16 | Miniso dan Kedai Es Krim

39 10 4
                                    

Melodi dan Satya sudah sampai di sebuah Outlet Miniso yang menjual berbagai macam barang anak remaja. Sebelum berangkat ke sini, seperti biasanya, kalau tidak bertengkar dulu rasanya ada yang aneh. Dan entah Satya mempunyai kekuatan apa sampai-sampai Melodi mau mengiyakan ajakannya.

"Mel, ini bagus, nih," ucap Satya sembari memperlihatkan dua ikat rambut yang ia pegang.

"Atau ini, Mel, yang suka cewek-cewek pake di tangan, apa tuh namanya unchies unchies," ucapnya lagi.

"Scrunchies bego," jawab Melodi tanpa melirik Satya.

"Kalau yang ini gimana, Mel? Bagus."

Melodi melirik Satya dengan kejam, sudah tiba-tiba memaksa pergi membeli ikat rambut, sekarang setelah sampai di tokonya ia terus-menerus menawari Melodi ikat rambut. Padahal, kan, Melodi bisa sendiri.

"Rambut lo tuh iket!"

"Ya udah, beli satu," jawab Satya polos.

Begini, nih, jadinya kalau dua manusia yang sama-sama memiliki kepribadian nekat disatukan.

"Mel, cepet ih, lama banget kayak cewek," ujar Satya lagi dan seperti biasa dengan kata-kata menjengkelkannya.

"Mulut lo tuh lama-lama gue sumpel, Sat!"

"Lo kalau sama gue ngambekan mulu, Mel."

"Mana, mana yang mau lo beli? Gue mau bayar." Melodi mengadahkan telapak tangannya, meminta barang yang tadi akan Satya beli.

"Gue aja yang bayar."

"Nggak usah sok-sokan, duit dari orang tua juga," sindir Melodi yang memang benar pada kenyatannya.

"Rahang lo gampang banget ya."

Melodi tidak mengindahkan lagi perkataan Satya, ia mengambil saja ikat rambut berwarna hitam polos. Serba salah, kalau tidak dibelikan nanti Melodi juga yang repot.

Setelah selesai melakukan pembayaran di kasir, Melodi menghampiri Satya yang tengah berdiri di depan outlet miniso ini.

"Punya lo, baiknya, sih, mending di potong daripada di iket, kayak anak alay," kata Melodi seraya memberikan ikat rambut Satya.

"Bawel lo, kayak Ibu gue."

"Terserah lo, Sat, terserah." Melodi frustasi sendiri menghadapi cowok modelan Satya.

Kalau dilihat-lihat, Satya cuma kalem di luar. Aslinya, bikin istigfar setiap saat.

"Suka eskrim nggak?" tanya Satya.

"Ngapain pake acara nanya segala?"

"Lo itu, Mel, kalau ditanya ya jawab sesuai pertanyaannya aja."

"Gue mau pulang, Sat, gue berdiri sama lo di sini aja udah buang-buang waktu tahu nggak?" Melodi menyilangkan kedua tangannya.

"Gue berasa lagi jalan sama artis yang banyak jadwal."

"Lagian siapa yang ngajak jalan?"

"Iya, iya, gue Mel, gue. Ya udah mampir dulu ke kedai eskrim, langitnya lagi bagus, sayang kalau dilewatin gitu aja." Satya akhirnya menyerah dengan Melodi, mau sekeras apapun ia mempertahankan argumennya, Melodi selalu menang.

"Lo aja. Gue gak suka senja."

"Jangan dilihat senjanya, makan aja eskrimnya."

"Nggak, deh, males."

"Sebentar doang, Mel."

Melodi tampak menimang-nimang ajakan Satya, lalu ia berpikir kembali kapan terakhir kali ia makan eskrim. Tapi, sepertinya Melodi sudah lama tidak makan eskrim. Terakhir ia memakannya ketika ajaran baru di sekolah akan dimulai.

SandyakalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang