Tidak terasa hari ini sudah memasuki hari Senin lagi. Melodi membongkar seluruh isi tasnya. Upacara bendera akan segera dimulai dan celakanya dia lupa membawa topi sekolahnya. Padahal, tadi pagi Melodi merasa sudah menyiapkan semuanya, tapi mengapa topi itu tidak ada di tasnya.
Ini kali pertama Melodi tidak membawa topinya. Dan jika sudah seperti ini dengan sangat terpaksa ia harus rela dihukum berdiri di samping tiang bendera saat upacara berlangsung. Melodi kesal setengah mati dengan dirinya sendiri, kenapa ia bisa-bisanya ceroboh seperti ini. Prestasi yang membawa namanya cukup besar di sekolah ternyata tidak bisa ia pakai untuk bolos upacara. Saat seperti sekarang, prestasi itu justru membuat Melodi berat akan status yang disandangnya.
Pertama, Melodi harus siap malu di depan seluruh warga sekolah. Kedua, Melodi harus rela dihukum membersihkan toilet dan tidak ikut belajar sampai bel istirahat berbunyi. Ketiga, Melodi harus mau dimarahi guru-guru piket yang memandang sama rata bahwa semua murid yang tidak mematuhi aturan sekolah adalah siswa nakal.
Padahal, kan, Melodi baru satu kali.
Ah! Sungguh, sial.
Sudah terlambat masuk gerbang, ditinggal Kalista dan Najia, tidak membawa topi sekolah lagi. Sungguh Senin yang indah.
"Melodi, cepetan, upacara udah mau dimulai. Sebagian guru yang lain udah mulai patroli keliling kelas," teriak Samuel sang ketua kelas dari ambang pintu.
Melodi hanya bisa mengangguk mendengar ucapan Samuel.
Akhirnya Melodi berjalan pasrah menuju lapangan upacara, namun, belum sampai di lapangan ia merasa ada seseorang yang memasangkan topi di atas kepalanya dari belakang.
Melodi pun menoleh dan ia terkejut bagaimana bisa manusia satu ini begitu baik padanya.
Jujur. Untuk kali ini, Melodi harus mengakui bahwa Satya itu baik.
"Pakai aja. Hari ini panas," ujar Satya dengan alis yang berkerut dan mata yang menyipit karena sinar matahari.
"Terus lo gimana?" Walaupun begini, Melodi jadi tidak enak hati.
"Gampang. Pura-pura pingsan aja," kekeh Satya.
"Nggak, deh, gue nggak apa-apa. Ini topinya pakai aja." Melodi ingin melepas topinya tetapi tangan Satya menahannya.
"Bu Yani kalau udah marah-marah sama siswa yang nggak mematuhi aturan nggak pandang bulu, Mel. Mereka yang nggak sengaja melanggar pun pasti kena, nggak ada toleran sama sekali. Lo siswa berprestasi, nggak mungkin jadi tontonan gratis anak-anak."
Melodi terdiam. Memang benar, ibu kesiswaan yang satu itu sangatlah kejam terhadap siswa-siswinya. Sama seperti Bu Maryati, solmetnya. Walaupun siswa yang dia razia baru sekali melanggar aturan sekolah tetap saja tidak ada toleran, meski berprestasi pun tidak diberi maaf.
"Kok jadi bengong? Udah sana, Mel. Gue juga mau ke barisan," kata Satya sembari membalikkan tubuh Melodi.
"Makasih dan maaf, ya, gue selalu ngerepotin lo," ucap Melodi merasa bersalah.
Satya tersenyum tulus. "Untungnya gue seneng kalau di repotin lo."
Setelah mendapatkan topi dari Satya, Melodi bergegas berjalan menuju barisan kelasnya. Dan berdiri menyalip diantara Kalista dan Najia.
"Lo dari mana, sih?" Kalista mencolek lengan Melodi.
"Kelas, lah, lo pikir darimana?"
Kalista berdecak, selalu seperti itu.
"Telat. Lo telat, tumben banget?" Najia bertanya juga.
"Oh. Tadi lama nunggu busnya."
Tidak ada lagi yang bersuara ketika Bu Laras sudah berdiri di mimbar dan meminta semuanya untuk diam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sandyakala
Teen FictionSandyakala diambil dari Bahasa Sansekerta yang berarti gurat merah di langit senja. Cerita sederhana yang mengisahkan seorang perempuan yang sangat membenci senja. Ia benci dengan segala hal yang berkaitan dengan senja. Bertanya soal senja, membaha...