7. Antara Cinta dan Cita-Cita

136 30 9
                                    

Sabira menatap Arqi yang masih berlutut di hadapannya sambil berurai air mata. Wajah lelaki itu tampak pucat penuh penyesalan dan matanya memandang Sabira begitu dalam, berharap masih ada kesempatan untuk kembali diterima di hati selebgram cantik itu.

Sabira mendesah. Hatinya mulai goyah dengan berbagai bujuk rayu kekasihnya. Terlebih saat lelaki berprostur atletis itu menangis, Hati Sabira seolah melemah dan ingin segera memeluknya.

Untuk sesaat keadaan mendadak hening dan Sabira merasa bimbang luar biasa. Ketika itu, datanglah Ola dengan wajah berbinar dan bersemangat seperti biasa.

"Hai, Sab! Gue punya kabar ..." Kalimat Ola mendadak terhenti ketika menyadari keberadaan Arqi di antara mereka. Seketika mulutnya terkunci dan raut wajahnya mendadak kelabu.

"Ngapain dia ke sini? Mau mukulin lo lagi, Sab?" tanya Ola sewot sambil menunjuk wajah Arqi dengan dagunya.

Arqi melotot. Tangannya gatal ingin menyumpal mulut gadis Betawi itu, tetapi demi mendapatkan kembali hati kekasihnya, lelaki itu rela berpura-pura ramah.

Arqi berdiri lalu mendekat ke arah Ola. "Sorry, ya, bisa nggak lo keluar dulu? Gue lagi ngomong penting sama Sabira," ucap Arqi penuh kelembutan.

"Ya udah ngomong aja! Tapi awas lo ya kalo berani mukul lagi!" bentak Ola sambil melirik ke arah Sabira yang menunduk dalam-dalam seolah tengah berpikir keras.

Ola berbalik badan dan berjalan pelan, berpura-pura ingin kembali ke ruang tamu yang berjarak cukup jauh dari ruang tempat Arqi dan Sabira berada. Ketika sampai di balik tembok yang menyekat ruang keluarga dengan ruang makan, Ola berhenti untuk mengawasi mereka. Dari sana, pandangannya bebas mengawasi Arqi tanpa ketahuan. Jika sampai lelaki itu berbuat macam-macam, Ola bersumpah akan memberi bogem mentah di wajahnya. Dengan jantung berdebar, Ola mengamati tindak-tanduk Arqi. Tak sedetik pun matanya terlepas dari lelaki itu saking khawatirnya pada Sabira yang sudah berkali-kali disakiti. Ketika Arqi mulai angkat suara, Ola menajamkan telinga, berusaha mendengarkan apa yang dikatakannya.

"Please, Sab! Kita jangan putus, ya! Tiga tahun lho kita sama-sama," bujuk Arqi sambil memelas. Tangannya menggenggam jemari Sabira lalu kembali berlutut. Wajahnya mendongak, berharap kata maaf dari kekasihnya.

Sabira masih bergeming sehingga membuat Arqi semakin gelisah. Ingatan gadis itu tiba-tiba terlempar ke waktu pertama kali mereka bertemu.

Saat itu, belum seminggu setelah papi meninggal, Sabira luar biasa terpuruk. Ketika itu, dia baru saja masuk SMA dan belum benar-benar mengenal teman-teman dan lingkungannya. Papi pergi terlalu cepat yaitu tepat di hari pertama Masa Orientasi Sekolah dilakukan. Akibatnya, gadis yang tengah berduka itu dianggap aneh karena sering kali menutup diri dan bersikap dingin. Kebanyakan teman-teman di lingkungannya juga takut dan tak mau mendekat. Hanya Arqi yang waktu itu mau mengajaknya bicara dan menemaninya ke mana-mana. Awalnya mereka bersahabat dan Arqi sama sekali tak pernah bersikap kasar. Namun, setelah hubungan mereka meningkat menjadi sepasang kekasih, perangai Arqi berubah menjadi posesif dan temperamental.

"Sab, Sabira!" teriakan Arqi menghentikan lamunannya. Sabira benar-benar galau harus bagaimana, dia ingin mengenyahkan Arqi dari kehidupannya, tetapi letupan cinta yang memercik di hati tak kunjung bisa dikendalikan.

Sabira menelan ludah lalu melangkah menuju jendela. Matanya menatap ke arah taman sambil menghidu udara segar yang menguar. "Oke, kita balikan. Tapi, sekali lagi kamu kasar, aku nggak akan pernah memaafkan!" ucap Sabira setengah berbisik. Ada rasa nyeri di dada ketika mengatakan itu sebab sebenarnya dia sudah sangat tersiksa dengan hubungan ini. Namun, hal itu kalah dengan perasaan cinta yang ia miliki untuk Arqi.

