.
.
.
"Mimmy..." El terbangun sambil mengucek matanya, lalu duduk dan mengedarkan pandangan ke kamar yang begitu luas. El sampai saat ini memang masih tidur bersama orangtuanya, sehingga kamar itu dibuat lebih luas, supaya El bisa punya ruang untuk bermain saat di kamar.
"Mimmy, hiks... hiks..." Dia takut saat tak mendapati sang ibu di kamar mereka. Suara tangisnya pun langsung terdengar.
"Baby, sudah bangun?"
"Kenapa menangis, sayang?" Ellen yang tadinya mencari udara segar di balkon kamar, segera kembali untuk menemui putranya.
"Mimmy..." ujar El dengan nada manjanya. Ellen mengerti jika El ingin bermanja pagi ini, sang ibu pun menggendong bungsunya itu lalu memeluk serta menciuminya dengan lembut. El sebenarnya sudah jarang menangis jika baru bangun, namun kadang saat sifat bayinya muncul, dia menangis dan ingin digendong dulu seperti pagi ini.
"Tidurnya nyenyak tidak, baby?" Tanya Ellen sambil menyisir surai hitam itu dengan jemarinya. El hanya menganggukkan kepalanya lalu memeluk sang ibu dengan erat.
"Mimmy, El mau pipis," lirihnya.
"Mau pipis? kan masih pakai diaper, sayang."
"Dak mau, mau di kamal mandi, Mimmy." Si anak manja pun merengek.
"Baiklah, ayo ..."
Ellen menuntun El ke kamar mandi lalu membantu sang anak untuk menurunkan celanya piyamanya. Ellen juga melepas diaper si baby yang biasa digunakan saat tidur untuk antisipasi jika dia mengompol.
"Baby, tidak pipis celana lagi. Diaper nya tidak basah, pintar," puji sang ibu. El tersenyum karena tidak mengompol hari ini, Ellen tentu senang. Setidaknya El sudah mampu mengatakan apa yang dia rasakan dalam tubuhnya. Bukan seperti dulu, mengatakan ingin pipis padahal sudah selesai pipis. Pernah juga, Ellen membawa El ke acara keluarga. El minta ditemani pup, namun belum tiba di toilet dia sudah membuang kotorannya itu. Ellen ingin marah ? Tentu tidak !
Ellen tidak malu dengan kondisi putranya, yang dia tak suka saat orang mengejek keadaan anaknya. Ellen sangat tak suka itu. Dia pernah meminta Max memecat seorang karyawannya hanya karena mengatakan jika El anak yang bodoh.
"Mau mandi, sayang?"
"Dak, gocok gigi caja."
Ellen pun memberikan El untuk gosok gigi sendiri. Dia merasa bahagia dengan perkembangan El belakangan ini. El juga sudah bisa makan sendiri walau sangat berantakan.
Selesai mencuci muka, menggosok gigi dan mengganti baju. Ellen menggendong si baby ke ruang makan. El berada di gendongan Mimmy-nya mendapat tatapan heran dari Max dan Cashiel. Cashio sendiri, sedang piknik bersama teman-temannya.
"Baby, kenapa sayang?"
"El sakit Mom?" tanya dua orang pria itu. Ellen menggeleng lalu meletakkan El dipangkuan Max.
"Biasa, manjanya kambuh." Ellen mengusak gemas rambut halus itu saat El menyembunyikan wajahnya di dada sang ayah. Dia sedikit malu jika disebut sebagai anak manja. Padahal jika ada kata yang melebihi manja, layak untuk disematkan pada anak kesayangan itu.
"Tidak papa, El kan masih kecil jadi wajar kan kalau masih ingin dimanja. Iyakan baby?" tanya Max.
"Iya, Diddy." Max mencium pipi bulat yang wangi bedak bayi itu lalu kemudian menyuapi anaknya untuk sarapan. El bertindak semaunya, sebelum Diddy-nya berangkat kerja.
"Diddy mau kelja ya ?"
"Iya, El ingin ikut ke kantor Diddy?"
"Dak mau, banyak olang jaat."
KAMU SEDANG MEMBACA
Lagniappe (END)
Teen FictionKetika anak yang ditunggu bertahun-bertahun ternyata mengidap keterbelakangan mental, bagaimana perasaan keluarganya? Bungsu kesayangan keluarga itu mengidap keterbelakangan mental. Tapi, cinta dan kasih sayang keluarganya tidak berkurang sedikitpu...