“Silakan perlihatkan tiketnya, pak.” Pinta seorang petugas stasiun.
Setelah menunjukan tiket menuju ke distrik 7, aku harus menunggu sekitar lima belas menit sampai keretanya datang.
Stasiun di distrik 9 lebih kecil dibandingkan stasiun di distrik-distrik lainnya. Bukan hanya karena bangunannya yang berukuran kecil, jalur yang tersedia pun hanya ada satu karena stasiun ini menjadi stasiun terakhir di wilayah utara. Lagipula tidak banyak orang yang mau keluar masuk distrik 9.
Berbeda halnya dengan distrik 6 atau distrik 8, di sana ramai oleh pedagang yang datang dari Kota sehingga kedua distrik tersebut dikenal sebagai distrik dagang. Stasiun di kedua distrik tersebut selalu sesak setiap harinya.
Sedangkan distrik 7 baru-baru ini menjadi ramai setelah diberitakan menjadi tempat persinggahan Sky Cruiser. Tidak ada yang menyangka bahwa distrik setengah runtuh dengan banyak sekali daerah terbengkalai itu akan menjadi pusat perhatian banyak orang. Kudengar beberapa warga bahkan memanfaatkannya dengan mendirikan pasar-pasar dadakan. Orang-orang dari distrik 7 memang dikenal dengan kreatifitasnya.
Saat pulang nanti aku berencana untuk membelikan anak-anak boneka kayu buatan pengrajin, atau mungkin miniatur-miniatur bangunan kota yang dibuat dari limbah-limbah kertas.
Dari jauh aku bisa melihat kepulan asap hitam keluar dari bagian depan lokomotif. Sekilas benda itu seperti sedang menciptakan awan hitam yang siap menurunkan badai. Kendaraan dengan tenaga yang kurang efisien seperti kereta api benar-benar membuat udara menjadi tercemar polusi. Aku ingin tahu, apakah Sky Cruiser akan menghasilkan polusi yang lebih parah, mengingat kendaraan sebesar itu pasti membutuhkan banyak sekali bahan bakar.
Petugas segera menyerukan agar penumpang bersiap-siap di peron sebelah kanan. Saat kereta tiba, hanya ada sedikit sekali penumpang yang turun sehingga aku tidak perlu repot-repot mengantri di pintu masuk gerbong. Pemandangan seperti ini tidaklah aneh bagi kami. Tidak banyak orang yang ingin tinggal di distrik 9 dan distrik 10, kecuali kalau mereka punya keinginan untuk mati kedinginan.
Di wilayah utara seperti distrik 9 dan distrik 10, musim panas tidak sepanas yang diperkirakan sedangkan suhu musim dingin bahkan sanggup membuat kereta api berhenti beroperasi. Badai musim dingin adalah bencana terburuk sepanjang tahun. Dan bagusnya, badai itu hanya menyerang wilayah utara.
Ada satu hal yang membuat siapa pun akan bersyukur tinggal di tempat ini. Kendati seringkali diterpa badai dan suhu ekstrem, kami tidak pernah mengalami banjir bandang karena kontur tanahnya lebih tinggi dibandingkan wilayah lain.
“Biar kubawakan tasmu, pak.” tawar seorang petugas kereta api saat melihatku membawa sebuah tas berukuran sedang.
“Tidak perlu,” kataku, mencoba sesopan mungkin pada pria yang sepertinya seumuran denganku itu. “Tas ini tidak perlu bagasi khusus.”
Petugas itu mengangguk dan membungkukan setengah badannya. “Baik, pak. Selamat menikmati perjalanan anda.” Ia lalu menghilang di balik gerbong.
Kursi yang seharusnya aku tempati berada di bagian tengah, tapi tampaknya seseorang yang tak dikenal sudah mendudukinya. Anak itu terkejut ketika melihatku datang. Ia terkesiap, segera berdiri dan mengelap bekas dudukannya tadi dengan menggunakan tangannya sendiri.
“Tolong maafkan kelancanganku, tuan.” ucapnya.
Aku memerhatikannya sekilas, usianya mungkin setara murid sekolah umum tahun ke tujuh. Ia menggunakan mantel hijau kusam dan tidak memakai sepatu sama sekali, sehingga menampakkan sisa-sisa lumpur hitam yang terjerat di celah kuku-kuku kakinya. Wajahnya tampak tak familiar: hidung mancung, dan mata hijau seperti bola kaca. Tidak banyak orang yang memiliki mata semengilat itu di daerah utara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sky Cruiser : After Apocalypse
Science FictionSembilan puluh delapan persen teknologi yang pernah dibuat manusia telah musnah, termasuk kendaraan laut dan kendaraan terbang yang sekarang hanyalah sebuah dongeng yang dikisahkan guru sejarah. Manusia menjadi makhluk bumi yang langka. Semuanya ter...