Vanya POV
Aku tidak tahu bagaimana caranya seseorang masih hidup tanpa setelah merasakan sakit yang begitu dalam. Aku tidak tahu mengapa aku masih bernafas hingga saat ini.
Rasanya jiwaku telah mati, tak ada keinginan untuk meneruskan hidup lagi. Aku menjalani hari bagaikan mayat, mati di dalam hidup, hidup di dalam mati.
Hanyalah kenangan, kenanganku bersama Pram di apartemennya, ketika aku menyerahka seluruh jiwa ragaku dalam pelukannya.
Kenangan manis yang ingin kuingat selalu, karena itulah aku masih hidup sampai sekarang, aku tidak ingin mati membawa kenangan itu ke liang kubur bersamaku.
Sebab aku tahu, hanya aku saja yang hingga saat ini masih mengenang percintaan indah kami malam itu. Pram tentu sudah melupakannya, aku hanyalah satu dari sekian banyak perempuan yang pernah ditidurinya, tentu tidak ada apa-apanya, dan tidak patut dikenang sama sekali olehnya, karena aku tidak punya pengalaman untuk memuaskannya.
Biarlah, biarlah aku saja yang mengenangnya. Biarlah aku hidup dengan kenangannya, bersama cintaku yang ternyata belum memudar untuknya.
Karena hanya kenangan itu, yang membuatku sanggup melewati semua kepahitan dalam hidupku. Membantuku menghadapi perceraian dengan Adnan, membantuku melewati tatapan kasihan dan cibiran orang, yang menggunjingku karena dianggap mempermainkan pernikahan, ada juga yang bilang aku tak becus mengurus suami hingga dia lari ke pelukan wanita lain.
Tidak, aku tak mau mengingat itu semua. Aku hanya ingin mengingat Pram, suaranya yang menenangkan, sentuhannya yang membuatku merasakan kedamaian, dan wajahnya yang tak pernah bisa kulupakan.
***
Duduk sendirian di halaman depan Villa, memandang pegunungan di kejauhan, pikiranku mnerawang, mencoba mencari ketenangan.
Aku memejamkan mata merasakan semilir angin menerpa wajahku, kuhirup napas dalam-dalam, mencoba menenangkan hati dan jiwaku yang selalu bergejolak, menolak untuk meneruskan hidup.
Tentu saja aku tak mengikuti kata hati, karena setiap kali keinginan mati hadir, terbayang wajah Pram yang akan kecewa padaku jika menyerah pada pilihan bodoh itu.
Pram. Ketika hatiku membisikkan namanya, bibirku menyunggingkan senyum terbayang wajahnya.
Akan tetapi, senyum itu menghilang ketika aku membuka mata. Kulihat sosok Pram berdiri di depanku.
Kutegakkan tubuh, mengedipkan mata berkali-kali, memastikan bahwa aku tidak sedang bermimpi ataupun berkhayal tentangnya.
"Jauh sekali kau pergi bersembunyi, Van. Aku harus berusaha keras untuk menemukanmu," suara maskulinnya terdengar indah di telingaku.
Tunggu. Pram dalam mimpi dan khayalanku tak pernah mengatakan kalimat itu. Berarti ia nyata?
Aku segera bangkit berdiri, Pram melangkah menghampiriku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kumpulan Cerpen : Aku Milikmu (21+)
RomanceKumpulan cerita pendek dewasa. Yang belum dewasa tak usah pura pura udah dewasa. Menyingkir saja. Part nggak berurutan, hanya orang yang cerdas dan mau berusaha lah yang bisa memahami semuanya. ***