Bag8 #ada apa sebenarnya?

352 65 8
                                    

[Hyesu]

Pendapatan Toko Bunga ini mengalami kenaikan dan perubahan, seiring dengan naiknya darahku ketika melakukan pencatatan. Percayalah, pekerjaan ini tidak semudah yang dibayangkan. Aku harus teliti dalam melakukan perhitungan supaya mendapat hasil laporan yang memuaskan. Jika saja aku melakukan kesalahan, siap-siap saja Sungkyung akan memisahkan kepalaku nanti.

"Kamu semalam lembur, Hye?"
Aku mengalihkan atensi pada gadis dengan rambut sebahu yang setengah ikat, Han Karin. Pegawai yang juga masuk bekerja di hari yang sama denganku dulu, satu minggu sebelum Bora juga ikut bergabung.

"Iya, Sungkyung minta laporannya di kirim tadi malam, buat mantau apa kerjaku sesuai sama yang dia kira,"

Karin menoleh sekilas dan kembali fokus menata Bunga Mawar Jingga yang masih segar, "terus kata dia apa?"

Satu nafas berat aku hela, "katanya sesuai, dan gak salah pilih orang buat jadi tangan kanannya, Huh!"

Gadis itu tertawa melihat bagaimana aku benar-benar merasa jengah dengan apa yang aku alami.

"Oh iya Hye, kemarin aku antar bunga ke tempat langganan, ada satu cowok yang nanya kenapa bukan kamu lagi yang antar bunga, namanya ... ummm ... "

Oh , aku bisa menebak siapa itu.

"Sejin?"

"Ya, itu dia!"

"Terus kamu jawab apa?"

"Aku jawab, kamu udah naik jabatan dan gak lagi kirim bunga, dan dia titip salam buatmu, katanya terima kasih buat semuanya,"

Atensiku menatap Karin sejenak kemudian tersenyum, "Terus kamu bilang apa lagi sama dia?" tanyaku, dengan santai.

"Aku Cuma bilang ya, nanti saya sampaikan. Terus langsung pergi."
Aku menghela nafas sedikit lega, semoga saja Bosnya sudah kembali melanjutkan aktivitasnya seperti sedia kala.

***

Pekerjaan di Toko Bunga tidak sebanyak kemarin, hanya mengatur jadwal pertemuan dengan klien dan memantau pendapatan yang didapat hari ini. Aku sedikit bersyukur Toko miliknya tidak begitu besar, jadi laporan yang akan dikirim tidak banyak.

Dan malam ini aku kembali bekerja di Kedai. Aku tidak mengikuti saran Sungkyung untuk berhenti bekerja di Kedai, aku hanya akan meminta Cuti beberapa kali kepada Paman Hanse yang tentu diberi kemakluman. Dia sudah tahu jika aku menjadi tangan kanan Sungkyung untuk mengurus Toko yang pastinya akan menghabiskan lebih banyak waktu di sana.

"Nak, tolong buat dua porsi Jajangmyeon, ya?"

Aku yang saat itu tengah berkutat dengan dua teh lemon hangat langsung menoleh danmengangguk, kemudian menyudahi dan mengantar pada meja pelanggan yang memesan. Aku mengikat rambut bentuk ekor kuda, memakai celemek hitam dan mulai berkutat dengan bumbu dan bahan masakan.

Jajangmyeon adalah satu menu yang paling banyak dipesan di Kedai ini. Mungkin alasan utamanya adalah cara pembuatan yang masih tradisional ini menjadikan cita rasa dari Jajangmyeon lebih bertahan, dibandingkan dengan Restoran dengan juru masak teruji, Kedai ini lebih banyak di sukai. Itulah kenapa Kedai ini masih berdiri sejak puluhan tahun. Jajangmyeon adalah penyebabnya.

Dua piring Jajangmyeon sudah siap antar, sudah tertata rapi dengan asap yang masih mengepul di atas nampan. Biasanya Paman Hanse adalah bagian yang mengantar makanan, namun sepertinya pria itu pergi karena suatu urusan, jadi mau tidak mau aku yang mengantar. Satu catatan dengan tulisan "dua porsi Jajangmyeon untuk meja nomor sembilan" tergeletak di atas meja dapur.

"Benar 'kan dia ada urusan," Aku mendesah pelan, mengangkat nampan dan mengantar sesuai dengan nomor meja yang tertulis di catatan. Di sana sudah duduk dua pemuda masih dengan seragam kantoran lengkap yang saling berhdapan dan berbincang, dan beberapa pasang mata dari orang-orang yang sedang mengarah padanya. Bisikan-bisikan samar dari orang-orang di sebelahnya sedikit mengusik telinga. Mungkin mereka sedang membicarakan si pemesan Jajangmyeon ini. karena kalau dilihat dari pakaiannya dia dari kalangan berada.

Aku menyipitkan mata, melihat lebih jelas dua pemuda yang duduk di sana. Kemudian aku tersenyum simpul sebagai tanda penghormatan, meletakan dua mangkuk Jajangmyeon yang masih mengepulkan asap di atas meja.

Mata kami saling bertemu untuk sesaat dan secara bergantian, tepat ketika aku meletakan dua mangkuk itu di sana. Pemuda dengan jas hitam yang terlihat begitu menawan sempat membalas senyumanku lebih lebar. Bahkan aku cukup terpesona oleh wajahnya. Sementara pemuda yang lain, dengan kemeja putih tanpa jas dan kacamata yang membingkai wajahnya, hanya menatapku sesaat dan beralih pada area luar yang menyajikan rumput hijau terpapar cahaya jingga lampu.

Aku berbalik dan berjalan ke arah dapur. Pelanggan malam ini begitu banyak dan pesanan cukup menumpuk. Jadi aku harus bergerak cepat mengesampingkan pikiran negatif tentang dua pria tadi. Jujur saja, mereka terlihat begitu aneh.

***

Aku merenggangkan otot tubuhku yang terasa kaku. Kedai hari ini sangat ramai, mungkin karena ini adalah malam akhir pekan dan banyak pekerja yang memilih untuk melepas lelah di Kedai ini yang lokasinya cukup strategis. Rasanya tulangku nyaris lepas dari sendi-sendinya karena bekerja terlalu lama. Dan sekarang Kedai sudah sepi dan tutup, bahkan Paman pulang lebih dulu dan membiarkan aku yang menutup kedai ini.

Malam kota Seoul masih begitu ramai, bus juga masih beroperasi hingga dua jam kedepan. Aku melangkah untuk meninggalkan pekarangan Kedai yang tersisa satu mobil entah milik siapa terparkir di sana.

"Min Hyesu!"

Aku menghentikan langkah, membalikkan raga pada pemuda yang duduk bersama rekannya. Pemuda dengan kemeja putih dan kacamata yang menghias wajah tegasnya. Jika dilihat lebih seksama, beberapa bagian pada wajahnya memiliki rona gelap. Seperti sisa lebam.

"Anda manggil saya, tuan?" aku bertanya sehati-hati mungkin, dan dia mengangguk, "namaku Park Hyesu, bukan Min Hyesu," aku tersenyum sepihak, karena dia diam dengan wajah tak bisa kuartikan.

"Kamu apa kabar? lama gak ketemu dan ternyata kamu kerja di sini."

Aku mengernyit, "apa kita pernah ketemu sebelumnya? Saya pikir ini yang pertama."

Dia tetap pada ekspresinya yang tidak bisa kutebak. Kenapa sebenarnya pemuda di depanku ini?

"Kamu lupa? Aku seniormu di Menengah Atas?"

Pasti manusia ini ada masalah kejiwaan. "Anda pasti salah orang, beberapa orang yang saya temui pasti tanya hal yang sama, mungkin wajah saya terlalu familiar di kota ini," Aku tersenyum, "permisi, saya pulang duluan."

Aku melangkah pergi meninggalkan pemuda yang masih diam di sana. Aku tidak ingin membuang waktu istirahat lebih banyak untuk meladeni orang-orang sepertinya. Walau memang rasanya kita pernah berjumpa sebelumny, aku yakin itu hanya karena rasa lelahku semata. Pasti dia hanya mirip dengan seseorang yang pernah aku temui, atau mungkin dengan salah satu pelanggan Toko Bunga atau Kedai. Tidak tahu.




N O T E:

Jadi aku ada rencana buat hapus akun ini juga karya-karyanya. Karena aku selaku pembuat cerita ini mikir kayak "Kok ceritanya ngawur sih?" "Aku kayaknya harus banyak belajar sama baca buku lagi nih" dan lain-lainnya. Tapi liat kalian suka sama cerita ini aku lumayan seneng dan mikir kayaknya aku lanjutin dan pikirin alur yang baik. Makasih buat kalian para pembaca Cerita Namjoon ini bahagia selalu dan maaf kalo aku updatenya gak tentu. Aku bakal pikirin yang terbaik buat cerita ini, sayang kalian semua.💜💜💜💜💜

Just Remember Me || Kim NamjoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang