Wahh...
Gak kerasa ya, kita sudah sampai di part yang terakhir. Huhuhu... Besok atau lusa aku akan publish Epilog sebagai penutup.Selamat membaca di part ini. Part ini adalah part yang panjang, aku harap kalian tetap tersenyum di akhir kalimatnya nanti 💚
.
.
"Luwis benar-benar kurang ajar..." Max mengumpat sekembalinya dia dari taman dan kembali ke dalam kamar. Max langsung menghempaskan tubuh besarnya di sofa lalu memijit pelipisnya.
"Ada apa Max?" Ujar Ellen heran. Wanita itu sedang menyiapkan segelas susu di dalam gelas, sementara baby El yang masih demam, menunggunya dengan sabar di tempat tidur.
"Anak itu memang kurang ajar. Bisa-bisanya dia mengajak El bermain bola di bawah hujan deras tadi sore, sekarang lihatlah! El terserang demam..." Ellen menghentikan kegiatannya, sendok yang dia gunakan untuk mengaduk susu dia letakkan lalu menghampiri suaminya.
"Maksudmu? Dia dengan sengaja melakukan itu?" Ujar Ellen. Max mendesah, lalu memperbaiki duduk menghadap istrinya.
"Iya...Katanya dia sengaja melakukan ini agar aku memperhatikan dia. Dia cemburu dengan perhatianku pada El. Sikapnya kenak-kanakan sekali, cihh..." Ellen terdiam sejenak, yang dia pikirkan terjadi. Pada akhirnya, akan ada salah satu dari orang terdekat mereka yang tidak suka dengan sikap istimewa pada El.
"Seharusnya kau tak patut marah, Max. Justru dari hal ini kau harus belajar, jika Luwis juga anakmu, darah dagingmu, dan Luwis juga layak mendapatkan perhatianmu..." Ellen pun beranjak dari sofa, mengambil segelas susu yang dia buatkan tadi untuk diberikan pada El. El terbangun karena ingin minum susu, dan tumben juga menolak botol dot miliknya.
"Sayang, aku juga sedang berusaha untuk membuka hatiku dan menerima Luwis. Tidak semudah itu untuk menunjukkan perhatian padanya, aku itu berbeda denganmu yang bisa menerima siapa saja. Dia seharusnya juga mengerti, orang yang dia cemburui bagaimana posisinya. Bukan malah mempermainkan El untuk keinginannya sendiri," ujar Max.
"Bukannya kau juga sudah mempermainkan ibunya demi tujuanmu sendiri? Jika kau tidak suka dia hadir dalam hidupmu saat ini, seharusnya kau tidak menjadikan dia ada di masa lalu. Saat dia butuh tanggung jawab darimu, kau malah menganggap tak ada," ujar Ellen.
"Apa maksudmu?" Suara Max terdengar meninggi. Ellen dan El sama-sama terkejut dibuatnya, bahkan El berhenti meminum susunya lalu beralih menatap sang Ayah yang kini sudah mendekat ke arah mereka. Air wajah Max pun berubah.
"Kau tentu tahu apa maksudku," ujar Ellen santai. Max langsung meremat bahu istrinya, emosinya terlihat jelas, dirinya seperti siap memangsa Ellen saat ini juga. Pengaruh alkohol yang dia teguk beberapa waktu lalu juga mulai beraksi. Ellen meringis, sangat takut dengan suaminya saat ini. Ada apa dengan Max? Apa dia tersinggung dengan ucapan Ellen?
"Kau tahu apa penyebab ini semua? Penyebabnya adalah kau yang sulit mengandung tapi aku terlalu cinta padamu. Andai kau segera bisa hamil saat itu, tentu aku tidak akan jajan di luar sana. Aku melakukan ini juga demimu, kau ingin kita mengadopsi anak, maka aku berinisiatif memiliki anak adopsi yang setidaknya bersumber dari salah satu diantara kita. Kita tidak dapat menyalahkanku terus menerus, seharusnya kau sadar juga siapa dirimu. Kau mengerti !!!" Teriak Max. Berteriak tepat di wajah Ellen, bau alkohol dan rokok bisa tercium oleh Ellen.
Deg...
Demi Tuhan, ini adalah perkataan paling sakit yang pernah Ellen dengar dalam hidupnya dan perkataan itu diucapkan suaminya sendiri yang selalu berkata mencintai dirinya. Max masih meremat bahunya, Ellen hanya menatapnya dengan mata berlinang, tubuhnya kaku seketika dan tak berdaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lagniappe (END)
Teen FictionKetika anak yang ditunggu bertahun-bertahun ternyata mengidap keterbelakangan mental, bagaimana perasaan keluarganya? Bungsu kesayangan keluarga itu mengidap keterbelakangan mental. Tapi, cinta dan kasih sayang keluarganya tidak berkurang sedikitpu...