jisung membuka salah satu pintu ruang rawat yang sempat diberitahukan oleh sang manager. suasana begitu sunyi ketika kakinya masuk kesana, yakni hanya bertemankan detak jarum jam dan samar-samar embus napas sosok lain di atas ranjang.
pria tampan itu menghela napas sebelum berjalan mendekat ke arah nakas. kantung plastik berisi buah-buahan yang sengaja dia beli diletakkan di atas meja berwarna coklat gelap tersebut sebelum memilih untuk duduk tenang disamping bangsal.
"ternyata dari dulu kau memang tidak pernah berubah, masih saja mementingkan kebahagiaan orang lain di atas kebahagiaanmu sendiri."
"ㅡkau pikir kau siapa huh? superhero? berlagak paling kuat dan menyimpan semua lukamu sendirian."
"ㅡaku merasa sangat tidak berguna selama aku masih menjadi kekasihmu."
monolog itu tertelan kesunyian. wajah pucat hyunjin masih belum menunjukkan reaksi apapun setelah jisung selesai mengutarakan apa yang ingin dia ucapkan. si pemuda han memang terlihat tegar tapi matanya yang berkaca-kaca membawa pesan jika hatinya tidak dalam keadaan baik-baik saja.
beberapa jam yang lalu seluruh anggota grup (kecuali hyunjin) dipanggil untuk melakukan rapat dadakan bersama sang presdir. disana jisung menerima sebuah fakta yang terlalu mengejutkan hari ini. pingsannya hyunjin bukan hanya karena telat mengisi perut semata. presdir mengutarakan sesuatu yang jauh lebih mengejutkan dari apa yang mungkin bisa jisung bayangkan.
dia ingin kecewa namun tidak berhak. sekarang jisung bukanlah siapa-siapa hyunjin jadi untuk marah pun percuma. disisi lain jisung sadar bahwa menyalahkan hyunjin bukanlah suatu pilihan yang tepat karena pemuda manis itu juga menderita. bahkan jisung begitu takut untuk membayangkan entah apa saja yang sudah hyunjin lewati demi menyelamatkan grup mereka.
suara rintihan lemah memecah lamunannya. pandangan jisung fokuskan pada kelopak mata cantik hyunjin yang perlahan-lahan terbuka. saat netra mereka saling mengunci entah kenapa rasa sesak yang sempat menggelanyuti hati jadi kian terasa.
"jiㅡsung?" hyunjin mengeja terbata. suaranya terdengar sangat serak jadi jisung berinisiatif membantu hyunjin untuk bersandar pada headboard ranjang sebelum menyodorkan botol air mineral yang sudah diberi sedotan.
"merasa lebih baik?"
hyunjin membalas pertanyaan jisung dengan anggukan. kepalanya mengedar ke sekeliling dan hyunjin terlihat sedikit kaget ketika menyadari bahwa sekarang dirinya berada di rumah sakit.
"aku di rumah sakit?"
"iya."
"kenapa?" hyunjin bertanya lagi dengan suaranya yang bergetar. jisung tau jika hyunjin sedang merasa ketakutan saat ini.
"aku akan menjelaskan padamu teㅡ"
"mereka sudah tau? termasuk jisung juga?"
"hyunjin, dengarㅡ"
"tolong katakan padaku kalau mereka tidak tau apapun, kumohon jisung."
"hyunjin, tenanglah." Jisung menahan jemari hyunjin yang mulai bergetar. terasa jelas bagaimana dinginnya permukaaan kulit sang mantan kekasih di telapak tangannya sendiri.
"a-aku..."
"kami semua sudah tau." jisung memulai, "ㅡkenapa tidak jujur saja padaku sejak awal?"
"maafkan aku." balas hyunjin. kepalanya menunduk dalam tidak berani membalas tatapan jisung.
"dengan kau yang menyimpan masalahmu sendirian kau pikir semua akan baik-baik saja? jika kau berani jujur, kami tentu lebih memilih untuk gagal debut."
KAMU SEDANG MEMBACA
decision | chanjin ✔
Fanfictionㅡ ❝ hyunjin berada dalam pilihan yang rumit, yakni terjebak antara harus mengorbankan kebahagiaannya, sang kekasih, atau para sahabat yang mengantungkan cita-cita mereka di tangannya. ❞ ㅡ DOM! chan, jisung, minho, changbin, seungmin. ㅡ SUB! hyunjin ...