13. Terdedah

100 20 4
                                    

"Mungkin cintaku terlalu kuat dan menutupi jiwa yang dendam akan kerasmu Sehingga kita bersama."
-Melly Goeslaw, Mungkin.

"Kamu kenapa? Kok dari tadi diam aja? Sakit?" tanya Arqi ketika keduanya baru saja berjalan keluar dari gedung bioskop.

Sabira mengangkat wajah lalu memberanikan menatap kekasihnya. "Eh, nggak apa-apa, kok. I am fine."

Arqi menghentikan langkahnya lalu menatap tajam ke arah wajah Sabira. "Kamu nyembunyiin sesuatu dari aku?" tanya Arqi lagi. 

"Hah, nyembunyiin apa? Nggak ada kok." Sabira pura-pura tak mengerti arah pembicaraan Arqi. Dia berjalan sesantai mungkin agar Arqi tak curiga dengan kebohongannya. 

Meski hatinya merasa tak enak, Arqi diam dan berusaha percaya. Mereka kembali berjalan beriringan sambil berpegangan tangan layaknya sepasang kekasih. Ketika sampai di depan restoran Korea, Arqi berhenti dan mengajak Sabira untuk makan terlebih dahulu.

Ketika mereka baru saja duduk, tiba-tiba datang seorang remaja berseragam putih abu-abu yang tampan, berkulit putih, dan tinggi yang terkejut melihat keberadaan Sabira di depan matanya.

"Maaf, Kakak, Kak Sabira Aninria, Kan? Selebgram cantik itu?" tanyanya ramah. Wajahnya berbinar-binar dan senyumnya tak henti merekah saat memandang wajah Sabira dengan jarak dekat seperti itu.

"Iya, saya Sabira." Sabira tersenyum ramah lalu membalas uluran tangan pemuda itu. Tanpa diduga sang pemuda malah menempelkan pipi kanan dan kirinya pada pipi Sabira. Meski terkejut, Sabira tak marah. Dia hanya terlihat risih dan tak nyaman. Terlebih wajah Arqi sudah terlihat mengeras.

"Kak, maaf boleh tolong fotoin, Nggak? tanya anak itu pada Arqi tanpa ragu. Dengan terpaksa, Arqi mengambilkan foto supaya dia cepat-cepat pergi dari tempatnya. Alih-alih pergi, anak SMA itu malah terus berada di samping Sabira sambil membuat instagram story selama hampir dua menit. Setelah itu, dia baru pamit kembali ke tempatnya semula.

"Hmm akhirnya pergi juga tuh bocah!" gerutu Arqi dengan wajah terlipat.

"Kamu kayaknya happy banget ketemu cowok itu," ujar Arqi sambil malihat-lihat menu di restoran tersebut.

"Hah? Happy banget? Biasa aja, ah," ujar Sabira santai.

Suasana mendadak hening sejenak tanpa ada pembicaraan apa pun. Sementara itu wajah Arqi semakin muram dan marah.

"Ya ampun! Kamu cemburu? Dia kan cuma fans, By, masa aku jutekin. Kalau sampai viral, followers-ku bisa turun drastis, dong!" ujar Sabira defensif.

"Aku nggak cemburu, tapi kayaknya sikap kamu tuh terlalu ramah, deh, buat seorang fans," ujar Arqi seraya memanggil pelayan untuk memesan makanan.

"Oh ya? Masa, sih? Sorry, deh, By, padahal aku ngerasanya biasa aja, kok." Sabira berusaha memegang tangan Arqi, tetapi langsung ditepis olehnya. Pelayan datang, Arqi langsung memesan jjajangmyein dan kimchi sebanyak dua porsi, tak lupa juga dua gelas banana milk untuk minumnya.

"Dasar cewek murahan! Bitch!" gumam Arqi pelan setelah pelayan pergi dari meja mereka.

"Sorry, tadi kamu ngomong apa?"

Arqi membanting sendok dan garpu yang berada di atas meja ke arahnya sehingga membuat gadis itu terkesiap.

"Kamu pura-pura nggak peka apa emang bodoh, sih?" maki Arqi sambil menatap tajam wajah Sabira.

"Aku minta maaf banget, By. Kamu tenang, ya, dia kan cuma fans."Sabira menengok ke kanan dan kiri khawatir ada yang melihat dan merekam perilaku Arqi yang kasar itu.

"Cuma fans, cuma fans! Kamu bisa menggunakan dalih cuma fans, tapi aku tetap aja nggak suka kalo kamu terlalu ramah dan akrab begitu sama cowok lain!" bentaknya sambil membuang muka.

Sabira menelan ludah dan mengusap wajah pelan. "Ok, aku janji nggak akan begitu lagi. Udah ya tenang ya, By …" Gadis itu menatap sekelilingnya sekali lagi untuk memastikan tak ada seorang pun yang melihat apalagi merekam kejadian itu. 