Ola yang sedang menguping, gemas dengan keputusan Sabira. Tangannya mengepal sambil berkali-kali menggerutu. Bagi Ola, cowok yang suka main tangan tak akan pernah bisa berubah jika tak ada motivasi yang kuat dari dalam dirinya sendiri. Lagi pula, Sabira cantik, kaya raya, dan banyak penggemar. Tak seharusnya dia memberi kesempatan bagi Arqi untuk kembali lagi.

Mendengar itu, Arqi sontak berlari menghampiri kekasihnya. "Thanks, my dear. Aku janji nggak akan mengulangi perbuatan buruk itu. Terima kasih kamu mau ngertiin aku dan memberi kesempatan ini. Aku nggak akan menyia-nyiakannya, By." Arqi memeluk Sabira sambil mengusap puncak kepalanya. Matanya berkaca-kaca karena rasa haru yang menjalar dari hatinya. Sementara itu, Sabira masih mematung dan tak menanggapi kegembiraan Arqi. Gadis itu seolah sedang meragukan keputusan yang baru dibuatnya sendiri.

"Sekarang aku cabut dulu ya, By! Sebentar lagi ada kuliah. Kamu baik-baik, ya di sini!" ucap Arqi sambil memandang mata cokelat Sabira dengan penuh cinta. Gadis itu mengangguk tanpa kata dan terduduk lesu ketika Arqi beranjak meninggalkannya.

Tepat di saat itu, Ola langsung berlari ke ruang tamu dan melipat kaki sambil pura-pura menelepon. Gadis berambut pendek itu hanya bisa menatap kesal pada Arqi yang tersenyum mengejek ketika lewat di hadapannya.

"Argh! Dasar lelaki stress!" maki Ola dalam hati. Setelah memastikan Arqi pergi, Ola segera menghampiri Sabira yang tengah terduduk lesu.

"Heh! Jangan bengong! Gue punya kabar bagus nih buat lo!" kata Ola sambil menepuk pelan pundak bosnya. Ola berusaha tak peduli dan tak ikut campur dengan apa yang terjadi barusan. Lebih baik dia pura-pura tak tahu apa yang sedang menimpa percintaan mereka daripada akhirnya malah bertengkar dengan Sabira. Bagaimanapun dia masih butuh pekerjaan ini demi bisa melanjutkan kuliah.

Sabira menoleh. "Oh ya? Apa?"

Ola menarik salah satu kursi di hadapan Sabira. "Beneran lo siap denger kabar ini?"

"Iya. Buruan! Apaan, sih?" tanya Sabira tak sabar.

"Hmm siap-siap, ya! Jeng jeng jeng jeng ...."

"Ih kelamaan banget, sih! Apaan, nggak?" tanya Sabira semakin penasaran. Kesabarannya habis dan ia melotot ke arah Ola agar manajernya itu lekas berbicara.

"Buset, dah! Kaga sabar pisan, sih, Mpok! Tenang-tenang! Kalem! Jadi gini... hmm, gue baru dapet kabar kalau ... kalau lo fix jadi peran utama dalam film terbarunya Joni Andara! Sutradara terkenal itu! Huwaaaaa!" teriak Ola heboh sambil lompat-lompat.

Mata Sabira berbinar. Kaget sekaligus bahagia. "Serius, lo?" tanyanya tak percaya.

"Banget, Sab! Banget! Bulan depan udah mulai syuting! Yeaaay!" jawab Ola sambil mengguncangkan bahu artisnya.

Mata Sabira berembun lalu ikut melompat-lompat kegirangan seperti Ola. Namun, beberapa detik kemudian raut wajahnya berubah pias ketika teringat bahwa Arqi tak pernah suka dan tak akan mengizinkannya bermain film. Bahkan ketika audisi kemarin, Sabira harus berbohong pada kekasihnya itu. Ah, lantas bagaimana ini? Sabira kembali terduduk lemah dengan kebimbangan yang kian nyata terasa.

BERSAMBUNG..

============

Halooo gimana nih kalau kamu jadi Sabira, lebih milih cinta, atau cita-cita? Hehehe...

Vote dan komen yaa supaya aku semangat lanjutin cerita ini. 😍
Makasiih..
Luvluv
-DIA

MY SEOUL-MATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang