Bag10 #Return.

272 42 5
                                    

Tepat hari ini, pagi hari, Namjoon berdiri di depan Toko Bunga langganannya. Di mana satu gadis yang fokus pada buku catatannya tidak menyadari kehadirannya. Rasanya Namjoon ingin melangkah cepat dan menarik tubuh itu kedalam pelukan. Kemudian membisikan kata lembut yang sangat ingin dia sampaikan.

Aku merindukanmu, kau pasti tahu itu.

Aku mencintaimu, kau tidak perlu ragu akan hal itu.

Aku milikmu, kau pun tahu kamu milikku.

Jika keadaan rumit ini tidak ada diantara keduanya. Tapi sekarang, apa yang bisa dia lakukan selain bertahan, menunggu, dan bertanya bagaimana hari-harinya ke depan. Apa masih sama? apa masih bisa dia lanjutkan kisah lama? namun hanya satu jawaban pasti sampai saat ini.

Dia tidak tahu.

Dengan langkah berat kaki itu mendekat. Awalnya pemuda itu hendak membeli bunga Lily sebagai alibi untuk mengikis rindu dalam hati. Walau tidak seberapa tapi itu sedikit mengobati. Namun lamgkah itu terhenti ketika kaki lain lebih dulu berpijak di sana. Namjoon bisa melihat dari balik kaca bahwa gadis itu menyambut dengan senyuman. Senyum yang dulu pernah gadis itu berikan padanya. Juga pemuda itu melihat adanya rasa yang meledak dari matanya yang menyipit karena tersenyum.

Namjoon menguatkan hatinya, memantapkan langkah untuk kembali maju memasuki Toko dengan perasaan yang lagi-lagi hancur. Belum sembuh luka yang dulu kini dia harus menambah luka baru.

Lonceng pintu itu berbunyi, beberapa pelanggan dari toko itu menatap Namjoon dengan beragam ekspresi. Kagum, biasa, juga tidak percaya bagi mereka yang tahu siapa seorang Namjoon. Pemuda itu tersenyum ketika para pegawai toko itu menyambut ramah kedatangannya. Kakinya melangkah mendekati rak di mana bunga yang dia tuju ada di sana. Tepat di dekat mereka yang bahkan masih tidak mengindahkan keberadaan Namjoon. Dengan jantung yang berdegup pemuda itu melangkah perlahan, meraih satu tangkai Lily yang masih segar.

"Lusa aku sama Thalita tunangan, kamu mau datang 'kan?"

Namjoon tentu bisa mendengar percakapan antara keduanya. Jarak mereka hanya terpaut dua meter.

"Secepet itu, Hyun?"

Pemuda itu mengangguk dengan senyuman, "iya, aku gak mau lama-lama di zona gak pasti kayak gini. Aku udah ngerasa cocok sama. Thalita makanya aku gak takut ngajak dia ke jenjang yang lebih serius,"

Namjoon melirik diam-diam keduanya yang sibuk berbincang. Pandangan itu jatuh pada wajah gadis kuncir kuda yang menunduk, wajah cantik yang selalu ada dalam ingatannya, kini tengah menahan sesuatu yang tidak bisa diungkapkan.

"Jangan lupa datang, ya?"

Gadis itu, Hyesu, mengangkat wajahnya untuk tersenyum dan mengangguk, "kalo aku bisa, aku pasti datang nanti,"

"pokoknya kamu harus datang, kamu bakal jadi tamu spesialku," Mereka tertawa, satu bahagia satu laginya duka. "aku pergi dulu, semangat!"

Pemuda itu membalikkan raga, menjauhi bangunan nuansa bunga yang sedikit ramai. Setelah benar-benar menghilang, giliran gadis itu yang bangkit dan pergi dari sana. Dengan cepat Namjoon meletakan Lily di tangannya pada vas semula dan mengikuti kemana gadis itu pergi.

Namjoon celingukan mencari kemana Hyesu mengambil arah, dia menghela nafas lelahnya sebelum mengusap wajahnya. Ia kehilangan jejak dan berniat kembali ke toko sebelum pandangannya terpaku pada gadis yang duduk sendiri pada kursi panjang di bawah pohon oak. Namjoon mendekat, dengan berani duduk di bagian lain yang kosong.

"Boleh aku tebak kenapa kamu sendiri?"

Hyesu menoleh terkejut, tidak menyangka bahwa dia akan bertemu lagi dengannya.

"Kenapa anda bisa di sini?" Bukannya menjawab gadis itu malah bertanya balik, membuat Namjoon tersenyum. Momen sederhana yang bisa membuatnya membuncah bahagia.

"Ini umum, semua orang bisa duduk di sini, ada masalah?" Gadis itu tidak menjawab, membuang pandangan pada jalanan depan yang ramai. "kamu belum jawab pertanyaanku, boleh aku tebak kenapa kamu sendiri?"

"Terserah anda."

"Kamu patah hati 'kan?"

Ucapan Namjoon mengenai sasarannya. Hyesu menoleh dengan tatapan terkejut, "kenapa anda bisa berpikir seperti itu?"

"Karena mata adalah jendela hati, waktu laki-laki itu bilang dia mau tunangan, sorot mata kamu jelasin semuanya tentang hati kamu yang hancur."

"Apa saya mudah dibaca isi hatinya?"

"Enggak juga, tergantung bagaimana orang itu menutupinya. Ada yang bisa ada juga yang enggak. Kalo kamu cuma kebetulan mudah dibaca,"

"Anda terlanjur tahu jadi tolong jangan bilang siapapun termasuk Namhyun,"

Baiklah, ternyata sosok yang berhasil menggantikan posisinya di hati Hyesu adalah Namhyun.

Namjoon tertawa kecil, ini terlalu menyakitkan. Mengingat dulu pandangan penuh cinta itu hanya untuknya tapi sekarang beralih pada orang lain. Namhyun juga berhasil merebut senyuman terindah milik Hyesu darinya, pikirannya, dan yang terpenting pemuda itu berhasil merebut hatinya. Ini sangat menyakitkan.

"Kira-kira, cara apa yang ampuh supaya saya bisa lupain dia?"

Namjoon terdiam. Dalam hatinya berucap.

Aku tidak tahu, dan kalaupun aku tahu aku tidak akan pernah melakukannya. Karena melupakanmu adalah satu hal yang tidak akan pernah mampu aku lakukan. Kau hidup abadi di hatiku bahkan ketika mereka menganggap dirimu sudah mati.

"Aku gak yakin sama jawabannya, tapi banyak yang bilang, jatuh cinta adalah cara melupakan terbaik,"

Hyesu tersenyum, "Itu lucu,"

"Mau nyoba?"

"Apa?"

"Jatuh cinta,"

"Bisa?"

"Kalau gak bisa kamu belajar dulu,"

"Belajar jatuh cinta sama siapa?"

"Aku, Kim Namjoon."

Keduanya diam, Namjoon dengan degupannya dan Hyesu dengan ketidak pahamannya. Hyesu kembali membuang pandangannya. Sepertinya Namjoon salah bicara. Tapi dia cukup lega bisa mengatakannya, mungkin saja gadis itu mau menerima tawarannya.

Gadis itu bangkit, mendekati pohon oak tua dengan batang yang cukup besar, menyandarkan tubuhnya di sana dengan keadaan berdiri.

"Saya pernah nyoba lupain Namhyun, tapi gagal. Malah saya jatuh semakin dalam saja. Bahkan sampai mereka menjalin hubungan bertahun-tahun lamanya saya tetap tidak bisa." Namjoon mendekat, melihat gadis itu yang setia menundukkan wajahnya, perlahan bahu gadis itu bergetar, hingga isak tangis itu keluar dari bibirnya.

Namjoon tidak suka melihatnya menangis, air mata kesedihannya adalah sesuatu yang sangat tidak ingin dia lihat. Walaupun cair dia mampu menusuk begitu dalam tepat di hatinya. Namjoon mendekat, menarik tubuh gadis itu kedalam rengkuhannya, mengusap surai hitam legam yang panjang. Sebuah pelukan lama yang kini terjadi kembali di antara keduanya.












Selamat pagi! semangat semuanya dalam menjalani aktivitas!! Aku lumayan sibuk sekarang jadi up sebisanya, maaf ya bikin kalian nunggu lama 😭😭

Just Remember Me || Kim NamjoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang