Selamat membaca❤
Jangan lupa vote dan komen ya. Terimakasih.***
Raja siang mulai keluar dari ufuk timur. Suara kicauan burung serta suara ayam berkokok mulai membangungkan seluruh anak adam untuk melakukan aktivitas rutinnya. Mereka menyambut pagi yang baru dengan semangat yang baru juga. Namun hal itu tidak berlaku bagi Ara. Semua hari-harinya terasa sama, tidak ada yang berbeda. Kehilangan orang-orang tersayang sangat menyakitkan baginya.
Saat ini Ara tengah menatap ramainya jalanan ibukota dari balik kaca ruang rawatnya yang berada di lantai tiga. Hiruk pikuk ibukota serta suara kendaraan yang berlalu lalang sudah menjadi hal biasa.
Suara decitan pintu membuyarkan lamunan Ara. Terlihat Zayn datang bersama Leya yang membawa ransel kecil. Kebetulan sekarang weekend jadi mereka bisa datang pagi-pagi menjenguk Ara.
"Gimana keadaan lo Ra? Kok bisa sampai pingsan? Pasti lo nggak makan terus kan selama beberapa hari? Jangan siksa diri lo sendiri Ra. Kalau lo sakit gue juga ikut sakit." Zayn terus melontarkan beberapa pertanyaan membuat senyum Ara mengembang saat ini.
Tak terkecuali dengan Leya, dia menatap sendu Zayn yang terlihat sangat khawatir kepada Ara, sahabatnya. Lagi dan lagi Leya hanya bisa menelan pil pahit. Pada kenyataannya Zayn hanya akan mencintai Ara, bukan dirinya.
Leya memilih menyibukkan diri memindah semua pakaian Ara ke dalam lemari kecil di sudut ruangan.
"Satu-satu dong kalau tanya. Gue jadi bingung kan mau jawab yang mana dulu" protes Ara.
"Kan gue khawatir sama lo Ra"
"Uluh uluh yang khawatir sama gue, sini sini peluk. Gue kangen banget sama lo tau" Ara melebarkan tangannya menyambut pelukan Zayn.
Leya hanya tersenyum miris melihat dua sejoli yang masih sibuk itu tanpa menyadari bahwa diruangan ini bukan hanya ada mereka berdua tapi juga ada dirinya. Apa segitu tidak pentingkah keberadaan Leya bagi Ara dan Zayn?
"Ekhem" Leya berdehem dengan sengaja agar mereka juga sadar akan adanya dirinya.
Ara menoleh menatap sumber suara."Eh Leya, sini sini peluk juga. Gue kangen banget sama lo Le"
Leya pun menurutinya. Dia menghampiri Ara yang terduduk di kursi roda dengan selang infus yang setia menemaninya. Mereka bertiga berpelukan layaknya Telletubies.
"Lo udah sarapan belum?" tanya Leya.
"Belum"
"Kok belum?" kali ini Zayn yang menyahuti.
"Nggak pengen"
"Lo harus makan Ra, kalau lo nggak mau makan terus kapan lo sembuhnya?"
"Lagian gue bentar lagi juga mati kok"
"Lo ngomong apasih!" bentak Zayn kesal.
Ara hanya tersenyum menanggapinya.
"Sekarang makan atau gue bakal marah sama lo!" ancam Zayn menatap Ara tajam.
"Emang lo bisa marah sama gue?"
"Enggak" jawab Zayn singkat seraya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
Memang benar, Zayn tidak akan bisa marah kepada Ara. Meskipun terkadang Ara membuatnya kesal tapi Zayn akan dengan cepat memaafkan kesalahan gadis itu. Baginya Ara sangat berarti.
"Udah tau nggak bakal bisa marah sama gue, sok-sokan mau marah lo" ledek Ara yang membuat Zayn memajukan bibirnya.
"Kan cuma ancaman doang biar lo mau makan" bela Zayn.
KAMU SEDANG MEMBACA
AGAIN
Teen FictionBELUM REVISI "Semua perempuan itu boneka. Entah itu Barbie atau Annabelle" - Arabella Kiara This is my first story :) Silahkan kasih saran dan kritik yang membangun yaaa. Sending virtual hug🤗 Terimakasih. Start : 11 Januari 2021 End : - Highest Ran...