1

49.6K 3.1K 113
                                    

.

.

.

14 tahun kemudian.

Anak laki-laki bertubuh mungil itu nampak berjalan menuju ruang tengah di rumah mereka. Jalan dengan perlahan dan tertatih-tatih seperti balita yang baru belajar jalan padahal umurnya sudah 14 tahun.

Wajahnya sangat tampan, campuran dari wajah orang Asia dan Eropa. Kulitnya putih bersih tanpa noda, hidung mancung, mata doe berbinar polos yang akan membuat takjub setiap orang yang melihatnya. Bibir tipis merah merona dan dua dimple turunan dari sang ibu. Sungguh pahatan Tuhan yang begitu sempurna, tapi apakah di dunia ini ada yang sempurna?

"Kak Iel..." suara kecil keluar dari bibir merah miliknya. Cashiel yang merasa terpanggil segera menoleh pada anak yang bernama Abigael atau biasa dipanggil baby El oleh keluarganya.

Pemuda tampan itu mendekat lalu berdiri di samping sang adik. Aroma minyak khas bayi menguar saat dia di samping bungsu keluarga Crishian itu.

"Baby El, kenapa belum tidur siang?" tanya Cashiel dengan lembut dan diakhiri senyum tipis di akhir kalimatnya. El tidak menjawab, dia malah memilin ujung bajunya seraya menundukkan kepalanya. Kedua telapak kakinya yang tidak beralaskan apapun saling menindih dan bergesekan. Dia berpikir jika pertanyaan itu sebuah ucapan kemarahan.

"Sayang, kakak tidak marah. El belum mengantuk ya?"

"Umm.." jawabnya pelan.

"Mau, kak Iel temani bobo ?" tanyanya.

"I-iya, kak."

Iel pun mengangguk dan kemudian menunduk untuk menggendong El, tapi saat tangannya menyentuh celana anak itu, dia baru sadar jika terasa basah.Dia edarkan pandangan ke belakang El ternyata disana sudah berceceran air seni, adiknya itu mengompol.

"Baby, mengompol ya?" tanya Cashiel.

El pun segera meraba celananya dan ternyata memang basah. Dia pun menjadi takut dan air mata mulai turun membasahi pipi tirus dan putih itu.

"Huaa... pipis nana," ujarnya.

"El nakal. Lantai na bacah, " El semakin histeris.

"Sudah, tidak papa. Kita ganti yuk celana nya."

"El nakal, kak."

"Tidak ada anak nakal di sini, sekarang kita ganti ya celanamu."

Cashiel lalu melepas celana yang sudah basah itu, lalu menggendong sang adik naik ke kamar pribadi miliknya. Tak lupa juga meminta tolong maid untuk membersihkan kekacauan itu.

Demikianlah hari-hari yang mereka lewati selama 14 tahun ini, sang adik yaitu Abigael mengidap keterbelakangan mental ringan, tidak terlalu parah sebenarnya. Dia tak sebebas anak seusianya, kesusahan dalam bicara dan berjalan. Tidak ada tanda-tanda kedewasaan dalam dirinya karena itu dia tetap diperlakukan seperti bayi, disayang, dicintai sepenuh hati, dicium, dimanja, dan dijaga bak permata berharga.

Tuhan sepertinya sangat menyayangi anak ini, hingga El juga dikatakan mengidap Penyakit Jantung Bawaan.

Namun, tak pernah ada kata-kata buruk yang menyinggung hati anak itu, terlepas dari kondisinya. Semua orang menyayangi dia, termasuk si kakak kembar yang bukan saudara kandungnya.

...

"Nah... sudah bersih. Bayi kesayangan sudah wangi lagi," ujar Iel. Setelah insiden mengompol yang sering terjadi di siang hari itu, El kini sudah bersih lagi dan sudah anteng duduk di pangkuan sang kakak. Kebetulan hanya Iel yang berada di rumah, sementara Mimmy, Diddy dan Kak Cashio sedang ada urusan.

Lagniappe (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang