Sekitar lima jam lamanya mereka berjalan memutar melewati hutan, menuruni jurang setinggi lebih dari lima puluh meter. Melalui bebatuan terjal, tanah yang setengah basah, melewati akar-akar liar yang berukuran raksasa, hingga akhirnya berhasil sampai di sebuah sungai kecil yang perairannya dangkal.
Perjalanan itu terdengar lancar-lancar saja memang. Tapi tak ada yang lebih mengerikan dibandingkan alam liar yang benar-benar asing. Bunyi kicauan burung yang beragam terdengar di sepanjang jalan. Keberadaan mereka begitu tersembunyi sehingga menimbulkan rasa gelisah di benak. Monyet-monyet berwajah merah yang bergelantungan lincah memandangi mereka dengan aneh. Gigitan nyamuk-nyamuk berukuran tak biasa begitu membuat kulit gatal dan bengkak-bengkak.
Tapi yang jauh lebih mengerikan adalah keluhan-keluhan nyaring yang keluar dari mulut orang-orang ini. Suara mereka sanggup mengalahkan kengerian auman kucing liar yang terdengar samar, sampai-sampai merinding dibuatnya.
Semua ini berkat Carlax mereka bisa selamat.
Sky Cruiser berada di sana, dengan posisi yang miring karena sayap kirinya tertindih longsoran batu. Sebagian tubuhnya menutupi aliran sungai yang tidak deras ini. Namun kulit hitamnya tak terluka sedikitpun, masih mengeluarkan pesona yang indah.
Mr. Robert terduduk di sisi sungai, bersama seorang pria dengan seragam pilot yang kini warna putihnya tak lagi bersih. Perut Mr. Robert penuh dengan lilitan kain kasa yang berwarna hampir kemerahan. Sedangkan tangan kanannya yang mengalami patah tulang harus diikat dengan kain gelap. Wajahnya lesu, juga ada kesedihan yang samar-samar.
***
“Oh, kalian selamat rupanya.” katanya tanpa mau repot-repot memberikan sambutan.
“Apa yang terjadi padamu?” Pria koki tak sabaran, panik ketika melihat bosnya terluka.
Mr. Robert bergidik sebisanya. “Seperti yang kau lihat, aku terbanting di dalam Sky Cruiser. Lenganku patah dan perutku tertusuk pecahan kaca.”
Mr. Robert sedang merasakan sebuah kejengkelan terhadap dirinya sendiri. Kalau saja lampu gantung itu tak ada, perutnya akan baik-baik saja. Tadinya lampu gantung itu akan dia gunakan sebagai bukti bahwa Sky Cruiser dapat terbang dengan stabil. Tapi siapa yang tahu kalau lampu sialan itu malah membawa bencana untuknya.
“Tolong perintahkan orang-orang itu agar segera menjauh dariku.” ujarnya sambil menunjuk pada sekelompok orang-orang yang sudah susah payah turun dari atas sana.
Kraai –pria koki, hanya memberi isyarat dari jauh yang mereka terima dengan bingung.
Venus terdiam dalam duduknya yang aneh. Sebelah kakinya menyila sedangkan kaki satunya terkulai karena baru saja mengalami patah tulang. Tatapannya kosong. Suara Kraai yang setengah berteriak pun tak sanggup membawanya kembali pada kenyataan.
“Di mana Mars?” tanya Kraai.
Kedua orang ini tak mau menjawab, pertanyaan Kraai hanya dianggapnya sebagai angin lalu.
“Dia mati.”
Cara Venus menjawab dengan nada datar malah membuat Kraai mendadak tegang. Dadanya mendadak ngilu.
Selepas mengatakan itu, mata Venus memancarkan sebuah keputus asaan, juga kesedihan yang mendalam. Kraai beralih pandang pada Mr. Robert yang sama putus asanya dengan Venus.
Mr. Robert tidak pernah sekalipun meragukan Mars. Dan berkat penerbang keras kepala itu pula mereka semua masih bisa hidup.
Nama Mars begitu membekas di hati siapa pun yang pernah mengenalnya. Dia pria yang teramat baik perangainya, selalu ramah pada orang-orang yang pernah ditemuinya tanpa terkecuali. Dia tak pernah menebar benci, apalagi berkata kasar. Semua orang akan betah berlama-lama berbincang dengannya. Tak akan ada yang mengajukan keberatan jika harus dikurung di sebuah ruangan dengan hanya berdua bersama pria yang bernama Mars itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sky Cruiser : After Apocalypse
Science FictionSembilan puluh delapan persen teknologi yang pernah dibuat manusia telah musnah, termasuk kendaraan laut dan kendaraan terbang yang sekarang hanyalah sebuah dongeng yang dikisahkan guru sejarah. Manusia menjadi makhluk bumi yang langka. Semuanya ter...