Gema hanya diam, terpaku dengan apa yang baru saja ia lihat. Entahlah, Gema pun tak tau ada apa dengannya. Terbesit sedikit rasa aneh saat melihat Senja dengan Tino. Tapi Gema berusaha untuk tetap bersikap biasa saja dan ditepisnya rasa aneh yang tiba tiba saja ada.
Daniel hanya menatap ke arah Senja dan Gema secara bergantian. Dia merasa ada yang aneh dengan teman satunya ini.
"Woii...! Kedip woi kedip!" Daniel menepukkan kedua tangannya dengan keras di depan wajah Gema.
"Kesambet setan sekolah ribet lo nanti sayang..." Lanjutnya.
"Najis lo Niel!" Gema mengacuhkan perkataan Daniel dan berlalu pergi.
Daniel yang di tinggal oleh Gema pun ikut menyusulnya, berusaha menyamakan antara langkahnya dan juga Gema.
"Tungguin anjir kek orang di kejar anjing aja lo cepet banget jalannya." Gerutu Daniel.
"Berisik lo Niel kek emak emak komplek depan aja anjir!"
"Bisa budeg kuping gue nanti." Lanjut Gema.
***
Kali ini Daniel terpaksa pulang bersama dengan Gema. Awalnya ia ingin memesan taksi online atau ojek online saja karena tidak ada angkutan umum yang lewat. Malang nasibnya tak ada taksi atau taksi online yang bisa ia tumpangi. Alhasil mau tak mau ia pulang bersama sahabat tak ada otaknya ini.
Mungkin lebih tepatnya Gema itu ia sebut bunglon. Benar, bunglon. Sering sekali Gema bergonta-ganti sifat. Kadang lebih dingin daripada es di kutub utara, namun bisa juga menghangat bagai dekapan bunda, hhhaa...
"Gila lo asli, untung jatung gw gak kebawa angin tadi di jalan."
"Kek setan tau gak lo bawa motornya peak...!" Omel Daniel.
"Lebay banget lo jadi cowok, baru di ajak ngebut gitu doang. Kalo gue ajak terbang meninggal kali lo ya?"
"Dasar emang temen peak lo gak ada otak!"
"Heh, sembarangan lo ya kalo ngomong dah kek tukang toge aja lo."
"Kalo gue gak ada otak lo gak akan gue kasih contekan kalau ulangan bego." Lanjut Gema.
Seketika Daniel diam. "Bener juga ya, gue kan selama ini dapet jawaban dari dia ya?" Batin Daniel.
"Nah diem kan lo?"
"Bukan gue tapi lo yang gak ada otak goblok!"
"Anjirr... lo mah gitu sama temen." Rengek Daniel seperti anak kecil.
Gema tak menghiraukan tingkah Daniel itu dan memilih untuk pulang saja, "Gue balik, hati hati lo di rumah sendiri tar dimakan kunti."
"Anjir bego lagi lo."
Gema melajukan motornya, pikirannya yang masih tertuju pada kejadian tadi siang. Entahlah, padahal dia tak ingin mengingat dan mengambil pusing kejadian tadi siang. Namun semakin ia ingin mengabaikan pikiran itu selalu saja menghantuinya.
Detik berganti menit, menit berganti jam, jam berganti hari dan petang berganti pagi.
Sama seperti sebelumnya, berjibaku dengan mata pelajaran apalagi dengan angka bin rumus yang selalu berhasil membuat siapa saja geram. Tapi tidak dengan pemuda satu ini.
Start bersama finis lebih dulu. Siapa lagi kalau bukan Gema. Cerdas dalam Fisika, kimia, matematika yang isinya angka dan rumus saja.
"Gema, bagi jawaban dong... please..." Panggil Daniel dengan suara yang sangat lirih.
Namun sayang, Gema yang dipanggil hanya berjalan lurus ke depan. "Sialan emang si Gema." Gerutu Daniel.
Jam istirahat pun tiba, Gema yang sedang asik menikmati bakso super pedasnya dikagetkan dengan kedatangan Daniel. "Gila Lo ngagetin terus kerjaannya." Seperti jailangkung, datang tak diundang pulang tak diantar tapi jika dilihat mukanya menyeramkan.
"Bagi dong baksonya," bagai terbakar api, mulut Daniel tak bersahabat sepertinya dengan kuah bakso milik Gema.
