.
.
.
"Mommy..."
"Io, adikmu. El diculik, hiks..."
Cashio langsung pulang saat mengetahui jika adiknya diculik oleh Luwis. Rasa bersalah dalam dirinya terus muncul, ini semua akibat salahnya yang terus bermasalah dengan Luwis di masa lalu. Hingga kini adiknya pun ikut menjadi korban.
"Mommy, tenang. Jangan panik, aku sudah menemukan alamat rumah terbaru Luwis. Kita akan langsung kesana." Cashio menunjukkan alamat itu pada Max dan pria itu menyetujui untuk segera ke rumah Luwis.
"Mommy ikut," ujar Ellen.
"Mommy di rumah saja. Kami akan bawa El kembali, Mommy jangan menangis lagi, oke." Cashio memeluk ibunya sebentar yang sudah sangat kacau penampilannya. Wanita bak orang gila yang sejak tadi malam, mondar mandir tanpa alasan yang jelas sambil menggigiti kukunya. Dia sangat panik akan putra kandungnya itu.
"Mommy mohon, biarkan Mommy ikut, Cashio." Ellen memohon penuh harap dengan wajah memelasnya itu. Max juga tak tega sebenarnya karena semenjak tadi malam Ellen sudah terus dia salahkan.
"Baiklah, ayo." Max menyetujui dan mereka pun langsung melaju ke alamat yang baru ditemukan oleh Cashio itu. Beruntunglah Cashio yang punya banyak teman maka tak terlalu sulit untuk mencari alamat rumah itu.
...
Jejeran mobil mewah milik keluarga Crishian itu melaju membelah jalanan kota Toronto di pagi menjelang siang ini. Penumpang yang berada dalam mobil itu sibuk dengan pemikirannya masing-masing. Ada yang sudah tersulut emosi, ada yang sedih atau bahkan tak bisa memikirkan apapun seperti Ellen.
"Tuan Max, kita akan memasuki gang yang sesuai dengan alamat rumah itu. Sekitar 1 km lagi dari sini," ujar sopir yang mengendarai mobil itu.
"Baik, lajukan mobilnya lebih cepat," balas Max. Ellen menautkan kedua tangannya dan mulutnya terus melapalkan doa, agar putranya tidak dilukai oleh Luwis. Sementara Max merasakan sesuatu hal yang kurang beres, semenjak tadi namun tidak menyampaikannya pada sang istri.
Mobil itu pun akhirnya tiba di rumah satu lantai bergaya klasik dan elegan. Rumah yang terlampau sederhana untuk pengusaha kaya sekelas ayah Luwis.
Max dan Ellen turun dari mobil mereka yang diikuti oleh si kembar dari mobil yang lain.
"Kita langsung masuk saja, Daddy. Tidak ada lagi hal yang perlu kita tunggu. El harus segera kembali pada kita." Cashio langsung yakin jika rumah ini memang benar rumah Luwis karena dia lihat motor sang rival ada di sana.
Sementara itu, El menangis karena susunya tidak ditaruh dalam botol dot, anak manja itu kalau sudah menangis maka apapun itu harus dituruti kemauannya.
Luwis yang tak tega, akhirnya pergi untuk membeli botol susu. Dia meraih jaket dan kunci motornya lantas berjalan keluar. Pria itu membuka pintu yang ternyata sudah terdapat sebuah kejutan dibaliknya.
Buagghh...
Satu pukulan mendarat sempurna di wajah tampan Luwis. Tubuhnya terhuyung akibat pukulan yang begitu kuat, sudut bibirnya mengeluarkan setitik darah.
"Di mana adikku?"
"Katakan di mana dia? Jangan sampai aku membunuhmu dan kau ikut menyusul adikmu itu." Cashio mencengkram erat kerah baju yang digunakannya Luwis.
"Buagh... kau ingin bermain denganku? Kau menculik adikku, sialan! " Luwis tak mampu berujar lagi. Pukulan yang menghantam wajahnya begitu menyakitkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lagniappe (END)
Roman pour AdolescentsKetika anak yang ditunggu bertahun-bertahun ternyata mengidap keterbelakangan mental, bagaimana perasaan keluarganya? Bungsu kesayangan keluarga itu mengidap keterbelakangan mental. Tapi, cinta dan kasih sayang keluarganya tidak berkurang sedikitpu...