Hyesu tidak tahu sejak kapan dia berada dalam ruangan yang begitu familiar. Nuansa hangat dan megah yang menjadi satu di dalamnya memberi rasa nyaman. Sepasang kaki tanpa alas itu menjelajah isi di dalam rumah yang entah milik siapa. Langkah kakinya membawa pada ruang tengah dengan Televisi layar lebar, figura-figura yang menghias di samping membuatnya terlihat begitu hidup.
Sesaat pandangan itu tertarik pada satu potret besar keluarga dengan anak laki-laki dan perempuan yang lebih muda, tersenyum bahagia juga dengan orang lain dalam potret itu. Bibirnya tersenyum, bertanya-tanya apakah jika dia memiliki ibu akan sebahagia itu? entahlah, dia hanya anak angkat keluarga biasa yang rela memberi marga mereka untuknya.
Selesai melihat isi ruang tengah, kaki itu beranjak pada ruangan lain yang tidak terlalu jauh dari sana. Tangan kanannya terulur, memutar kenop pintu dan membukanya secara perlahan. Ruangan yang penuh dengan mainan anak-anak. Dari mainan anak perempuan seperti; boneka dan rumahnya, alat masak serba merah jambu dari plastik, sampai mainan anak laki-laki seperti; sepak bola, gawang dan robot-robotan dari baterai.
"Kakak, kamu lihat sisir Hyena?"
Hyesu menoleh, pada suara anak perempuan kuncir dua dengan pita biru. Tangan kecil itu merogoh isi kotak besar mencari sesuatu. Pipi bulat dengan rona merah yang begitu menggemaskan, Hyesu tidak bisa menahan diri untuk tidak mendekat lebih jauh.
"Hai, cantik, siapa nama kamu?" Hyesu mencoba memulai komunikasi, sejak dia datang ke rumah itu tidak ada satu orangpun yang bisa dia temukan.
Beberapa saat setelahnya gadis itu mengerutkan dahi, senyum yang terbit mendadak tenggelam. Anak perempuan di depannya tidak menghiraukan panggilannya, masih dengan tangan yang merogoh kotak dan memeluk boneka pada tangan lainnya. Bahkan anak itu tidak meliriknya seolah-olah Hyesu tidak terlihat. Benar-benar diabaikan.
Hyesu tersenyum kembali, mendekati anak-anak memang tidak semudah yang di bayangkan. Butuh proses pendekatan yang baik untuk membuat mereka membuka hati.
"Kakak! tolong bantu aku cari sisir Hyena!" gadis itu meninggikan intonasi bicara, mengetahui orang yang dipanggil kakak olehnya tak kunjung menyahut.
Hyesu hanya memperhatikan, terhanyut dengan pesona gadis kecil yang memberenggut kesal. Sampai langkah kaki lain mendeket, memperlihatkan anak laki-laki lebih tua dari Si gadis, berdiri dengan bola di tangan.
"Kamu 'kan yang main boneka, kenapa tanya aku?" jawab Sang kakak, ekspresi wajahnya sulit di tebak.
"Kakak, tolong bantu aku," gadis itu merengek, pupil matanya berair.
Merasa jengah anak laki-laki itu mendesah pelan, meletekan bola dan mendekat kearahnya. Dua tangannya merogoh kotak lebih dalam, megorek isi mainan untuk mencari sisir milik adiknya. Selang beberapa saat, tangan itu meraih apa yang gadis kecil itu cari. Wajah yang basah oleh air mata itu memancarkan kegembiraan.
"Lain kali jaga baik-baik sisirnya," ucapnya, menyerahkan sisir boneka. Gadis itu mengangguk lucu, bahkan Hyesu tau bahwa anak laki-laki itu juga terpesona padanya. Kemudian tangan Sang kakak terangkat, mengusap lembut rambut gadis itu penuh kasih sayang. Senyuman terbit di wajahnya, "tapi kamu juga harus jaga diri baik-baik, karena kamu lebih berharga dari apapun di dunia ini."
Hyesu menelan ludah, air matanya jatuh menyaksikan apa yang terjadi diantara keduanya.
"Aku ... berharga, apa maksudnya, kak?" tanya Si gadis seraya memiringkan kepala.
"Itu artinya, kamu adik kesayangan kakak, kamu juga kesayangan ayah sama ibu,"
gadis itu tersenyum, menghambur pada pelukan Sang kakak, "kakak juga kesayangan Hy---"
"Anak-anak, ayah sama ibu pulang!"
Hyesu memutar badan, melihat di ambang pintu wanita muda cantik yang merentangkan tangan dengan bahagia. Tas hitam mewah yang dia bawa tergeletak begitu saja.
"Ibu pulang!!!" teriak keduanya serempak, berlari memeluk wanita yang mereka panggil 'Ibu'.
Menutup mulut terharu, tanpa dia sadari air matanya mengalir dengan deras. Dia tidak mengerti dengan semua ini. Tapi rasanya, dia merindukan momen seperti ini. Di sisi lain, perasaannya tidak mengerti kenapa dia merasa begitu sedih, sementara apa yang dia lihat adalah sesuatu yang hangat dan begitu membahagiakan.
"Kalian cuma berdua?" tanya wanita itu, mengurai pelukan.
Mereka mengangguk kompak. Sementara Hyesu yang mendengarnya menyadari sesuatu. mereka tidak bisa melihat dirinya sejak tadi. Pantas saja gadis kecil yang menggemaskan itu tidak mengindahkan ucapannya.
"Ibu, aku mau tanya, boleh?" gadis itu menatap wanita yang kini mensejajarkan diri dengan putra-putrinya. Kedua tangannya masih memainkan boneka rambut pirang dalam pelukan. "Kakak bilang, aku berharga, apa aku sama kayak benda-benda ibu yang berharga?"
wanita itu tertawa kecil, mengusap pucuk kepala sang anak, "kalian lebih berharga dari mereka, benda-benda itu sih, bukan apa-apa buat ibu," ucapnya, menarik keduanya lebih dekat dalam dekapan, "kalian itu lebih dari berharga, gimana ya, ibu harus gambarinnya?" wanita itu berpikir.
"Pokoknya kita semua itu berharga, iya 'kan---"
ngiiiing!
Hyesu menutup kedua telinganya ketika dengung tak berasal seakan menusuk gendang telinga, pandangan pada tiga orang itu perlahan memudar, bergantikan dengan gelap yang begitu mencekam. Kepalanya menoleh kanan-kiri mencari pertolongan, mencari tau apa yang terjadi. Langkah kaki tanpa alas itu membawa tubuhnya tanpa arah, berharap ada secercah keajaiban yang dapat membawanya kembali. Dia benar-benar tersesat dalam dunia yang asing tanpa tahu arah.
Merasa lelah, akhirnya Hyesu menghentikan langkah, terduduk lemas dengan nafas yang memburu. Sesak di dadanya seakan mmembuat oksigen di sekitar menipis.
"Ini dimana?" gadis itu bertanya dengan dirinya sendiri, mencari jawaban yang begitu rumit untuk di temukan. Kemanapun dia melangkah dia hanya menemukan hal yang sama, kegelapan. Rasanya dia hanya berlari pada tempat yang itu-itu saja. Semua hal yang ada disekitarnya tidak memiliki perbedaan.
Hyesu memeluk kedua lututnya, rasanya suhu tempat itu semakin turun. Tubuhnya menggigil, kehangatan yang terdapat di rumah orang itu tidak lagi bisa dia rasakan. Merasa begitu kalah, dia memutuskan untuk diam sejenak, membiarkan dirinya tersesat entah dimana. Dia merasa begitu lelah untuk semua yang terjadi saat ini. Sepintas, ingatan tentang keluarga tadi datang. Keluarga yang hangat dan penuh kasih. Rumah yang begitu familiar dalam ingatan samar, wanita cantik yang juga dia kenal begitu baik. Segala sesuatu yang dia lihat begitu nyata dan tidak asing.
Hyesu mencoba mengingat kembali. Kapan mereka pernah berjumpa, siapa sebenarnya mereka dalam ingatan Hyesu. Lantas kenapa mereka datang di saat-saat yang tidak gadis itu mengerti.
Hyesu menundukkan kepala, gelap tak kunjung sirna, pikirannya semakin kacau, dingin semakin menusuk. dan sejauh ini belum ada jawaban yang dia temukan.
Dan di saat gadis itu mengangkat kepala, gelap dan dingin yang ada disekitarnya menghilang perlahan. Satu jalan yang begitu terang terlihat. Gadis itu bangkit dengan cepat, mengumpulkan sisa-sisa kekuatan yang ada dan berlari menuju lorong dengan ujung yang menyilaukan mata. Berharap dia bisa kembali pada kehidupan sebagai Hyesu yang sebenarnya.
"Kamu harus cari jati dirimu,"
Langkah kakinya terhenti, pada jarak lima langkah di depan ujung lorong. Lagi-lagi sesuatu yang familiar.
"Aku tau ini gak mudah, tapi aku tetap terus bantu kamu gimanapun caranya," lanjutnya, yang entah sedang membicarakan apa, "kamu kuat, semua orang ada di belakang kamu buat bantu, kamu harus terus berusaha, Hyesu."
Air matanya jatuh kembali, tangisnya pecah mendengar kekuatan yang begitu besar untuknya. Satu nama Si pemilik suara terlintas, dengan bibir begetar gadis itu memanggilnya, "tuan ... N--namjoon."
-bersambung.
cr. mei 2021.
tadinya mau aku bikin denger suara malaikat maut, eh gak jadi, soalnya nanti ceritanya kelar wkkwwkwkwk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Remember Me || Kim Namjoon
FanfictionHyesu yang dinyatakan tewas dalam kecelakaan delapan tahun lalu. Takdir pertemuannya dengan Seokjin membawanya pada sang kekasih yang masih mencari keberadaannya, membuatnya membuka kembali kasus kecelakaan itu secara diam-diam untuk membawa kembali...