Ketika minum pun sensasi pedas kuah bakso itu tak kunjung mau hilang, "Anjir, ini kuah bakso atau lidah tetangga sih pedes banget, kambing."
"Sama kek mulut lo Niel, pedes tuh."
Bagai peribahasa sudah jatuh tertimpa tangga pula, sudah kepedesan dikatain pula. "Kampret taik emang lo ya, kagak ada akhlak emang."
"Lah, emang kan akhlak gue lo pinjem semua Niel. Lo lupa atau emang beneran pikun?"
Daniel berpikir sejenak, mengingat-ingat apakah pernah dia meminjam akhlak milik Gema. Padahal seingatnya ia punya cadangan akhlak di kulkas rumahnya.
"Lah, emang pernah ya? Emang kapan gue kapan minjem akhlak ke lo?" Tanya Daniel bodoh.
Gema dibuat tersedak dengan pertanyaan bodoh Daniel, mungkin saraf humornya terpotong sedikit sampai tidak bisa membedakan mana hal yang dibuat bercanda dan mana hal yang seharusnya dibuat serius.
Tapi tunggu, bukankah tadi Gema yang memulai obrolan gila ini. Hal tak penting atau bisa dikatakan bodoh. Atau jangan-jangan Gema yang... Tidak, tetap Daniel saja dan pasti memang Daniel yang sarafnya sedikit terpotong bukan Gema.
"Dah lah, setres lama lama gue ngomong sama lo."
"Ya bodo amat, gue gak minta lo ngomong sama gue ya."
"Kurangajar si Daniel, mulai ngelunjak dia sama gue." Batin Gema.
"Oke, fiks... Kita gak ngomong seminggu."
"Awas lo ngomong sama gue." Lanjut Gema.
Daniel yang mendengar penuturan Gema pun merasa tertantang dan jiwa lelakinya mulai berkobar. "Oke, deal ya?" Daniel mengulurkan tangannya untuk mendapatkan kesepakatan dengan Gema.
"Deal." Gema tersenyum miring.
Tidak ada angin tidak ada hujan, secara mendadak kelas Gema menjadi riuh ricuh. Seketika semua anggota kelas menjadi pendemo secara mendadak. Tak terkecuali Daniel yang hebohnya bukan main.
"Loh, gak bisa gitu dong pak gak, gak, gak! Kan ini jadwal mapel Bahasa Indonesia pak bukan Matematika." Protes Daniel.
Pak Tono hanya menggeleng
-gelengkan kepalanya, "Kuping kamu gak pernah di bersihkan atau bagaimana to? Ndak denger bapak tadi ngomong apa?" Tanya pak Tono dengan logat medoknya."Tadi kan bapak sudah bilang to Niel, bapak sama pak Amir tukeran jam. Jadi besok bapak ngajar di kelas 10 dan sekarang ngajar di kelas kalian ini." Lanjut pak Tono.
"Ya tukeran sih tukeran pak, tapi jangan ada ulangan harian dadakan kek gini pakk..."
"Loh, ya suka suka saya to Niel. Gurunya tuh saya atau kamu?"
"Ya bapak lah, kalau saya gurunya libur seminggu pak."
"Kalau kamu gurunya muridnya jadi kek kamu semua, dodolnya sampe ubun ubun."
"Sudah tugas ndak pernah di kerjakan maunya lulus paling depan, haduh haduh..."
Skak matt... Daniel dibuat kelincutan dengan perkataan pak Tono, "Ya kan kalau itu saya lagi hilaf pak maklumin lah." Tak lupa Daniel memasang muka yang memelas seperti pantat bayi. Serasa ingin nabok.
"Sudah-sudah, ndak ada bantahan dan ndak ada penolakan. Sekarang juga masukkan buku kalian ke dalam tas dan saya mau hanya ada pena di atas meja."
"Hari ini kita ulangan harian Matematika Wajib."
Pupus sudah harapan Daniel mendapatkan jam kosong untuk tidur.
Привет.....!
G&S
KAMU SEDANG MEMBACA
GEMA SENJA
Teen FictionAda rasa yang hanya jadi wacana. Ada pula cinta yang hanya jadi rencana. Ada rasa yang kalah dengan rupa. Ada pula insan yang hanya terpendam dalam aksara. Bukan takdir, kamu, atau aku. Namun semua tentang waktu. Lama dirasa yang membalas malah luka.