Minggu pagi ini Melodi akan berangkat menuju Rumah Cinta Kasih di daerah Cilandak. Kemarin, Melodi memutuskan untuk pulang ke rumah setelah menginap sehari di rumah Bibinya. Padahal Gianina meminta Melodi untuk menginap sehari lagi di sana dan hari Minggunya diantarkan ke Rumah Cinta Kasih. Tetapi Melodi menolak, ia tidak ingin merepotkan orang lain.
Melodi menyiapkan beberapa makanan khusus untuk adiknya dan makanan lain untuk teman-teman adiknya di sana. Gianina juga menitipkan beberapa baju baru yang sengaja ia beli untuk Arumi.
Sebelum pergi meninggalkan rumah Melodi menatap foto Mamanya yang sengaja ia simpan di meja belajar. Di dalam bingkai foto tersebut Melodi dapat melihat Mamanya yang sedang tersenyum bahagia pada kamera. Matanya berbinar senyumannya pun begitu indah, seperti tidak memiliki beban apapun dalam hidupnya. Matanya berganti melirik foto di sebelahnya. Foto ia dengan Mamanya. Ketika Melodi ulang tahun.
Setiap kali Melodi melihat foto tersebut entah mengapa hatinya selalu berdesir senang sekaligus sedih dalam satu waktu. Inilah alasan Melodi menyukai foto, sebab foto tidak pernah berubah meski sosok di dalamnya telah pergi.
Tanpa Melodi sadari air matanya luruh dari ujung matanya. Melodi yang menyadari hal itu cepat-cepat mengusapnya dengan punggung tangan, ia tidak mau terlihat menyedihkan di depan adiknya.
Setelah memeriksa isi tasnya sekali lagi Melodi langsung pergi dari rumah menuju halte bus karena jam segini adalah bus pertama yang akan datang dan jika sekarang Ia tertinggal maka Melodi harus menunggu lagi sampai nanti jam 12 siang.
☁️☁️☁️
"Bu, hari ini Satya ke tempat biasa, ya?" tanya Satya yang baru saja turun dari kamarnya.
"Sarapan dulu, Satya." Luna yang baru saja beres memasak menyuruh putra sulungnya untuk sarapan lebih dulu.
"Nggak ah, nanti aja di sana, bareng-bareng." Meskipun menolak Satya tetap mencicipi masakanya Ibunya terlebih dahulu.
"Sendiri lagi, bang?" Rehana- adik perempuan kesayangan Satya terkekeh kecil karena ucapannya sendiri.
"Kalau sendiri aja mampu ngapain harus berdua," jawab Satya dengan nada angkuh.
Rehana memasang muka jijik pada kakaknya, "Cailah. Kemarin aja udah bawa makanan dari cewek."
"Eh iya, Sat, siapa kemarin teman kamu yang beli makanan itu?" Luna bertanya soal Melodi, Satya tahu itu.
"Melodi, bu."
"Cantik, ya, namanya. Pasti orangnya ramah, anggun-anggun gitu, ya, Sat?" tanya Luna sembari membayangkan paras Melodi dengan halusinasinya sendiri.
Satya yang mendengar ucapan Ibunya itu langsung menggeleng cepat, "Boro-boro, bu. Satya sama Melodi aja lebih galak Melodi."
Luna tertawa mendengar jawaban putranya, "Kamu pasti bohong. Ibu nggak percaya."
"Eh, masa nggak percaya sama anaknya sendiri, bu?"
Luna menggelengkan kepalanya. "Nggak, kalau belum ada pembuktian Ibu nggak akan percaya."
"Ah dasar Ibu. Ya udah, Satya pergi dulu ya, bu? Takut keburu siang," kata Satya seraya berdiri dari duduknya.
"Ehh tunggu-tunggu, ini bawain bolu cokelat buat Melodi. Bolu buatan ibu. Semoga Melodi suka," ucap Luna sembari mengambil tupperware dari dapur dan memasukkan beberapa potong bolu cokelat.
Satya terkejut mendengar perkataan Ibunya. Dia dengan Melodi, kan, tidak dekat. Satya tahu rumahnya saja tidak. Mana sudah lewat satu hari. Memang Melodi masih di rumah neneknya?
"Ibu cantik, Satya nggak tahu rumah Melodi," kelit Satya berharap Luna membatalkan niatnya.
"Loh? Terus kemarin Melodi pulang sama siapa? Nggak kamu anterin? Kamu ini gimana, kan, Ibu sudah bilang kalau perempuan pergi sendiri itu nggak baik," papar Luna tak mengerti dengan sikap anaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sandyakala
JugendliteraturSandyakala diambil dari Bahasa Sansekerta yang berarti gurat merah di langit senja. Cerita sederhana yang mengisahkan seorang perempuan yang sangat membenci senja. Ia benci dengan segala hal yang berkaitan dengan senja. Bertanya soal senja, membaha...