BAB 15

23.5K 1.2K 28
                                    

Yang belum tambahin ke perpustakaan, tambahin gih. Hehehe, nanti bakalan rutin update bulan ramadhan. Kalian tenang saja ini nggak bakalan bikin puasa kalian batal kok. Karena memang target bulan ramadhan untuk cerita yang ini. Tapi sebelumnya jangan lupa follow akun ini juga, ya.

“Jana, kamu masak apa untuk makan malam kita?”

Renjana menggigit bibir bawahnya, sebenarnya ada hal yang ingin dia katakan pada Hanif. Yaitu mengenai telat datang bulan yang sudah lewat lebih dari satu bulan, Renjana berharap mengenai kehamilan. Tapi takut kalau ternyata itu hanyalah sebuah kesalahpahaman dan ternyata hanya telat biasa. Tapi Renjana takut mengatakannya pada Hanif.

“Hey, kok bengong?”

Renjana menoleh seketika, "Kamu bilang apa barusan?"

Hanif menggeleng lalu merapikan rambutnya Renjana. “Aku bilang, kamu masak apa buat makan malam kita? Aku pengen gulai kambing.”

“Pengen banget, ya? Kalau pengen banget biar aku cariin sekarang bahannya.”

“Kalau kamu nggak masak, kita makan di luar, sekalian cari gulai kambingnya. Nggak tahu aja aku pengen makan gulai malam ini.”

Renjana mangut tanpa protes apa pun pada Hanif. Dia juga tidak fokus ketika diajak bicara oleh Hanif. Ini sudah dia rasakan sejak beberapa hari lalu, Renjana juga baru sadar bahwa dia tidak pernah datang bulan lagi.

“Nanti pulang dari cari gulai, aku mau ke apotek bentar, ya. Ada yang ingin aku beli.”

“Ya udah, nanti kamu siap-siapa aja!” Hanif berlalu meninggalkannya sendirian di ruang tengah. Renjana juga sudah membaca artikel tentang kehamilan, gejala itu dia alami semua. Tapi ada pula gejala yang sama namun bukan hamil. Itu yang membuat Renjana takut cerita pada Hanif. Takut kalau dia memberikan harapan palsu pada suaminya.  Renjana bersandar pada sandaran sofa lalu melanjutkan membaca artikel yang lainnya. Yang jelas sekarang dia ingin membeli alat tes kehamilan sebelum dia memberitahukan pada Hanif.

“Sayang, sudah siap?”

Renjana menoleh ke sumber suara, melihat suaminya sudah siap untuk pergi dengannya mencari gulai kambing yang diidam-idamkan suaminya. Atau karena Hanif sedang ngidam? Yang dia baca juga tadi di dalam artikel itu mengatakan jika sang suami biasanya terlebih dahulu ngidam dibandingkan istri.

Yang paling penting sekarang Renjana harus diam terlebih dahulu sebelum dia memberitahukan kepada suaminya mengenai hal ini. Bisa saja ini hanyalah gejala biasa yang sering dialami perempuan.

Hanif penyayang, Hanif juga sangat baik hati. Apa pun yang diinginkan Renjana tidak pernah ditolaknya, Hanif punya komitmen yang kuat juga. Setiap rumah tangga pasti ada saja yang diperdebatkan, Renjana juga pernah bertengkar dengan Hanif. Yaitu ketika mereka berbeda pendapat mengenai kamar yang harus diisi dengan barang-barang apa saja. Dan akhirnya menjadi pertengkaran antara keduanya. Tapi Hanif tidak egois, malah Hanif yang meminta maaf kepada Renjana. Hanif bilang bahwa Renjana sudah menjadi tanggungjawabnya, jadi tidak ingin membuat Renjana bersedih.

“Pesan apa, Jana?”

Di daftar buku menu, Renjana malah tidak tertarik dengan beberapa makanan di sana. Nafsu makannya tiba-tiba saja hilang. Renjana merasa tidak ingin makan, tapi Hanif di sini. Pasti akan membuat suaminya kecewa kalau dia tidak makan. “Aku pesan nasi goreng aja gak apa-apa?”

“Nggak masalah asal kamu mau.”

Renjana memesan nasi goreng dengan minuman hanya air putih. “Jana, kamu nggak sakit kan?”

Renjana menggeleng begitu suaminya bertanya demikian setelah pelayan itu pergi usai mencatat pesanan mereka. Hanif benar-benar memesan gulai seperti yang dia inginkan. “Nafsu makan kamu kenapa jadi gini? Biasanya kamu paling senang diajak makan.”

HEARTACHETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang