Hyesu mebuka matanya, menatap sekitar yang sunyi. Ruangan asing temaram yang sedikit sejuk. Kakinya menuruni ranjang melangkah mendekati tirai jendela yang tipis. Dari celah kecil tirai, cahaya purnama masuk secara diam-diam. Tabur bintang yang menghias langit seakan bersaing dengan kerlip lampu malam kota.
Gadis itu sedikit membuka mulut terpana. Perpaduan alam dan ciptaan manusia yang begitu sempurna. Disempurnakan dengan titik putih salju yang turun dari langit.
"Oh, kamu sudah bangun,"
Namjoon datang tiba-tiba, dengan satu gelas yang mengepulkan asap tipis. Sementara Hyesu sibuk dengan jantung yang tidak beraturan. Dia terkejut dengan apa yang baru saja laki-laki itu lakukan.
"Kenapa dateng tiba-tiba gitu?!" sunggutnya, menatap kesal pada laki-laki terbalut kemeja putih, kedua lengannya digulung sebatas siku.
Namjoon tertawa, mendekat kepada gadis yang baru saja terbangun dari tidur panjangnya. Meletekan gelas berisi kopi hitam, "keadaanmu gimana?"
Hyesu menatap bingung, "memang ada apa, Saya gak ingat?"
"Kamu pingsan lima jam, padahal kita baru mulai jalan-jalan ke Namsan," raut wajah Namjoon lesu, "sayang banget 'kan ini salju pertama,"
Hyesu yang mendengar sedikit jengkel, kenapa juga dia harus mengajak Hyesu yang sebenarnya malas meninggalkan rumah, kecuali untuk bekerja.
"Lain kali Saya pasti nolak ajakanmu,"
"Eh?" Namjoon terlihat gugup, raut wajahnya seperti seseorang yang hilang kata-kata.
Hyesu mengalihkan pandangannya, tidak tertarik dengan objek yang saat ini sedang berusaha mencari penjelasan.
"Ini, dimana?" tanya gadis itu, tidak beralih dari pemandangan luar yang disuguhkan.
"Penginapan di deket Namsan."
"Bagus,"
"Kamu suka?" kali ini Namjoon mengarahkan pandangannya pada wajah gadis yang berbinar. Kepala gadis itu mengangguk dan Namjoon tersenyum, "nanti aku bawa kamu ke sini lagi."
Satu kalimat yang berhasil membuat Hyesu menatapnya. Perasaan yang begitu hangat menjalar bersama aliran darah, jantungnya berdebar, memberi rona pada dua pipinya yang memanas.
Menyadari itu, Hyesu membuang muka, tangannya meremas ujung hoodie merah muda miliknya, "Terima kasih, tapi Saya gak perlu itu,"
Tentu gadis itu pasti menolak, dia tidak ingin terjebak dengan perasaan yang seperti ini lebih jauh terlebih dengan pelanggannya sendiri. Dia masih tau batasan dengan siapa dia berhadapan sekarang. Dia adalah direktur perusahaan besar Korea. Itu sangat berbanding jauh dengannya yang hanya pegawai toko kecil di pinggir kota.
"Sayangnya ... aku gak terima penolakan," Namjoon tersenyum, bersandar pada dinding pualam. Satu tangannya terangkat, menyelipkan rambut panjang Sang gadis ke belakang telinga. Jemarinya mengusap lembut kulit wajah yang membuat perasaannya terguncang.
Namjoon mengutuk dalam hati, bagaimana kegilaan yang tertahan selama ini semakin menjadi. Padahal dia hanya menyentuh wajahnya. Rasanya dia ingin menarik lebih dalam gadis itu dan enggan melepasnya pergi. Padahal mereka hanya terbentang jarak memori Hyesu yang hilang, tapi rasanya seakan dunia Namjoon yang hilang. Dia tidak bisa kehilangan wanita yang dia cintai untuk kedua kalinya.
Perasaan Namjoon berkecamuk, rindu, kehilangan, takut, bersalah, semua itu keluar secara bersama-sama.
"Kamu pasti pulang 'kan?" suara Namjoon melemah, iris cokelat itu menatap gadis yang tengah bingung, "Kamu harus pulang. Sejauh apapun kamu pergi, kamu harus pulang," lanjutnya, masih dengan tangan yang membelai wajah Hyesu.
"Apa ... ?"
"Kamu harus tau, banyak orang nunggu kamu pulang," laki-laki itu tidak lagi bersandar, dua tangan itu bahkan sudah menangkup wajah yang besarnya nyaris sama dengan telapak tangannya, "termasuk ... aku."
Namjoon tidak lagi bisa menahan perasaannya, wajah itu mendekat perlahan, membuat debar jantungnya semakin tidak terkendali. Begitu juga dengan Hyesu yang tidak mengeluarkan sepatah katapun. Dia tidak mengerti dengan apa yang laki-laki itu katakan, namun anehnya dia merasa tenang dan hangat. Hatinya membuncah bahagia, wajahnya memerah hanya dengan sentuhan telapak tangan lembut dengan beberapa otot yang timbul. Debaran itu sama tidak terkendalinya dengan debaran milik lainnya. Mungkin jika detak itu terdengar dan saling bersahutan, mereka akan membentuk irama merdu bagi Sang pemilik.
Dalam waktu yang sama sepasang iris mereka saling menutup, membuka hati yang ingin saling mengetahui ketulusan masing-masing. Menikmati apa yang terjadi ketika dua bibir mereka saling menyapa.
Hyesu merasa dibuat lupa oleh segalanya, terbuai dengan bagaimana laki-laki memainkannya. Tidak mengindahkan suara samar kendaraan dari jalanan yang ramai, gadis itu memeluk tengkuk laki-laki yang lebih tinggi di depannya. Sementara tangan Namjoon kini memeluk tubuh Sang gadis. Kini keduanya bermain dengan seimbang, lembut dan tidak menuntut.
Gambaran-gambaran layaknya potongan film dalam kepalanya terilntas. Perasaan yang sama dengan apa yang dia lihat sepintas. Musim dingin dibawah menara Namsan yang memancarkan warna biru menghias malam. Dan pasangan muda yang sedang melakukan hal sama dengan apa yang terjadi. Gambaran yang juga muncul dalam mimpinya, tapi gadis itu tidak tau siapa mereka.
Hyesu menarik diri, menyudahi semuanya. Dia menatap Namjoon dengan dalam, wajah yang begitu familiar. Semua hal yang berkaitan dengan Namjoon adalah hal yang familiar. Tapi Hyesu tidak suka, karena dia lelah mencari tau semua tentang hal-hal yang mengganjal hatinya. Potongan puzzle itu belum juga menemui titik terang.
Keduanya mengatur nafas, jarak yang begitu dekat. Bahkan mungkin terlalu dekat, karena mereka bisa saling merasakan sapuan hangat deru nafas pada wajah.
"kamu membuatku gila," Namjoon tersenyum, merasa puas dengan apa yang terjadi baru saja. Tapi itu belum cukup memuaskan semua perasaan yang pecah bersamaan.
"Ap--apa m--maksdunya?" gadis itu mengutuk bibirnya sediri karena berhasil dalam menjatuhkan Si pemilik sedalam-dalamnya.
"Kamu terus buat aku gila, sialan." Namjoon merutuk, menjatuhkan kepalanya pada bahu Hyesu, dua tangannya semakin menarik keduanya mendekat.
Hyesu merasa waspada, laki-laki ini bisa mendengar detak jantungnya kapan saja. Jika itu terjadi maka akan menjadi hal yang cukup memalukan.
"Tuan ... "
Namjoon mendecak kesal, sudah berjarak memori, kini berjarak pangkat, "panggil aku pakai nama, aku punya nama," Namjoon enggan beranjak dari posisinya, masih banyak rindu yang harus dia bayarkan dengan gadis dalam peluknya.
"Tapi usia kita jauh,"
"Kalo gitu panggil aku, Sunbae."
"Ap-apa?"
"Panggil aku sunbae, kamu dulu sering panggil aku itu,"
Hyesu bergumam, "du ... lu," mendengar itu dia mendorong tubuh Namjoon, membuatnya memasang wajah jengkel, "dulu itu kapan?"
Namjoon diam, dia memang sengaja mengatakan itu tapi dia belum ingin mengatakan semuanya.
"Itu dulu, sudah lama juga,"
"Tapi Saya butuh tau itu."
Namjoon meraih gelas berisi kopi hitam yang sudah dingin, tapi itu bukan masalah baginya. "Aku pasti kasih tau kamu, tapi gak sekarang, nanti kalo kamu sudah siap sama semuanya."
Hyesu merasa kesal, melangkah pergi menuju toilet dan mengunci rapat.
Namjoon hanya menghela nafas, dia berharap rencana ini bisa membawa Hyesu mencari siapa dia yang sebenernnya. Tentu saja Namjoon akan membantunya, dan berharap semua memulai hidup baru dengan bahagia.
Ya, semoga saja begitu.
-Bersambung.
Cr. Mei 2021.
Maaf ya readers tercinta, aku updatenya kaya orang lagi goshting wkkwkwk
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Remember Me || Kim Namjoon
FanficHyesu yang dinyatakan tewas dalam kecelakaan delapan tahun lalu. Takdir pertemuannya dengan Seokjin membawanya pada sang kekasih yang masih mencari keberadaannya, membuatnya membuka kembali kasus kecelakaan itu secara diam-diam untuk membawa kembali...