⑅˖6: Bukan Jalan-Jalan Harapan🎻

52 24 23
                                    

"Terkadang, saat harusbiasa saja pun diperlukan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Terkadang, saat harus
biasa saja pun diperlukan."

-Hey, Geisa!

🎻♡

"LO GILA?!"

"Ngapain lo di sini? Tau rumah gue dari mana?" tanya Geisa ngegas.

Laksa, cowok itu mengelus dadanya sabar. Meskipun, Geisa ada di teras dan ia di luar gerbang, tidak memungkiri bahwa suara cewek itu memekakkan telinga. Ia turun dari motor besarnya.

"Main."

Jawaban itu membuat Geisa melotot. "Nggak ada! Sekarang, pergi dari rumah gue!"

"Gue nggak di rumah lo, gue di depan gerbang rumah lo," balas Laksa membuat Geisa semakin jengkel.

"PERGI!" Bagi Geisa, mau di manapun, jika ada di sekitarnya, maka sama saja.

Laksa seolah tidak mendengarkan, ia melongokkan tangannya ke dalam gerbang. "Keluar, Gei. Gue ajak jalan."

Geisa melongo. Jalan? Sama Laksa? "Nggak mau. Pergi!"

Melihat Geisa yang masih kukuh untuk mengusir dirinya membuat Laksa tersenyum miring. Cowok itu memperbesar nada suaranya sampai mengundang beberapa warga sekitar yang kebetulan lewat.

"Mbak, keluar aja kenapa, sih? Kasian itu pacarnya." Suara ibu-ibu yang tengah mengendong anak sekitar satu tahunan. Dia lewat setelah mengucapkan kalimat yang tidak terduga bagi Geisa.

Geisa meruntuk dalam hati. Mana mau menjadi pacar Laksa yang menyebalkan dan bukan tipenya itu. Ia melirik si cowok yang mengeringkan sebelah matanya. Ia menduga bahwa Laksa tengah ge-er dan melambung tinggi.

"Nggak usah sok! Gue anti ya pacaran sama orang modelan kayak lo!" Geisa mendekat ke gerbang, menatap Laksa yang tersenyum.

"Keluar dong, Gei. Gue ajak jalan, entar gue traktir," kata Laksa mengulang ucapannya tadi plus bernegosiasi.

"Nggak mau!"

🎻♡

Pada akhirnya, salah satu dari dua orang akan mengalah dan 'salah satu' tersebut adalah Geisa. Entah kenapa menjadi menyebalkan sekali hari ini, tiba-tiba saja orang tuanya pulang dan menyuruhnya pergi bersama Laksa. Tidak tahukah mereka bahwa ia tidak mau? Mengapa semua orang mengira bahwa Laksa adalah pacarnya?

Dih, amit-amit. Geisa yang baik hati dan tidak sombong pun menurut. Setelah berganti pakaian dan mengambil dompetnya, ia menaiki motor besar Laksa. Bisa-bisanya sang mama tadi melambaikan tangan. Mungkin, wanita yang telah melahirkannya itu bahagia tetapi ia tidak.

Hey, Geisa!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang