A Wounded Heart (epilog)

4.5K 171 19
                                    

5 tahun kemudian...

Gendhis POV

Semua orang bersiap di halaman kafe yang menghadap tepi pantai untuk menyalakan petasan dan kembang api, menanti dengan riang saat lonceng jam 12 malam berdentang.

Aku berdiri di balkon lantai dua kafe, memandang ke arah para manusia dari beragam suku, ras dan agama bercampur jadi satu merayakan tahun baru.

Aku tak ingin berada di sini, perayaan malam tahun baru tak ada artinya untukku. Lebih baik aku tidur saja bersama anakku.  Tapi Bram memaksaku pergi, jadi disinilah aku sekarang. Dia bahkan mengunciku di luar rumah dan takkan membukakan pintunya kalau aku pulang sebelum tengah malam.

Sahabatku yang satu itu memang agak aneh. Katanya aku harus mencoba hidup untuk diriku sendiri. Tapi masalahnya, aku tak tahu cara melakukannya. Sejak lahir hidup sebagai anak yang berusaha keras memenuhi espektasi orangtua, kemudian menjadi ibu tunggal yang berjuang memenuhi kebutuhan anak.

Di tempatku berada sekarang, hanya ada sedikit orang yang menikmati momen pergantian tahun sambil mengobrol, dan mayoritas dari mereka tampak antusias menyambut tahun yang baru. Tak sepertiku, bagiku tak ada yang istimewa dari pergantian tahun. Hanya angkanya saja yang berubah, hidupku akan tetap gini gini aja.

Kerja keras, mengurus anak, dan kerja keras lagi. Kalau tak ada Bram dan kekasihnya yang membantuku selama ini, aku sudah tumbang sejak dulu.

Aku menghela napas panjang, suara orang orang di bawah makin ramai, sementara di lantai dua beberapa pasangan mojok di meja kursi yang berada di sudut dan mulai bermesraan.

Aku dengar dari beberapa bule Amerika, katanya ada ritual mencium bibir lawan jenis saat pergantian tahun agar di tahun depan hidup kita dipenuhi keberuntungan.

Aku tentu saja tak percaya dengan tahayul semacam itu. Itu hanya cara mereka meromantisasi nafsu, agar ada  alasan berciuman dengan orang asing saat pesta tahun baru.

Tapi, menyadari kesendirianku di pesta meriah ini, rasa kesepian yang kupendam selama ini menyeruak keluar. Selama ini aku berusaha menyangkalnya, namun rasa sepi itu tetap ada. Kucurahkan semua cinta dan kasih sayang untuk anakku, akan tetapi, ada ruang kosong di hatiku, yang tak pernah terisi.

Bram dan pacarnya sangat baik, mereka mengijinkanku tinggal di rumah mereka, membantuku mengasuh anak, menjadi keluarga baru yang bahkan seribu kali lebih baik dari keluarga kandungku sendiri. Namun kasih sayang mereka tak bisa mengisi ruang kosong itu.

Setelah apa yang kualami dengan Bryan, aku menutup diri dari lelaki. Tetapi aku juga merindukan sentuhan hangat dari seorang pria. Aku merindukan surga dunia yang bisa kudapatkan di pelukan pria yang bisa memuaskanku.

Tapi tentu saja, aku takkan bisa memiliki itu. Hidup sebagai ibu tunggal saja sulit, aku tak menambah masalah di hidupku dengan berkencan sekarang.

Duarr!

Kembang api meledak di udara, petasan menyala bersahutan. Semua orang bersorak girang sambil mengucapkan selamat tahun baru ke satu sama lain.

Aku tak pernah membuat resolusi saat tahun baru, karena untuk bertahan hidup dari hari ke hari saja susah, buat apa bikin resolusi yang akan kulupakan nantinya.

Akan tetapi, jika ada satu harapan yang kuinginkan di tahun baru. Itu adalah perubahan kecil di hidupku yang monoton ini. Satu hal kecil saja, aku ingin menjadi Gendhis yang bisa tersenyum bebas tanpa mengkhawatirkan apapun.

Aku memejamkan mata, suara ledakan kembang api dan petasan serta sorak Sorai pengunjung kafe teredam oleh suara hatiku sendiri, yang mendamba sedikit saja kesenangan hidup sebagai seorang perempuan seutuhnya. Bukan sebagai ibu yang dipenuhi tanggung jawab. Aku ingin hidup sebagai perempuan bebas, tak peduli apapun dan menjalani hidup dengan cuek walau hanya sesaat saja.

Kumpulan Cerpen : Aku Milikmu (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang