[Hyesu]
Bagaikan roda yang berputar tanpa henti. Kehidupanku berjalan mengarah pada tujuan tidak jelas. Kemana aku harus melangkah setelahnya tidak tahu. Aku merasa kekosongan dalam hatiku belum juga terpenuhi. Aku belum juga menemukan apa yang aku inginkan.
Aku menghela nafas, melirik jendela berhias putih salju yang memenuhi halaman toko. Lalu beralih pada ponsel yang tidak menerima pesan apapun sejak satu minggu lalu. Malam setelah kami melanjutkan perjalanan menikmati salju di Namsan, Namjoon langsung mengantarku. Dalam perjalanannya kami saling membisu. Hal terakhir yang aku ingat adalah momen dimana Namjoon tersenyum dengan manis melambaikan tangan. Gerak bibirnya mengucap, 'Sampai jumpa' sebelum akhirnya dia meninggalkanku didepan pagar rumah, bahkan sebelum aku membalas ucapannya.
"Sunbae-nim,"
aku ingat jelas dia memintaku mengingat hal itu. Apa ada sesuatu yang penting dengan kata itu? aku tidak tahu pasti. Bahkan aku tidak tahu kenapa sekarang aku memikirkannya.
"Hyesu, aku pulang duluan, ya, kamu jangan pulang telat hari ini saljunya turun lebat," Bora datang dari ruang ganti dengan tubuhnya yang sudah terbalut dengan mantel tebal dan syal yang melingkar di sekitar leher.
"Ehm! kamu hati-hati di jalan ya," aku melambai padanya yang tersenyum di depan pintu.
Tring!
aku tidak menyangka suara bel itu akan menjadi yang terakhir aku dengar disini. Sekarang aku sendiri, sunyi dan benar-benar membuatku semakin ingat dengan pria itu.
Aku melepas kacamata yang bertengger sejak tadi, meraih ponsel dan membuka ruang obrolan. Pesan terakhirnya lebih dari satu minggu lalu sementara panggilan terakhirnya lebih dari itu. Aku beralih melihat akun sosial media miliknya yang lain. Hanya beberapa fotonya pada acara besar perusahaan, wisuda, dan yang paling terakhir adalah potret saat sekolah menengah atas dengan seragam marun khas sekolahnya. Bahkan potret itu bersama dengan teman-temannya yang menggunakan seragam sama. Terkecuali untuk dua orang yang tidak berseragam.
Keterang yang tertulis juga tidak begitu spesial dan menarik. Potret yang dia unggah delapan tahun yang lalu.
'SMA Seoul, kita sahabat!'
Aku tersenyum, Namjoon dalam potret itu terlihat begitu berbeda. Begitu muda dan sangat keren. Tapi dia yang sekarang lebih keren, sejujurnya begitu.
"Kok, aku jadi ingat dia?" aku tersadar, dengan segera menutup aplikasi dan mematikan ponsel. Sial, aku pasti sudah kehilangan akal, bahkan aku sempat berpikir bahwa dia keren. "Dia keren? aku pasti gila," aku mendecih, memilih untuk bangkit dan mengunci semua pintu toko.
Udara sore semakin menurun, langit bahkan terlihat lebih kelabu dari biasanya. Bora benar, hari ini salju turun lebat.
langkah kakiku berhenti, memandang bahu jalan yang kosong begitu saja. Padahal biasanya terparkir mobil hitam dan Namjoon bediri disana sambil tersenyum. Setelah itu dia akan membawaku untuk mendatangi kedai makanan dan berbincang ringan. Walau hanya Namjoon yang lebih banyak membuka permbicaraan, sedangkan aku memalingkan wajah canggung.
"Tapi aku juga enggak bisa nyangkal kalo aku takut," pandanganku turun menatap sepasang ujung sepatu cokelat, "aku takut kita gak bisa ketemu lagi," bahkan memikirkannya sudah membuatku ingin menangis.
apa aku sudah mengakui kehadiran laki-laki itu? apa dia sudah berhasil masuk dalam hidupku? atau mungkin juga, dia sudah menjadi orang yang berharga untukku? padahal sebelumnya aku bukanlah orang yang seperti ini. bagiku hanya Ayah, Kakak, dan Subin yang berharga untukku.
Aku kembali melangkah cepat untuk menghentikan taksi, sepertinya aku harus mencari jawabannya sendiri.
*****
Gerbang hitam menjulang tinggi dan kediaman seseorang yang berpengaruh di Korea. Aku tidak menyangka kediaman Tn. Kim begitu sunyi. Padahal dulu, taman ini selalu ramai oleh para pekerja yang sibuk dengan kegiatan mereka. Apa aku datang disaat yang salah?
"Hyesu, tumben kemari, ada apa?"
aku tersentak, mendengar suara familiar yang sudah lama tidak aku dengar, "Tuan Sejin,"
Dia tersenyum, "Apa ada hal penting? ayo masuk, diluar dingin," Sejin hendak membuka gerbangnya, namun dengan segera aku cegah.
"Anu ... ! Tuan! saya cuma mau tanya, apa Tuan Namjoon ada?"
"Oh, Tn. Namjooon," dia tersenyum samar, kemudian menggeleng. "dia ada urusan bisnis di Selandia Baru, apa ada perihal penting? nanti saya sampaikan ke Tn. Namjoon,"
aku menggeleng. "bukan hal penting, kalau gitu, saya permisi." aku berbalik, berjalan sedikit cepat untuk mencari transportasi. Namun tidak ada transportasi yang paling mudah di temui disini selain bus. Dengan langkah berat aku duduk dan menunggu. Lagi-lagi aku merasa hampa tidak ada seorangpun yang berlalu-lalang disini. Dan kesunyian itu kembali membuatku teringat dengannya. Selandia Baru, kira-kira berapa lama lagi aku harus menunggunya kembali, menunggu kami bertemu.
hah ... memikirkannya sudah membuatku sesak setengah mati.
Drrrrrrtt! drrrrrrrrt! drrrrrrrt!
Aku merogoh saku mantel, menggeser ikon hijau dengan rasa malas.
"Halo?"
"Hyesu .... "
aku melihat kembali nama yang tertera dilayar, nama yang berhasil membuat jantungku berdetak tidak beraturan.
******
Pada akhirnya aku menuruti keinginannya untuk bertemu di salah satu taman terdekat dengan rumahku. Tempat dimana dulu kami selalu menghabiskan malam bersama sekedar menikmati es krim atau menebak rasi bintang. Sebelum akhirnya dia memutuskan untuk pergi dan menghilang.
Dan sekarang aku melihatnya lagi, duduk ditengah taman yang sepi dan dingin, sosoknya yang menunduk tidak merasakan kehadiranku. Bahu kokoh yang tidak pernah berubah, yang bisa menggambarkaan keadaannya sekarang.
Rasanya seperti menggali luka yang sudah terkubur dalam, aku tidak pernah membayangkan dia akan kembali sendiri kesini.
"Namhyun .... " aku memanggilnya dengan lirih, nama yang sudah lama tidak pernah aku panggil kini aku lakukan lagi.
Kepalanya terangkat, wajah itu menatapku penuh air mata, ada apa dengannya?
"Ah, kamu udah sampai," kedua lenganya menghapus air mata, senyum bibirnya terbit dengan hangat ditengah musim dingin. Aku tidak bisa menyangkal jika aku rindu senyum itu, tapi aku tau itu hal yang sia-sia. "Aku mau ketemu kamu karena ada yang mau aku sampein,"
Namhyun mengatur nafasnya yang tidak beraturan setelah menangis, mata sembab dan hidung merah yang begitu kontras pada kulit putihnya.
"Pernikahan aku batal."
Aku menatap Namhyun tidak percaya, "apa?" Namhyun hanya mengangguk, "Tapi kenapa?"
laki-laki itu terdiam, menahan perasaan yang hendak membuatnya menangis kembali, "aku ... aku ...." Namhyun tidak lagi mampu mengatakannya, isak pelan itu keluar dari mulutnya.
Aku tidak tahu apa yang terjadi, menariknya kedalam pelukan seperti yang dia lakukan padaku dulu.
Ya, aku memang meerindukan momen itu, tapi kupikir sekarang semuanya telah berubah. Perasaan besar yang pernah aku simpan untuknya dulu sudah kubuang jauh-jauh.
Atau mungkin sudah terganti dengan orang lain.
Namjoon Sunbae, aku rindu kamu.
-Bersambung.
cr. Juli 2021
Note: garis miring selain flashback berarti mereka bicara pake bahasa lain (inggris).
Jadi, gaes, seperti yang sudah tertulis di papan akun ini, postingan terakhir. Aku bakal usaha buat namatin ini. Aku bakal lakuin yang terbaik buat kalian. Terimakasih karena kalian udah setia baca karya-karyaku dan Terimakasih banyak buat vote sama komennya. Bukti kalo cerita ini masih ada peminatnya. love u!!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Remember Me || Kim Namjoon
FanfictionHyesu yang dinyatakan tewas dalam kecelakaan delapan tahun lalu. Takdir pertemuannya dengan Seokjin membawanya pada sang kekasih yang masih mencari keberadaannya, membuatnya membuka kembali kasus kecelakaan itu secara diam-diam untuk membawa kembali...