.
.
.
"Baby..." panggil Ellen. Dia tak menemukan anaknya di kamar padahal tadi saat dia tinggalkan El sudah berbaring rapi mau tidur siang.
"El, kau di mana sayang?" Ellen membuka pintu kamar mandi tapi kosong anaknya tak ada juga disana.
"Dapur, pasti di dapur." Ellen tiba-tiba teringat jika tadi bayi itu merengek ingin makan ice cream, mungkin saja dia mengambil sendiri ke dapur karena tadi Mommynya tidak memberi izin.
Ellen pergi ke dapur dan ternyata benar anak itu sudah membuka pintu kulkas yang jauh lebih besar dari tubuh mungilnya.
"Mau ice klim. Ini ice klim? No.. no.. ini pedac." El sempat mengambil pasta cabai, tapi dia letakkan kembali karena ibunya pernah bilang jika itu pedas.
Tangannya kembali sibuk membongkar isi kulkas itu dan belum juga menemukan apa yang dia mau. Kulkas itu ada dua pintu, minuman dingin dan ice cream ada pintu yang sebelahnya bukan yang sedang dia buka.
"Huhh... ice klim, dak ada."
Ellen menahan tawanya sejak tadi, anaknya ini kadang nakal. Tapi, nakalnya hanya seperti ini ya, lari saat jam tidur siang.
"Mau ice cream ya, baby." Ellen mendekat lalu berjongkok di samping anaknya.
"Mimmy..." El menunduk takut karena ketahuan sama ibunya. Dia berusaha menyusun kembali sayuran yang sudah sempat dia bongkar.
"Mau ice cream ya?" ujar Ellen lagi.
"No... Mimmy, El nakal sowwy ..." merasa takut dia pun akhirnya menggeleng dan meminta maaf.
"Hahaa... Mimmy, tidak marah sayang. Baby benar-benar ingin ice cream ya?"
"Um..." ujarnya mengangguk dengan cepat, hingga rambutnya yang dikuncir seperti tungkai apel juga ikut bergerak.
"Baiklah, tapi satu cup kecil ya."
"Catu? Mimmy catu tapi banak ya."
"Satu tapi banyak? Tidak boleh banyak, hanya satu oke." Ellen begitu gemas apalagi saat anak itu menggembungkan pipinya karena kecewa, Ellen pun mencubit pipi itu dengan pelan.
Akhirnya jadwal tidur siang diganti dengan makan ice cream, sementara sang ibu harus repot merapikan kembali kulkas yang sudah diobrak abrik si baby.
...
El sudah imut dengan pakaian pilihannya sendiri. Hari ini mau diajak jalan sama kak kembar, mereka mau beli pewarna untuk si baby yang sudah habis.
"Adeknya dijaga ya, sayang. Jangan jajan yang pedas-pedas."
"Siap, Mom." Iel menghormat layaknya seorang prajurit membuat Ellen tertawa. Sementara Io sudah menunggu mereka di mobil.
"Dah, Mimmy."
"Hati-hati ya, sayang. Jangan jauh-jauh dari kakak ya."
Iel menggendong adiknya untuk masuk kedalam mobil. Ellen selalu saja berlebihan jika El diajak keluar rumah, dia takut putranya dianggap aneh oleh orang dan bahkan menyakiti anak istimewanya. Sekalipun, belum pernah terjadi selama dua kembar berada disisi adik kesayangan mereka.
"El butuh cat warna apa saja?" tanya kak Iel.
"Dak tau."
"Loh kenapa tidak tahu? Kakak kan udah ajarin, apa saja nama-nama warna," balas Iel.
"El mau walna cepelti ini," anak itu menunjuk topi yang dipakai berwarna biru cerah.
"Ini namanya warna apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Lagniappe (END)
Teen FictionKetika anak yang ditunggu bertahun-bertahun ternyata mengidap keterbelakangan mental, bagaimana perasaan keluarganya? Bungsu kesayangan keluarga itu mengidap keterbelakangan mental. Tapi, cinta dan kasih sayang keluarganya tidak berkurang sedikitpu...