komen, dan kritiknya.By : riyanda_
Date : Kamis, 1 April 2021.
![](https://img.wattpad.com/cover/243341924-288-k265631.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
It's Better If I'm Alone (On Going)
Romance[Update Setiap Hari] [Jangan lupa follow dulu sebelum dibaca] Kehidupan bukanlah sesuatu yang bersifat kekal. Itulah yang tertanam didalam hatinya. Dia merupakan sosok misterius di sekolahnya. Dikenal sebagai lelaki yang penyendiri, diam, dan jarang...