Vanya POV
Kubuka jendela kamar pagi ini, menghirup napas dalam-dalam, merasakan semilir angin laut menerpa wajahku.
Aku tersenyum senang, tak sabar ingin segera pergi ke pantai dan merasakan halusnya butiran pasir di bawah telapak kakiku.
Tak pernah kubayangkan bahwa aku akan sampai di titik ini, di mana aku merasa sangat bahagia dengan hidupku. Tentu saja semua itu berkat pria yang terlelap di ranjang di belakangku.
Kulirik Pram yang masih pulas, selimutnya terbuka sampai pinggang. Kami baru sampai hotel tengah malam, namun itu tak menghalangi Pram untuk minta jatahnya sebelum tidur. Padahal aku lelah setelah pulang kerja langsung naik pesawat malam ke Bali.
Tapi, apa dayaku menolak keinginan Pram jika ia sudah berkehendak. Apalagi, aku akan berdosa bila menolak ajakan suami.
Yah, suami. Aku tersenyum mengeja kata itu dalam hati. Sudah 5 tahun kami menikah, tapi aku belum terbiasa memanggilnya dengan sebutan suami.
Bagiku, Pram adalah sahabat baik, yang selalu ada untukku, tempatku bersandar saat aku sedih. Pria yang mencuri hatiku sejak lama, yang ternyata juga mencintaiku.
Pengalaman burukku dengan Adnan sempat membuatku takut untuk menikah lagi, tapi bukan Pram namanya kalau tak bisa meyakinkanku.
Anganku melayang ke hari ketika Pram melamarku. Saat itu kami berdua sedang melihat matahari terbenam di pantai Seminyak, dia tahu aku suka sekali dengan pantai dan laut, makanya ia mengajakku ke sana.
Tak disangka, di tempat favoritku itu Pram mengucapkan kalimat pamungkas dalam hubungan kami.
"Van, nikah sama aku ya. Biar aku bisa jagain kamu, bahagiain kamu dengan seutuhnya. Aku janji gak akan pernah bikin kamu nangis dengan alasan apapun kecuali tangis bahagia."
Aku yang sedang menikmati sunset tentu saja kaget mendengar kalimatnya, tak kusangka dia akan mengajakku menikah secepat itu. Padahal, baru sebulan sebelumnya ia mengatakan cinta padaku. Akupun belum sempat mengatakan bahwa selama ini aku juga mencintainya.
"Pram, apakah kamu yakin? Aku ini janda yang pernah selingkuh dari suaminya saat baru enam bulan menikah. Kamu gak takut aku bakalan selingkuh kalau kita menikah nanti?"
Pram menggelengkan kepalanya kuat-kuat.
"Itu kasus yang beda, Van. Adnan selingkuh duluan, kamu cuma membalas sakit hati kamu aja. "
Aku mendesah pelan, kutatap matahari yang menyiratkan warna keemasan di permukaan air laut.
"Tetap saja, Pram. Kamu gak ingat pepatah yang bilang, once a cheater always a cheater."
Aku tidak mau Pram menikahiku hanya karena kasihan, terlalu banyak luka yang belum sembuh di diriku. Aku tak mau membebaninya dengan luka masalaluku.
"Van..." Pram meraih tanganku, mau tak mau aku menatapnya.
"Bagaimana kalau kita buat perjanjian? Kamu hanya boleh selingkuh kalau aku duluan selingkuh. Perjanjian selingkuh, Vanya tidak boleh selingkuh kalau Pram tidak selingkuh duluan."
Aku tertawa mendengarnya,"Astaga! Perjanjian macam apa itu?" seruku.
"Itu perjanjian yang masuk akal. Karena sampai matipun aku takkan pernah selingkuh darimu. Aku mencintaimu selama 10 tahun, kalau aku selingkuh setelah menikah denganmu, aku akan jadi orang paling bodoh dan paling menyesal sedunia. Aku lebih rela kehilangan kedua tangan dan kakiku daripada kehilanganmu lagi karena kebodohanku," ucapnya sunggguh-sungguh.
Aku tertunduk, memandang kedua tangan kami yang saling bertaut.
"Pram, apakah kamu tahu kenapa aku memilih menyerahkan kegadisanku padamu walau saat itu aku sudah menikah dengan Adnan?" tanyaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kumpulan Cerpen : Aku Milikmu (21+)
RomanceKumpulan cerita pendek dewasa. Yang belum dewasa tak usah pura pura udah dewasa. Menyingkir saja. Part nggak berurutan, hanya orang yang cerdas dan mau berusaha lah yang bisa memahami semuanya. ***