.
.
.
Max menimang-nimang si bungsu malam ini, anak manja itu sedikit cengeng akibat demam. Deman hanya karena kelelahan bermain dengan seekor anak anjing yang baru dibelikan sang ayah untuknya.
"Diddy..." rengeknya saat Max duduk dan tak bergerak lagi.
"Iya, sayang. Digendongnya sambil berdiri ya?" Anak itu pun mengangguk sebagai jawaban. Max kemudian berdiri, satu tangannya mengusap punggung sempit itu dengan pelan. El memang akan sangat lemas jika sedang sakit.
Ellen duduk di ranjang sambil menatap anaknya yang masih digendong Max. Di tangannya ada pakaian kotor bekas si bungsu yang tadi sempat muntah, di saat seperti ini rasa cemas berlebih pasti akan menyerang dirinya. Wanita itu hanya diam lantas meremat pakaian kotor itu sementara pikirannya sudah lari ke mana-mana.
"Ellen, sampai kapan kau menyimpan pakaian kotor itu?" Ujar Max.
Suara dari sang suami, membuyarkan lamunan Ellen. Dia pun menaruh pakaian kotor itu di keranjang khusus sebelum dicuci.
"Apa El masih demam, Mom?" Si sulung masuk ke kamar itu.
"Sudah mulai turun demamnya, tapi masih lemas dan sempat muntah juga," balas Ellen.
"Mommy tidak usah terlalu khawatir. Demam itu adalah situasi yang wajar, El hanya kelelahan. Lain kali kita awasi supaya jangan kebanyakan bermain."
Ellen mengangguk seraya tersenyum tipis, Cashiel pun memeluk ibunya untuk meberikan semangat. Ellen mengecup pipi putra sulungnya itu, anak yang begitu dewasa dan pandai bertanggungjawab. Dia bangga pada Iel.
...
Ellen terbangun dari tidurnya akibat cahaya matahari yang berlomba lomba masuk ke kamar mereka pagi ini. Silau menyerang matanya dan betapa terkejutnya Ellen karena kamar sudah sangat cerah.
"Astaga...Sudah pukul berapa ini? Hah, sudah pukul delapan." Wanita itu merutuki dirinya yang bangun kesiangan. Semalam dia memang begadang untuk menjaga El dan memeriksa demamnya. Dia akan membangunkan El untuk diberi minum, memeriksa demamnya dengan termometer, ataupun menemani El yang tiba-tiba ingin buang air di malam hari. Alhasil wanita itupun baru tidur menjelang pagi hari.
Dia lihat kesebelahnya ternyata ranjang sudah kosong dan bantal sudah tergelatak dengan rapi, Max dan El tak ada lagi di sana.
"Mungkin mereka sedang sarapan," ujarnya. Ellen buru-buru mengikat rambutnya lalu turun untuk mencari putra kecilnya yang semalam baru sakit itu. Dia melangkah menuju ruang makan dan mendapati tiga orang pria tampan duduk di sana minus si El. Max dan si kembar menatap bingung pada ibu mereka, seperti orang kelimpungan dengan rambut yang diikat asal-asalan dan piyama tidur.
"El di mana?" Tanya wanita itu.
"Tadi aku tinggalkan masih tidur di sampingmu," ujar Max.
"Tapi tidak ada."
"Kamar mandi sudah lihat?"
Ellen kembali ke kamarnya dengan cepat, pasti tebakan suaminya benar. Karena setibanya dia di kamar suara gemericik air di kamar mandi pun terdengar. Ellen mulai merasakan emosinya naik, Ellen membuka pintu dengan kasar dan benar anak itu ada di sana.
"El..." Bentak Ellen. Suara yang begitu melengking membuat El terkejut hingga botol sampo bayi yang dia pegang jatuh begitu saja. El berbalik menghadap sang ibu, wajahnya pun menunjukkan ekpresi ketakutan.
"Mimmy..."
"Apa yang kau lakukan hah...? Kau bermain air di pagi hari, sementara kau baru saja demam," ujar Ellen.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lagniappe (END)
Teen FictionKetika anak yang ditunggu bertahun-bertahun ternyata mengidap keterbelakangan mental, bagaimana perasaan keluarganya? Bungsu kesayangan keluarga itu mengidap keterbelakangan mental. Tapi, cinta dan kasih sayang keluarganya tidak berkurang sedikitpu...