Ketika suasana masih tegang, tiba-tiba ponsel Sabira yang ditaruh di atas meja bergetar. Gadis itu terperanjat ketika melihat nama yang terpampang  di layar yaitu Joni Andara. Sialnya, sebelum diangkat, Arqi sempat melihat nama itu. Sontak saja lelaki temperamental itu mengernyitkan kening dan semakin emosi dengan pikiran buruk yang diciptakannya sendiri. Sabira menatap Arqi sekilas lalu buru-buru menjawab telepon tersebut dengan terbata-bata. 

"Ha-lo selamat siang, Pak"

"Hai, Sab, kenapa kok suaramu mendadak tegang banget? Sorry ya kalau ngagetin, saya cuma mau ngabarin kalau jadwal kita maju, nih! Besok kita reading dan lusa udah mulai syuting, ya!"

Sabira tergeragap. Selain karena kaget ditelepon Joni Andara, dia juga jeri melihat tatapan menyilet dari lelaki yang tengah duduk di hadapannya.

"Baik, Pak," jawab Sabira dengan suara serak.

Tak lama kemudian, Sabira menutup telepon dengan tangan gemetar. Di depannya, Arqi seolah sudah siap menerkam. Alisnya berkerut dan rahangnya mengeras. Tatapan matanya tajam seolah meminta penjelasan.

"Joko Andara?"

"Hmm, itu teman SMA-ku."

"Oh ya? Mana sini hape lo!!" Dengan emosi yang kian meninggi, Arqi merampas ponsel yang tengah digenggam Sabira dengan kasar. Gadis itu ketakutan, tetapi berusaha tetap tenang dan seolah sedang tidak terjadi apa-apa ketika seorang pelayan datang membawakan pesanan.

"Terimakasih, Mbak," ucap sabira ramah setelah pelayan selesai menata pesanannya di meja makan. Sementara itu, Arqi masih memeriksa ponsel Sabira dengan saksama. Darah lelaki itu seolah mendidih ketika membaca obrolan di aplikasi whatssapp antara Sabira dengan sutradara kondang itu. Sabira menepuk jidat lalu mengigit bibir menyesali kecerobohannya yang menyimpan nomor Joni Andara dengan nama asli. Dia juga menyesal karena belum menghapus pesan dari sutradara terkenal itu. Kini, Sabira merasa ditelanjangi dan dia sudah pasrah apa pun respons Arqi setelah membaca itu.

Arqi bangkit lalu menaruh sejumlah uang di atas meja untuk makanan yang tak lagi selera dimakan. Kemudian lelaki itu menarik kasar tangan Sabira keluar dari restoran. Sabira meringis dan berusaha sebisa mungkin tetap tenang dan tak melawan karena takut jadi pusat perhatian. Ketika tiba di tempat parkir, lelaki itu dengan kasar mendorong Sabira ke dalam mobil hingga gadis itu menjerit kesakitan.

"Kamu kenapa, sih! Sadar, Qi! Sadar!"

Alih-alih menghentikan serangan, Arqi malah ikut masuk ke dalam mobil dan semakin brutal menampar Sabira hingga bagian bawah bibirnya berdarah. Sabira tak mampu menahan tangisannya yang semakin kencang ketika Arqi mengemudikan mobilnya dengan kecepatan penuh.

"Please, stop, Ki! Kita bisa mati!" teriak Sabira panik.

"Arqi! Please turunin aku sekarang juga!" bentak Sabira lagi. Alih-alih memelankan laju kecepatan mobil, Arqi malah semakin gelap mata menekan pedal gas dan tak peduli dengan kecepatan mobilnya yang semakin tak terkendali. 

Ketika tiba di jalanan yang sepi, Arqi meminggirkan mobil lalu dengan penuh emosi menjambak rambut Sabira dan menjedotkannya kuat-kuat ke dasbor mobil. Sontak saja kepala gadis itu berdarah dan merasa pusing luar biasa. 

"Dasar pembohong! Cewek murahan! Pelacur!" Arqi terus memaki sambil terus melampiaskan kemarahannya pada wajah Sabira. Gadis itu sudah berusaha melawan, tetapi gagal karena kalah tenaga. Dia hanya bisa pasrah sambil terus menangis dan berdoa dalam hati.

"Sabira, dengar! Aku nggak akan kaya gini kalau kamu nggak cari gara-gara duluan!"

Sabira hanya bisa menangis tergugu. Gadis itu menyadari kesalahannya yang memang salah karena telah berbohong pada kekasihnya, tetapi apa memang harus dihukum separah ini?

BERSAMBUNG..

Pada kesel nggak sih bacanya? 😁
Terus terang, aku sendiri geregetan pas nulis.

Orang toxic kaya Arqi ini beneran ada, loh! Hati-hati aja, ya, girls.. 😊

Jangan lupa vote n komen, ya..
Maacih
Luvluv
💓
-DIA

MY SEOUL-MATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang