PROLOG

728 62 0
                                    

~~~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

~~~

Gradak Gradak


"Permisi. Permisi"

Brak Brak Brak

Beberapa orang berbaju putih mendorong sebuah brangkar yang di atasnya terdapat seorang wanita tengah memegang perut besarnya dan terlihat sangat kesakitan.

Semua terihat panik, beberapa orang yang berjalan di lobi rumah sakit langsung menyingkir ketika mendengar suara rusuh dari beberapa orang perawat.

Wanita yang ingin melahirkan itu langsung dimasukkan ke dalam ruang persalinan untuk mendapatkan penanganan sebelum terlambat, agar ia dan anaknya dapat terselamatkan.

Para perawat langsung memasang beberapa alat medis serta mengecek keadaan sang ibu dengan sangat cepat. Setelah itu dokter langsung membantu wanita itu untuk melakukan persalinan.

"Ibu, Tarik nafas..Dorong.. " instruksi Dokter itu.

Wanita itu mengikuti instruksi sang Dokter "Huft... Aaagh" berulang kali wanita itu mencoba untuk mendorong sesuatu yang berada di dalam perutnya.

"Dorong lagi"

"Eeeugggg... Huft~ Huft~"

"Ayo bu Sedikit Lagi" Dokter itu masih mencoba untuk menyemangati sang wanita yang sebentar lagi akan menjadi ibu itu.

"Huft~ Eungggggghh...Huah"


Oekk~ Oekk~ Oekk~

Suara tangisan seorang bayi terdengar nyaring di salah satu ruang persalinan.

Terlihat disana 3 orang wanita berbaju hijau yang mengerubungi wanita muda itu tersenyum melihat sang Bayi lahir dengan selamat dan sehat.

Wanita yang merupakan ibu dari sang bayi merasa lega ketika anak yang dikandungnya telah lahir.

Ia kembali berbaring dengan mata yang ia pejamkan, merasa lelah karena tenaganya terkuras habis pasca melahirkan. Keringat bercucuran dari pelipis dan dahinya, dadanya naik turun karena mengatur nafas.

Sang dokter tersenyum sambil menggendong bayi tersebut, "selamat ibu, bayinya laki-laki. parasnya sangat tampan" ucap dokter tersebut memandang kepada bayi laki-laki yang berada pada gendongannya.

Namun, sang ibu tampak acuh dan tetap memejamkan matanya. Seakan-akan tidak peduli bahwa yang baru saja ia lahirkan dengan susah payah adalah putranya.

"saya akan membersihkan bayinya terlebih dahulu, atau ibu ingin melihatnya sebelum saya bersihkan?" tawar dokter itu berjalan mendekat ke arah wanita yang masih saja memejamkan matanya.

"Tidak. bawa pergi bayi itu" sarkas wanita tersebut.

Dokter itu mengangguk, kembali mundur ke tempat berdirinya semula, "baik bu. suster tolong bersihkan ibunya" titahnya pada salah satu suster, setelah itu pergi ke ruangan lain untuk membersihkan bayi tampan yang masih berwarna merah.

Selang beberapa menit.

Sang ibu yang telah dipindahkan ke ruang rawat biasa terlihat tengah melamun, menatap ke arah pintu dengan pandangan kosong. Entah apa yang sedang wanita itu pikirkan.

Bahkan ia tak sadar bahwa bayinya dan salah satu suster yang membantunya bersalin telah berada di samping ranjangnya sambil terus memanggil namanya sejak tadi.

"Bu, ibu..." tak ada jawaban dari sang ibu.

"ibu..." belum menyerah, suster itu terus saja memanggil ibu dari si bayi. "ibu Rosé.." akhirnya wanita yang dipanggil Rosé itu menoleh setelah sang suster memanggilnya sambil menggoyangkan lengan kurusnya.

Suster itu tersenyum, menyerahkan bayi laki-laki itu kepada Rosé, "bayinya sudah dibersihkan, silahkan ibu berikan ASI pertamanya. sekalian ibu bisa memberikan nama pada bayi ibu." jelas suster itu, setelah sang bayi berada pada gendongan ibunya.

"kalau gitu saya permisi" suster itu keluar dari ruang rawat Rosé. Meninggalkan wanita itu berdua bersama sang anak.

Rosé masih sedikit melamun, menatap ke arah pintu yang baru saja tertutup. Setelah itu pandangannya turun kepada bayi laki-laki yang kini berada pada gendongannya.

Tak ada ekspresi yang bisa digambarkan kala Rosé menatap sang bayi. Pandangannya datar, sorot matanya sangat redup.

Bahkan ia langsung menidurkan sang bayi di sebelahnya, terlihat enggan untuk menggendong sang bayi terlalu lama.

Ia tak memberi ASI nya setetespun pada sang anak. Memberi nama pun seperti tak ingin dia lakukan.

Rosé berbaring memunggungi sang anak, kembali melamun menatap ke arah jendela yang dihiasi langit biru dengan matahari yang bersinar cerah.

Sangat berbeda dengan keadaan Rosé yang terlihat kacau seperti tak memiliki semangat hidup, padahal dia baru saja melahirkan dan mendapatkan seorang putra yang tampan.

Berbeda dengan sang ibu, bayi itu nampak tenang, tak menangis sedikitpun walaupun sang ibu terlihat sangat tak menginginkan dirinya. Bahkan bayi itu tersenyum, seakan-akan ia senang telah dilahirkan dan akan hidup bahagia di dunia yang penuh kekejaman ini.

Namun, semuanya bergantung pada semesta.

Kita tak pernah tau bahwa semesta akan berpihak pada sang bayi atau mungkin sebaliknya. Kita hanya bisa berharap bahwa semesta akan memberikan keadilan kepada bayi laki-laki itu.

TBC~


©Arelia Jung_

KAK JI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang