1.6 (end)

3K 295 54
                                    

“hyunjin,” suara chris mengalun pelan dengan hati-hati setelah mesin kendaraan dimatikan. pria dengan surai legam itu menatap ke arah pria lain yang nampak sama sekali tidak terusik dengan panggilannya barusan. hyunjin yang tertidur di kursi penumpang tetap terlihat manis walau bibir merahnya sedikit maju bak orang yang sedang kesal.

“hyunjin, bangun, kita sudah sampai.” chris memanggil hyunjin sekali lagi, kali ini ditambah dengan sedikit guncangan di bahu pria yang lebih muda. usahanya bersambut beberapa detik kemudian, hyunjin mulai mengeluarkan erangan pelan dari celah bibirnya.

“kenapa?” tanya hyunjin dengan suara yang sedikit serak. dia mencoba memperbaiki posisi duduknya yang sedikit merosot akibat tertidur selama perjalanan. kedua tangan mengepal untuk mengusap sepasang matanya dengan agak terburu.

“kita sudah sampai.”

“oh..” sekarang hyunjin mengalihkan atensi. sebuah rumah sederhana dengan cat berwarna putih tertangkap dalam radius pandangnya.

hyunjin jelas kenal betul bangunan sederhana tersebut. rumah itu adalah tempat dimana dirinya dibesarkan sebelum dia pergi merantau ke kota untuk menggapai mimpi menjadi seorang penyanyi. rasa emosional menyergap relung hati ketika memori lama mulai kembali menghantam ingatan, itu membuat sepasang manik hyunjin secara tak sadar mengakumulasi butiran air mata.

“ayo turun.”

chris memilih keluar terlebih dahulu dan berinisiatif membukakan pintu agar hyunjin bisa keluar. dia merangkul pundak hyunjin agar anak itu tidak terpeleset atau melakukan sesuatu yang dapat membahayakan dirinya sendiri. kebetulan hujan baru saja reda sehingga membuat jalanan menjadi becek dan licin.

bel di samping pintu dengan ukiran sederhana tersebut chris tekan dua kali. yang lebih muda menanti dengan gugup, padahal dua hari sebelum keberangkatan dirinya sudah mempersiapkan diri untuk bertemu dengan orang tuanya.

“ya, tunggu sebentar!” sayup-sayup suara seorang wanita paruh baya terdengar dari balik pintu.

rasa gugup semakin menjadi-jadi hingga membuat hyunjin tidak bisa diam ditempatnya. pemuda hwang itu terus mengetuk-ngetukkan kaki sebagai reaksi alami tubuhnya. semua gestur kecil yang hyunjin lakukan jelas tidak luput dari perhatian chris.

“semua akan baik-baik saja.” gumam chris seolah mengerti apa yang sedang dipikirkan oleh hyunjin.

beberapa saat kemudian pintu itu terbuka menampilkan sosok wanita cantik dengan kerutan-kerutan samar diwajahnya.

“oh,” wanita itu nampak mematung sejenak sambil memandangi hyunjin dan chris bergantian.

“selamat sore nyonya hwang, saya christopher, pria yang menelpon anda dua hari yang lalu.”

kekakuan di wajah wanita itu perlahan mencair. dia membalas senyum chris sebelum mengalihkan pandangan kepada hyunjin.

“selamat datang anakku. apa tidak mau memberikan ibu pelukan?” tanya nyonya hwang kemudian merentangkan tangan.

hyunjin yang sedari tadi sudah menahan tangis langsung saja menghambur kedalam dekapan sang ibu. tangisnya tumpah ruah teredam dalam pelukan wanita yang begitu dia rindukan, tak perduli pada kenyataan bahwa sebenarnya mereka masih berada di teras depan rumah.

“mari masuk dulu nak chris.”
pria bang itu mengangguk mengikuti langkah nyonya hwang yang masih setia merangkul hyunjin. mereka berakhir duduk saling berhadapan di sofa ruang tamu.

“apa bayi di dalam perutmu membuat kau jadi cengeng begini, hyunjinnie?” nyonya hwang bertanya dengan nada usil. jemponya mengusap pipi gemuk hyunjin dengan hati-hati.

decision | chanjin ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang