Suara gemericik air disertai kicauan burung terdengar bagai simponi yang indah, udara sejuk memanjakan tubuhku. Pemandangan hijau menyejukkan mataku, ingin rasanya kutenggelamkan diri di balik guyuran air terjun itu. Hei, di manakah aku? Mengapa aku merasa begitu damai di sini?
Damai, sebuah perasaan yang telah lama tercerabut dari jiwaku. Apakah ini surga?
"Nancy!"
Aku tersentak, sebuah sentuhan di lengan membangunkanku. Kubuka mata dan kulihat wajah Mami Irma menyeringai padaku.
"Ada apa, Mi?" tanyaku sambil menguap.
"Kabar gembira buat kamu, Nancy. Ada tamu yang bersedia bayar mahal untuk booking kamu seharian." Mami Irma tampak sumringah.
Aku melirik jam dinding, baru jam 2 siang.
"Tapi ini masih siang, Mi. Aku mau istirahat. Nanti malam aja," kataku malas.
"Hei, kamu gak boleh malas-malasan gitu. Ini pelanggan besar. Dia udah bayar sama Mami 50 juta cash. Dia ke sini cuma mau ketemu kamu. Ayo cepet bangun, segera mandi dan siap-siap." Mami Irma menarik paksa selimut yang menutupi tubuhku, kemudian menyeretku ke kamar mandi.
Huft. Selalu saja begini, aku tak punya kebebasan bahkan untuk sekedar beristirahat. Aku harus selalu siap kapanpun ada yang memanggilku. Guyuran air dari shower mengingatkanku pada air terjun yang kulihat di mimpiku. Aku belum pernah melihat tempat seindah itu, dan perasaan damai yang muncul saat berada di sana, begitu nyaman kurasakan. Ah, aku harus melupakan mimpi itu. Tak ada guna memikirkannya.
Selesai mandi dan berdandan, aku keluar menemui tamu yang dimaksud oleh Mami Irma. Mataku terbelalak saat melihatnya, hampir saja aku jatuh karena lututku yang tiba-tiba terasa lemas. Aku segera berpegangan pada sandaran kursi. Mami Irma menghampiriku dan membimbingku untuk berkenalan dengan tamu yang sebenarnya sudah sangat kukenal itu.
Lalu Mami Irma membiarkan tamu itu membawaku pergi. Aku hanya diam saja saat ia mengajakku ke luar apartemen dan menyuruhku masuk ke mobilnya yang segera melaju di jalan raya. Dia pun tak membuka percakapan sama sekali, hingga aku tak tahan untuk bertanya.
"Apa maksud semua ini, Dika?"
Dia tak menjawab. Hanya fokus melihat ke jalan.
"Dika, aku bertanya padamu. Apa yang kau inginkan dariku?" sergahku.
"Saat seorang lelaki mendatangi rumah bordil dan menyewa seorang pelacur, kau kira apa yang ia inginkan dari pelacur itu?" dia balik bertanya tanpa menoleh ke arahku.
"Dari mana kau tahu apartemen Mami Irma?" tanyaku lagi.
"Itu tidak penting." Dia berkata singkat. Tak menjawab rasa penasaranku sama sekali.
Aku mendengus. Tak bertanya apapun lagi, meluruskan pandangan ke jalan di depan kami. Aku tak tahu apa yang Dika inginkan dariku. Dika membelokkan mobilnya ke sebuah komplek perumahan yang sepi.
Lalu berhenti di depan sebuah rumah berpagar tinggi, di sana telah ada seseorang yang tampaknya sudah menunggu dari tadi. Terbukti ketika mobil Dika berhenti di depannya, ia langsung membuka pintu kemudi dan menyuruh Dika keluar.
"Aku sudah memenuhi permintaanmu, berjanjilah kau takkan melukainya." Dika berucap penuh harap pada wanita di hadapannya. Wanita yang telah meluluhlantakkan hidupku. Virna.
"Diamlah. Aku tahu apa yang akan aku lakukan. Aku tidak akan mau berurusan dengan polisi hanya karena perempuan tak berharga seperti dia." Virna masuk ke mobil dan duduk di kursi kemudi.
"Virna, ingat. Jangan sakiti dia, atau aku tidak akan pernah memaafkanmu!" Dika berkata keras sebelum Virna melajukan mobil seperti orang kesetanan.
"Apa yang kau inginkan dariku, Vir?" tanyaku. Tubuhku terombang-ambing ke sana kemari karena laju mobil yang begitu cepat.
"Aku ingin kau menjauhi keluargaku, baik itu Papaku ataupun Dika," kata Virna sambil terus mengemudi dengan kencang.
"Aku tidak pernah menggoda Om Bayu, dia sendiri yang datang padaku. Dan aku juga tidak pernah berusaha menemui Dika. Lelaki pengecut seperti dia memang pantas bersama wanita sepertimu."
Virna mengerem mendadak hingga badanku terdorong ke depan, untungnya seatbelt yang kupakai menahan badanku sehingga tak membentur kaca depan mobil.
"Apa kamu bilang?!" Virna melotot padaku."Dengar, Reva. Aku takkan pernah membiarkan kamu menghancurkan keluargaku."
"Hei, apa kau lupa? Kaulah yang sudah menjerumuskanku ke dunia ini, kau yang telah lebih dulu menghancurkan hidupku. Mengapa aku tak boleh menghancurkan hidupmu juga?" aku tak tahan untuk menumpahkan semua amarahku padanya.
"Hidupku sempurna, kau takkan bisa menghancurkannya. Aku punya segalanya, dan aku takkan membiarkan siapapun merusak kesempurnaan itu." Virna berkata penuh percaya diri.
Aku tertawa getir mendengar ucapannya. "Sempurna? Benarkah? Papamu selingkuh dengan pelacur, suami yang kau banggakan masih mencintai mantan pacarnya. Itukah yang kau namakan sempurna? Dan Revandi, putramu. Kau sungguh tak tahu mengapa Dika memberinya nama itu? Let me tell you, Reva and Dika, Revandi. Is that clear?" kuberondong dia dengan fakta yang terhampar di depan matanya.
Muka Virna tampak memerah menahan amarah mendengar ucapanku, tangannya meremas setir.
"Diam atau kutampar mulutmu!" Virna mengancam, namun aku tak peduli. Aku melanjutkan.
"Jika aku mau, aku bisa saja merebut Dika darimu dan setelah ia jatuh ke pelukanku, aku akan mencampakkannya dengan mudah." Aku berkata dengan tenang.
"Diaammm!!!!" Virna berteriak marah."Turun dari mobil, sekarang!"
Kulepaskan seatbelt dan keluar dari mobil. Virna membawa mobilnya menjauh dariku. Mungkin ia hanya ingin mengancamku saja tapi ia gagal karena aku lebih dulu mencecarnya. Aku berjalan mencari taksi, jalanan begitu sepi.
Tak lama kemudian, beberapa meter di depanku terlihat sebuah taksi berhenti dan keluarlah Dika. Rupanya ia mengikuti kami. Aku berdiri terpaku memandangnya, ada jarak 10 meter yang memisahkan kami. Tiba-tiba mata Dika terbelalak menatap ke arah belakang tubuhku. Aku menoleh.
Mobil Virna datang lagi, melaju kencang ke arahku. Aku terkejut dan tak sempat menghindar. Bagian depan mobil menabrak tubuhku dengan sangat keras hingga aku terpental ke udara dan jatuh berdebum di atas aspal.
"Virna, kamu gila!" terdengar suara Dika samar-samar. Terdengar juga suara Virna berseru panik.
"Aku...aku...aku kalap! Dia bilang dia akan merebutmu dariku, dia mencecarku dengan kata-kata yang membuatku marah. Karena itu aku ingin dia mati agar tak mengganggu hidupku lagi."
Ah, aku tak mampu merasakan apapun. Dadaku sesak, seolah tak sanggup bernafas. Dan dunia menjadi gelap.
***
Bersambung
published on 21st April 2021
ihirrr, besok Author ultah nih. kalau banyak yang ngucapin sampei 50 orang akan langsung update bab selanjutnya di hari ultah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kumpulan Cerpen : Aku Milikmu (21+)
RomanceKumpulan cerita pendek dewasa. Yang belum dewasa tak usah pura pura udah dewasa. Menyingkir saja. Part nggak berurutan, hanya orang yang cerdas dan mau berusaha lah yang bisa memahami semuanya. ***