Lily terus berjalan mondar-mandir di kamarnya. Kemudian ia berlari ke arah jendela, lalu kembali ke kamarnya dan berlari lagi ke arah jendela. Lily terus melakukan itu sebelum akhirnya nenek memintanya untuk berhenti.
Pada akhirnya, ia hanya bisa terpaku menatap jendela yang berembun akibat hujan. Berkali-kali jam dinding merubah arah jarumnya, langit tetap saja kelam. Ia tak punya alasan lagi untuk bermain air hujan karena hari ini sekolah libur.
Jangankan bermain, untuk keluar rumah pun sulit rasanya. Kecuali kalau Lily tidak punya rasa takut, barangkali dia akan menerobos hujan dan mengalami demam, lalu Hawk akan memulai kembali ceramahnya yang panjang lebar.
Lagipula hari ini kencangnya angin tak main-main, sampai-sampai kotak sampah dan potongan kayu yang datang entah dari mana beterbangan ke arah selatan.
Rasa dingin pun tak mau kalah ikut-ikut menyerang. Bahkan, jaket tebal yang dikenakan Lily tidak cukup untuk menghangatkan tubuhnya.
Sepertinya nenek sudah tidur. Sekarang Lily hanya seorang diri, kesepian dan kedinginan. Tidak ada Hawk. Tidak ada Noya.
Dalam benaknya, Lily bertanya-tanya apa yang sedang dilakukan temannya saat ini. Biasanya setiap akhir pekan mereka akan menangkap serangga di lahan kosong dekat pos perbatasan. Menyenangkan sekali rasanya ketika ia berhasil menangkap makhluk hijau yang melompat dengan cepat itu hanya dengan menggunakan kedua tangannya. Biasanya orang dewasa saja melakukannya dengan menggunakan bantuan jaring.
Para orang dewasa di distrik 10 sering kali menangkap serangga untuk dijadikan santapan. Awalnya Lily merasa jijik, tapi setelah dipaksa mencobanya beberapa kali, lidahnya menjadi semakin terbiasa. Lagipula rasanya memang tidak buruk.
Suatu hari Lily dan Noya menangkap banyak sekali serangga dan mengurung makhluk-makhluk kecil itu di dalam sebuah kotak kardus. Namun, esoknya serangga-serangga itu mati tak tersisa. Hawk menasihatinya karena tidak melubangi kotak itu.
“Mereka tidak mendapatkan cukup udara untuk bernapas.” Katanya.
Mengingat kalimat itu membuat Lily merindukan Hawk. Padahal Hawk hanya akan pergi sampai matahari terbenam. Hawk bilang ia harus melakukan persiapan untuk minggu depan. Setelah itu, mungkin Hawk juga akan menemui Melissa. Lily juga amat merindukan Melissa. Sudah satu bulan sejak terakhir kali mereka bertemu.
Melissa tak pernah bosan bermain dengan Lily. Mereka seringkali menangkap serangga bersama-sama. Orang-orang di daerah ini dan sebagian warga dari distrik 10 juga mengenalnya dengan baik. Melissa selalu membantu siapapun tanpa memedulikan kalau orang yang ditolongnya adalah masyarakat kelas bawah.
Lily menghela napas panjang sambil menatap pantulan wajah cemberutnya di kaca jendela.
“Sampai kapan kau mau berdiri disitu? Kemarilah, nenek sudah menyiapkan camilan untukmu.” Nenek tidak tidur. Lily menyesali dirinya sendiri yang bahkan tidak mengetahui apa yang nenek lakukan.
Aroma kue yang baru saja keluar dari pemanggangan membuat Lily sedikit lebih bersemangat. Serta aroma khas kayu bakar ketika nenek mulai menyalakan perapian membuatnya merasa lebih tenang.
“Boleh aku memakannya saat Hawk sudah pulang?” Tanya Lily agak ragu, takut-takut kalau nenek akan kecewa.
“Tentu saja. Tapi tak masalah kalau mau memakannya sekarang. Nenek sudah menyiapkan kue untuk dimakan setelah Hawk pulang.”
Mendadak wajah cemberut Lily berubah menjadi sumringah. Ia memakan kue-kue kering kecokelatan itu dengan sangat lahap serta menghabiskan susu hangatnya hanya dalam sekali tegukan.
Hari yang sangat jarang terjadi ketika akhirnya ia bisa merasakan rasa minuman putih penuh kalsium ini di lidahnya. Hawk baru bisa membawakannya susu ketika ia pergi ke kota –sekitar satu kali dalam sebulan, sehingga Lily harus menghemat susunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sky Cruiser : After Apocalypse
Science FictionSembilan puluh delapan persen teknologi yang pernah dibuat manusia telah musnah, termasuk kendaraan laut dan kendaraan terbang yang sekarang hanyalah sebuah dongeng yang dikisahkan guru sejarah. Manusia menjadi makhluk bumi yang langka. Semuanya ter...