Wah...
Banyak minta double up, oke deh... Kali ini dikabulin.Untuk part sebelumnya yang pake garis miring di bagian bawah, itu sebenarnya spoiler untuk part ini. Di part ini bakalan diperpanjang lagi.
Thank you untuk support kalian, kawal terus ya sampai end. 💚💚💚
.
.
.
"Max, apa kita belum bisa pulang? Kalau menunggu hujannya reda, sampai kapan kita di rumah sakit ini terus," ujar Ellen. Walaupun mereka datang ke rumah sakit untuk melihat jenazah Paman, sebenarnya pikiran Ellen sejak tadi malah ke pada si anak kesayangan alias El. Dia merasa bersalah meninggalkan El sampai menangis seperti tadi, tapi baby itu sedang kurang sehat dan Ellen tidak ingin batuknya semakin parah.
"Sabar sebentar, sayang. Kalau hujan deras begini jarak pandang itu sangat pendek, kau tahu juga kan kalau penglihatanku tidak bagus. Aku tidak ingin mengambil resiko," ujar Max.
"Tapi, entah kenapa aku sedikit cemas pada baby. Apa batuknya semakin parah ya? Huhh..." Wanita itu mendesah. Hujan kali ini memang cukup awet dan parahnya angin juga bertiup hingga muncul kabut tebal.
"Sudahlah, coba hubungi Belle. El baik-baik saja, kau itu terlalu mencemaskan segala hal." Max mengusap-usap lengan istrinya, dia juga sebenarnya ingin segera pulang tapi pandangannya yang buruk terlebih ini hujan, membuat mereka harus menunggu sebentar lagi.
"Bagaimana dengan makan siangmu bersama Luwis?" Tanya Ellen.
"Aku sudah mengirim pesan kalau aku ada urusan mendadak. Luwis itu sudah dewasa, tentu dia tahu kalau Ayahnya orang sibuk," ujar Max.
"Kau tidak bilang, jika makan siang kalian batal karena Pamanku meninggal? Aku takut dia jadi salah paham."
"Sayang...Dia itu sudah dewasa, tak perlu didikte apa saja yang sedang kulakukan, apa yang menjadi alasanku. Kalau dia marah karena itu, berarti dia sangat labil dan kekanakan."
...
Belle membawa nampan berisi coklat panas dan beberapa keping biskuit permintaan baby El, dia juga menyiapkan obat batuk cair yang sudah diresepkan dokter. Mungkin saat Ellen pulang nanti, dia akan menyarankan agar El tidak hanya diberi obat tapi juga diperiksa karena intensitas batuknya semakin sering saja daripada semalam dan tadi pagi.
"Tuan, ini minumannya..." Belle mendorong pintu dengan sikunya. Tapi dia sedikit heran, di depan kamar itu ada air yang berceceran. Mungkin El mengompol pikirnya. Belle melihat seisi kamar kosong, dan tablet untuk menonton kartun juga tergeletak di atas kasur.
"Tuan El, Bibi membawa coklat panasnya. Jangan bersembunyi dari Bibi, ayo sini..." Belle meletakkan nampan di atas meja. Lalu mencari El. Dia melihat kolong tempat tidur, lemari, dan kamar mandi.
"Apa dia takut karena mengompol ya?" Ujar Belle.
"Tuan, Bibi tidak marah... Ayo keluar, jangan bersembunyi." Ellen melihat lagi di balik gorden namun tidak ada. Dia putuskan untuk mencari keluar kamar, dia ingin membuka kamar Ellen tapi kamar itu dikunci dan kuncinya hanya ada pada Ellen. Jadi kemana sebenarnya baby itu?
Belle pun baru sadar jika jejak-jejak air tidak hanya ada di depan pintu kamar, tapi juga di anak tangga.
"Apa mungkin ini pipis El yang berceceran? Lalu kemana dia?" Belle pun mengikuti jejak air itu. Andaipun anak itu mengompol, tidak mungkin airnya sebanyak itu hingga membasahi sepanjang anak tangga.
Belle pun melihat samar-samar postur Luwis yang berada di teras belakang. Lantas dengan cepat dia pun melangkah ke sana.
"Ayo, bawa bolanya ke sini," teriak Luwis. Belle langsung mendekat, alangkah terkejutnya dia melihat El yang berusaha meraih bola di bawah derasnya hujan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lagniappe (END)
Teen FictionKetika anak yang ditunggu bertahun-bertahun ternyata mengidap keterbelakangan mental, bagaimana perasaan keluarganya? Bungsu kesayangan keluarga itu mengidap keterbelakangan mental. Tapi, cinta dan kasih sayang keluarganya tidak berkurang sedikitpu...