[Namjoon]
Aku kembali. Pada dunia fana yang hitam putih. Dunia yang sangat membosankan, dunia yang sangat menyebalkan, dunia yang sangat melelahkan dan dunia yang ingin sekali aku akhiri dengan kata mati. Tapi semseta berkata lain, dia tidak setuju dengan pendapatku, dia masih ingin bermain denganku, masih ingin melihatku yang menatap kosong tangkai-tangkai Lily dalam vas putih. Bahkan ketika aku sudah membuka mata dari tidur panjangku, Lily itu masih setia menemani.
“Gimana keadaanmu?” satu suara menginterupsi, mengalihkan sepasang atensi dari tangkai Lily. Pria dengan jas hitam yang usianya dua tahun di atasku, Kim Seokjin. Si manusia dengan jabatan Direktur KS Finance yang juga senior masa sekolahku. Teman sekaligus kakak laki-laki yang akan menasihati jika aku salah dalam bertindak. Wajahnya tidak pernah menua, aku sempat mengira dia bukan manusia.
“Aku baik, kamu datang sendiri, Hyung?” aku melirik pintu yang memang sengaja dibiarkan terbuka, tidak ada satu manusia lain yang datang menyusulnya.
“Kamu berharap aku datang sama Yoongi?”
Min Yoongi. Tiga tahun berlalu tidak ada kabar yang aku dengar, tidak ada jejak kedatangannya. Dia benar-benar sibuk setelah perusahaan Ayahnya jatuh padanya.
Aku menggeleng dan tertawa renyah, lelucon yang gagal. “Dia sudah jadi orang yang workaholic.”
Pria yang sudah memasuki kepala tiga itu duduk di sofa, melepas jas dan meletakannya di atas meja, “Loh?” dia terkejut, menyentuh vas putih berisi tangkai-tangkai Lily yang masih segar. Baru di antar lima belas menit yang lalu oleh gadis rambut sebahu, “bunganya nguntit kamu sampai sini? Hebat, primadona kampusmu kalah, hahaha!” pria itu tertawa, senang sekali mengejekku yang terus di ikuti oleh primadona kampus. Mengingatnya membuatku sangat jengkel. Sangat tidak nyaman tapi aku menghargai dia yang satu kelompok denganku dulu.
“Hyung ... “
“Oke-oke, aku gak akan bahas itu lagi.” dia menghentikan tawanya, mengembalikan vas itu seperti sedia kala.
“Sebenarnya, kedatanganku kesini bukan tanpa sebab, ada yang mau aku kasih tau ke kamu,” aku memandangnya, menatap serius menunggu lanjutannya. “Bulan depan aku nikah.”
Aku membelalak tidak percaya, “Serius? Itu kabar bagus, selamat buat pernikahanmu,”
“Terima kasih, Joon,” ucapnya, menyodorkan satu undangan putih kepadaku, dengan sampul berhias huruf S dan Y.
Aku mengernyit, membuka isinya di mana nama Kim Seokjin dan Jung Yena menjadi objek pertama yang aku baca, “Kamu nikah sama Yena? Aku pikir sama Sowon,”
Pria itu tersenyum, “Sudah masa lalu, Joon, jangan bikin aku gagal Move On,”
Aku tertawa mendengarnya, mengingat bagaimana hancurnya dia ketika mendengar pertunangan antara Seungsik dan Sowon yang saat itu masih menjadi kekasihnya. Dan ternyata Seokjin selama ini hanya menjadi bagian yang kedua. Dan sialnya dia sama sepertiku, terjebak dalam bayang-bayang Sowon. Bedanya dia berhasil lolos dan aku tidak. Bayangan gadis itu masih menghantui. Perpisahan tanpa kata selamat jalan, adalah satu dari banyaknya jeratan yang membuatku betah mendiami dunia yang semakin lama menyiksa.
Apa kabar kamu, Hye? Sudah bahagia? Aku harap iya. Jangan sepertiku Hye, yang terus diam di bawah awan kenangan yang seharusnya sudah aku singkirkan. Tapi sayangnya aku belum mau pergi dari sini, dari dunia yang sudah abu-abu ini.
“Joon, aku mau tanya sesuatu boleh?”
Aku kembali pada kesadaranku, menoleh pada Seokjin yang kembali menyentuh vas bunga dan membelai kelopak Lily, “tanya apa, hyung?”
“Tujuan kamu beli Lily setiap hari buat apa, sih?”
Aku menunduk sebentar, menatap bunga yang saat ini menjadi objek perhatian paling menarik untuk pria usia tiga puluh satu itu, “aku terlalu sibuk, Hyung, mana sempet pergi ke makam Ibu sama Hyesu. Jadi aku beli Lily sebagai bentuk penghormatan mereka. Mereka berdua suka Lily, Hyung.”
Aku tersenyum samar, ketika ucapanku berhasil memutar sebait kenangan kusam di kepala. Di satu toko bunga bersama gadisnya, memilah bunga untuk menghias vas-vas kosong di apartemennya. Yang ternyata dia membeli satu buket besar bunga Lily, bunga yang dia beli dari toko ibunya sendiri. Aku tersenyum, kenangan itu berhasil memberi rona pda dunia kelabu walau tidak sepenuhnya, walau akan kembali kelabu pada akhirnya.
“Oh iya, Namjoon,” pandangan kami bertemu, “ada informasi lain yang harus kamu tahu Joon, aku sudah cari informasi ini lewat orang kepercayaanku satu bulan lalu.”
Wajahnya terlihat begitu serius, “ada masalah sama perusahaan, Hyung? Ada yang mau korupsi lagi?” aku mencoba menebak, KS Finance tahun lalu nyaris mengalami kebangkrutan karena minat masyarakat yang sempat menurun. Ketika di cari tahu sebabnya salah satu bagian keuangan melakukan korupsi secara besar-besaran dan merugikan orang-orang yang sudah menjadi pelanggan pada perusahaannya.
“Bukan tentang perusahaanku, tapi tentang kamu,”
Aku mengernyit dahi tidak paham, “aku?” dia mengangguk, “kenapa memang?”
Pria itu menghelah nafas, memandang langit-langit ruangan yang berona sama dengan dinding. Kemudian meraih amplop dari tas hitamnya. “itu informasi yang dia dapat, mungkin bisa bantu kamu nantinya,”
Aku menerima, membuka amplop cokelat tersebut yang berisikan beberapa laporan-laporan. aku membacanya dengan teliti, sangat hati-hati. Bahkan aku harus membaanya berkali-kali unutk memahami isi laporan-laporan yang sangat membuatku sakit kepala.
Aku melipat lembaran-lembaran kertas dan memasukkan kembali kedalam amplop. Satu nafas aku hela, kemudian tertawa dengan renyah. Sepertinya Pria ini harus mengecek kejiwaannya. Pasti ada saraf yang putus di otaknya karena terlalu berbahagia melepas status lajang.“Hyung, kalo kamu mau ngelucu jangan bawa-bawa Hyesu,”
“Apa aku keliatan ngelucu, Joon?” dia memandangku tajam, wajah yang akan dia tunjukkan ketika dia merasa diragukan.
“Tapi Hyung ini—“
“Kim Namjoon, aku lihat pakai mata dan kepalaku sendiri, beberapa bulan yang lalu di pusat kota. Dia jadi pengantar bunga di toko langganan kamu. Hyesu masih hidup, amplop itu bukti dan aku saksi.” Aku diam mendengarnya, beralih pada tangkai-tangkai Lily yang sudah kembali berdiri di atas meja. Dia menjadi pengantar bunga langgananku, itu berarti dia ada di sekitarku tanpa aku tahu.
“Kalo gitu, aku mau ketemu sama dia, Hyung. Aku harus tahu dia memang Hyesu atau bukan,”
“Gak semudah itu, Namjoon.”
“Kenapa, Hyung?” Aku merasa begitu kacau, aku tidak tahu harus percaya atau sebaliknya. Bagaimana bisa? Bagaimana bisa aku tidak menyadari selama ini jika kami ada pada lingkungan yang sama. Kenapa aku begitu buta sejak kepergiannya, seakan yang ada di depan mataku adalah duniaku yang kelabu.
“Joon ... “
Satu tepukan mendarat pada bahuku, “dia gak ingat sama kita.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Remember Me || Kim Namjoon
FanfictionHyesu yang dinyatakan tewas dalam kecelakaan delapan tahun lalu. Takdir pertemuannya dengan Seokjin membawanya pada sang kekasih yang masih mencari keberadaannya, membuatnya membuka kembali kasus kecelakaan itu secara diam-diam untuk membawa kembali...