"Lo mau beli apa? Gue anter."
Penawaran seperti itu tiba-tiba terdengar dengan sangat enteng di telinga Elang dan Raihan. Ini adalah penawaran yang Satya keluarkan untuk orang-orang tertentu. Bahkan Liora— kakak kelas yang menjadi primadona sekolah pun tidak pernah mendapatkan penawaran itu, sekalipun Liora merengek Satya tidak pernah mengizinkannya.
"Iya aja udah Mel, jarang-jarang tuh si bangsat. Seinget gue ini motor nggak pernah ditumpangin cewek lain selain ibunya," seloroh Elang.
"Nggak, deh. Gue bisa sendiri, tinggal kasih tahu aja alamatnya dimana." Melodi lagi-lagi menolak.
"Mau hujan Mel, lo nggak pernah bawa payung juga, mana bus daritadi belum lewat," sahut Najia.
"Udah bareng aja, Mel," ujar Kalista mendukung perbincangan mereka.
"Nggak mau, Kal, Naj. Gue, kan, gak kenal."
"Cepetan Mel, ini si hitam jarang-jarang bawa cewek lain," ujar Raihan sembari menepuk-nepuk jok belakang motor Satya.
Mereka semua membawa motor, Elang pakai motor beat berwarna putih, Raihan memakai motor scoopy warna hitam dan Satya memakai motor vespa matic berwarna hitam.
Melodi tampak menimbang-nimbang tawaran Satya, di satu sisi ia memang ingin pergi ke sana, sendirian pun bisa, tapi di sisi lain langit yang semula cerah tiba-tiba mendung. Biasanya jika pagi-pagi matahari sangat cerah, siang atau sorenya akan terjadi hujan lebat. Satya masih tetap setia menunggu jawaban Melodi di motor kesayangannya.
"Mau nggak? Udah gerimis," kata Satya menawarkan jasa antarnya untuk yang kedua kali.
"Mel, gue udah di jemput abang, tuh." Najia mengarahkan dagunya ke seberang jalan.
"Sat, gue duluan, si Ashillah udah minta jemput terus," pamit Elang pada Satya yang diberi anggukan dan tos ala-ala.
"Mel gue juga duluan ya? Drivernya udah sampe," ucap Kalista ikut-ikutan pamit.
"Iya hati-hati, Kal, Naj," sahut Melodi singkat.
"Han nggak balik?" tanya Satya pada Raihan.
Raihan yang ditodong pertanyaan seperti itu jadi gelagapan sendiri. Ia jadi punya asumsi lain pada Satya, padahal Satya hanya bertanya hal sederhana tapi itu bisa menimbulkan keheranan pada sebagian orang.
"Balik lah, ngapain juga jadi kuncen sekolah," jawab Raihan seraya menyalakan motornya.
Kini hanya menyisakan dua orang yang masih diam di tempatnya masing-masing. Yang satu tetap bersikeras pada pendiriannya yang enggan untuk diantar dan yang satu tetap setia menunggu jawabannya.
"Jadi gimana, Mel? Ini mumpung masih gerimis. Kalau nggak mau, gue kasih alamatnya dan gue tungguin sampai ada bus di halte. Kalau mau ya ayo sekarang gue anter, hitung-hitung permintaan maaf gue aja soal kepala lo," ucap Satya lagi.
Melodi masih diam di tempatnya. Ia juga aneh kenapa dirinya jadi kalang kabut seperti ini.
"Naik, Mel. Gue nggak tega ninggalin cewek sendirian."
Melodi menatap Satya bingung.
Satya mengeluarkan ponsel dari saku celana sekolahnya. "Nih, pegang hp gue kalau lo takut gue jahat, password-nya 071979."
Melodi menatap Satya ragu sebelum akhirnya ia memutuskan untuk menerima ajakan Satya. Bukan karena Melodi senang ditawari oleh cowok cakep, tapi Melodi tidak enak hati karena cowok itu sudah menawari mengantar dirinya sebanyak tiga kali, belum lagi ia memberikan ponselnya pada Melodi.
"Nggak usah. Pegang aja sama lo."
Melodi duduk di jok belakang motor milik Satya. Baru kali ini ia diantar oleh seorang cowok. Seingat Melodi terakhir kali ia diantar dan dijemput oleh temannya pada saat SMP, itu juga kayak di ajak mati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sandyakala
Подростковая литератураSandyakala diambil dari Bahasa Sansekerta yang berarti gurat merah di langit senja. Cerita sederhana yang mengisahkan seorang perempuan yang sangat membenci senja. Ia benci dengan segala hal yang berkaitan dengan senja. Bertanya soal senja, membaha...