[Namjoon]Detik jarum jam yang terus berputar mengisi kesunyian yang memenuhi ruangan kerja di mana aku berada saat ini. Sepasang mataku menatap kosong gumpalan awan yang berjalan perlahan di angkasa. Pikiranku menerawang jauh pada lembar-lembar laporan dari Seokjin beberapa waktu lalu. Jangan tamya kabarku bagaimana. Tentu semakin membuatku merasa muak dengan keadaan yang ada. Apa kalian pikir laporan itu akan memberi satu titik terang dalam hidupku yang kelam? jawabannya iya, tapi tidak sepenuhnya.
Laporan itu hanya menjelaskan tentang apa yang gadis itu lakukan kesehariannya. Berangkat pagi menuju Toko Bunga, mengantar bunga, melayani pelanggan, menata dan mencatat persediaan bunga di sana. Lalu malamnya, dia akan pergi menuju Kedai biasa milik pria paruh baya dan kembali bekerja sampai malam. Disana juga terdapat lampiran foto gadis itu bekerja, duduk, melayani pelanggan di Toko atau Kedai. Dan sialnya, wajah itu sama dengan gadis yang sudah lama pergi, atau hanya sekedar menghilang lalu kembali.
Satu nafas berat ku hela, sampai saat ini masih tidak ada titik terang.
Suara pintu di buka menyapa rungu milikku sebelum aku kembali pada kesadaranku. Kebiasaan buruk yang selalu pemuda itu lakukan. Masuk tanpa mengetuk pintu lebih dulu.
"Masih belum dapet titik terang, Joon?" Sofa rona cokelat itu sudah dia duduki.
"Belum, Hyung." Aku menjawab seadanya, pikiranku sedang tidak baik-baik saja.
Dua kaki jenjang miliknya sudah membawa tubuh jangkungnya mendekat pada meja, dan duduk pada kursi di depanku. Satu amplop dengan rona yang sama seperti tempo hari dia letakan di atas meja, "Aku dapat informasi yang mungkin bisa kasih kamu titik terang, walaupun gak seberapa,"
aku menatap beberapa saat, hingga aku membukanya. Ada beberapa lembar yang isinya berupa laporan dan satu lembar foto yang membuatku sedikit mengerutkan dahi, "Ini ... " aku menatap lebih teliti wajah pemuda yang usianya sama denganku, berpenampilan rapih dan gagah, "Bukannya ini Sejin?"
Seokjin mengangguk tanpa suara, "Aku pikir Sejin cukup tau tentang Hyesu, Joon. Itu sebuah titik terang. Karena orang suruhanku bilang mereka sering bertemu dan kelihatan begitu dekat,"
"Aku hampir lupa Tokonya adalah langgananku." Aku bergumam, nyaris tak terdengar. "tapi apa Hyung yakin dia Hyesu?" aku kembali ragu.
Seokjin menghela nafas, menunduk sejenak kemudian bersitatap denganku, "Kamu mau bukti lebih?"
"Iya, aku butuh bukti lebih jelas dari ini."
Hening menyelimuti ruangan ini. Dia terdiam, kemudian bangkit dari duduknya berjalan menuju kaca besar yang menampilkan pemandangan dari ketinggian lantai sepuluh. Pemuda itu mamandangi rupa awan yang berbeda-beda, dan tentunya sudah berganti pola dari yang kulihat sebelumnya. Wajahnya begitu serius menatap angkasa. Aku tidak tahu apa yang dia pikirkan sekarang.
"Hyung?" aku mencoba membuatnya menoleh tapi hasilnya sia-sia. Dia tidak mengindahkan panggilanku. Tetap terpaku pada langit cerah berwarna biru.
"Hyung kamu lagi mikir apa?" aku mencoba bersuara kembali. Dan kali ini berhasil, dia menoleh padaku dengan tatapan yang sama seperti sebelumnya.
"Kamu butuh bukti lebih dari itu 'kan?" aku mengangguk tanpa ragu, karena memang itu yang aku butuhkan. "Kita akan buktiin malam ini juga."
Aku menatap heran padanya, "kamu punya ide apa memangnya?"
"Nanti malam kamu jangan pulang dulu, skip makan malam. Kita makan Jajangmyeon di Kedai tempat dia kerja."
Aku menganga mendengarnya, kemudian terkekeh, "itu gila," responku. Tapi memang benar, bukan hanya idenya, aku juga pasti akan gila melihat wajah serupa seperti milik gadis yang kucinta.
"Tapi dengan gitu kamu bisa puas, kamu bisa memutuskan mau percaya atau enggak, mau melanjutkan pencarian tentang dia atau berhenti di sini dan kamu kembali jadi manusia yang gak ada harapan hidup."
Aku cukup tertampar dengan apa yang dia katakan. Dua-duanya sangat sulit di lakukan, "nanti kalo udah ketemu, kita mau apa?"
yang ditanya hanya melontar tawa, "Ya pesan makanan, kan tujuan kita kesana buat makan sekalian cari pembuktian, memang maumu itu apa?"
Aku kesal dan aku memilih diam. Biasanya aku akan membalas kembali dengan ucapan tapi kali ini tidak. Bukan karena aku mengalah, tapi karena apa yang dia katakan memang benar. Selain makan dan pembuktian memangnya apa lagi yang aku inginkan?
"Pergi sana, aku banyak kerjaan. Ganggu." Aku memakai kembali kacamata yang sempat ku lepas dua jam lalu. Kembali terpaku pada kertas-kertas yang sempat terbengkalai.
"Kamu jangan kaya Ayahnya Holy yang workaholic," Pemuda itu menepuk bahuku tiga kali, "Aku pulang, bye!"
Aku hanya menjawab dengan gumaman, hingga suara derit pintu ditutup barulah aku menghela nafas. Melepas kembali kacamata yang bertengger sebentar. Penat datang secara tiba-tiba. Aku mengusap wajahku, kepalaku dipenuhi oleh banyak tanya tentang gadis itu.
"Tapi kalo memang benar itu kamu, aku berharap kita bisa kayak dulu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Remember Me || Kim Namjoon
FanficHyesu yang dinyatakan tewas dalam kecelakaan delapan tahun lalu. Takdir pertemuannya dengan Seokjin membawanya pada sang kekasih yang masih mencari keberadaannya, membuatnya membuka kembali kasus kecelakaan itu secara diam-diam untuk membawa kembali...