12 | Kenapa Harus Ada Pertanyaan?

54 13 0
                                    

'Kenapa, ya, senja di langit selalu indah saat kita bersama?'

☁️☁️☁️

"Satya, ini bukan arah jalan pulang ke rumah gue," cetus Melodi.

Tidak ada jawaban yang keluar dari bibir seseorang yang bernama Satya tersebut.

"Satya, lo mau bawa gue kemana, sih?!"

"Aduh! Nggak getok-getok helm gue juga dong!" protes Satya tidak terima.

"Turunin gue!"

"Kalau gue anterin lo dulu, ini bunga keburu jelek," jawabnya tidak merasa bersalah karena telah membawa Melodi pergi tanpa izin.

Melodi tidak mau menjawab lagi, ia tak habis pikir kenapa ia harus bertemu manusia menyebalkan seperti Satya? Manusia yang tidak pernah ia sangka akan menjadi temannya. Bahkan, dulu, Melodi kenal dengan dia pun tidak.

"Mel, tadi gue lihat lo lagi nulis sesuatu di buku. Itu buku apa?" tanya Satya saat di stopan lampu merah.

"Kepo, lo."

"Nggak, juga, sih. Penasaran aja, warna bukunya unik."

"Unik gimana?"

"Warnanya keren, biru tua, kayak cowok. Memang nggak ada warna lain, Mel? Merah muda gitu misalnya."

"Ya, ada. Cuma nggak suka."

"Nih, ya, Mel. Menurut filosofi, warna biru digunakan secara luas untuk mewakili ketenangan dan tanggung jawab. Biru muda bisa menyegarkan dan ramah. Biru tua lebih kuat dan dapat diandalkan."

"Dan menurut psikologi, warna ini menggambarkan perasaan ketenangan atau ketenangan pikiran. Hal itu sering digambarkan sebagai kedamaian, ketenangan, keamanan, dan ketertiban. Biru sering dilihat sebagai tanda stabilitas dan keandalan. Biru juga bisa menimbulkan perasaan sedih atau menyendiri. Coba perhatiin lukisan yang dibuat oleh Picasso selama periode biru, bisa tampak begitu kesepian atau sedih."

"Tahu darimana? Lo pakar warna?" kilah Melodi.

Jauh di dalam lubuk hatinya ia membenarkan apa yang disebutkan oleh Satya. Tapi Melodi tidak menunjukkannya bahwa warna yang ia pilih benar adanya dengan suasana yang ia rasakan.

Tidak terasa bahwa keduanya telah sampai di sebuah pekarangan rumah dengan pagar berwarna putih. Dibandingkan dengan rumah Melodi, ukuran rumah ini lebih besar dari miliknya. Melihat pekarangan rumahnya yang penuh dengan bunga membuat Melodi deja vu akan tanaman-tanaman yang Mamanya miliki.

Ketika memasuki ruang tamu rumah Satya, Melodi dapat melihat foto keluarga yang terpampang besar di dinding rumahnya. Hati Melodi tersayat ketika mengingat ia juga mempunyai foto keluarga yang seperti itu, namun, bedanya senyum yang terlihat di foto milik Melodi hanyalah senyum palsu. Kepalsuan akan kehidupan keluarganya.

"Melodi? Oh jadi ini perempuan yang suka Satya ceritakan sama Ibu." Melodi terkejut karena Ibunya Satya tiba-tiba menghampiri dan mengajaknya berbicara.

"Eh? T-tante? Hehehe," ujar Melodi salah tingkah.

Tunggu ... Tadi Ibu Satya bilang apa? Satya suka menceritakan dirinya? Ah, masa, sih?

"Panggil Ibu aja," katanya lagi dengan lembut.

"Lo mau minum gak?" tanya Satya sambil duduk di hadapan Melodi.

"Satya, jangan kasar sama perempuan, Ibu nggak suka," ujar Luna menegur putranya.

"Ibu ... kan, Satya cuma bilang lo, nggak bilang yang lain." Satya membenarkan posisi duduknya.

SandyakalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang