Waktu pun terus berlalu. Bahkan tak terasa kini sudah masuk jam istirahat kedua. Semua murid yang mulai lemas karena sudah lelah dengan pelajaran sedari pagi, ditambah dengan cuaca yang sangat panas hari ini. Begitu pun dengan perut yang sedari tadi sudah meronta minta untuk di isi.
Kruyukk
"Anjir, suara apaan tuh? Mirip suara alien pluto." Celetuk salah satu teman kelas Senja.
Senja pun hanya dapat tertunduk malu karena ulah perutnya sendiri yang dengan seenaknya berbunyi tanpa melihat situasi. "Sorry Dan, itu suara perut gue."
"Bwahaha... Sejak kapan perut lo ada speaker nya? Keras amat itu bunyi." Dani, teman kelas Senja pun tak dapat membendung gelak tawanya. Dan hal itu tak luput dari pandangan semua orang yang ada di kelas.
Sial. Senja berhasil di buat malu oleh suara perutnya sendiri. Sedangkan Vera yang sedari tadi duduk di sampingnya hanya tertawa tidak jelas. Memang dasarnya teman tidak ada akhlak akan tetap sama seperti itu. Masih untung belum ngelunjak.
"Sialan Lo!" Senja menyenggol lengan milik Vera dengan sikunya. "Malah ikut ketawa lagi."
Vera yang tidak tau menau tapi malah menjadi bahan sasaran melotot ke arah Senja. Ia punya harga diri dan tak terima dengan tuduhan yang tidak tidak tentangnya. Ah, dasar baperan si Vera ini. Sok dramatis pula dia.
"Kok gue njir? Salah adek apa Tante?" Ucapnya tak terima.
"Ish... Pokoknya semua ini gara gara Lo!" Vera melotot, tatapannya horor pada Senja.
Senja yang di tatap begitu tak menggubrisnya. Fokusnya masih pada harga dirinya yang serasa terinjak injak di sini.
Senja yang kepalang malu dan menjadi pusat perhatian di kelas akhirnya menarik tangan Vera dengan cepat, paksa, dan tanpa bantahan. Membawanya ke arah kantin untuk memuaskan hasrat lapar dari para cacing yang ada di perutnya. Kasihan jika mereka sampai kelaparan. Begitu pun dengan sang empunya yang akan menanggung malu lagi jika perutnya kembali bersuara seperti tadi.
"Aiss...! Ngapain sih pake acara tarik tarik segala?" Vera menghempaskan tangan Senja yang sedari tadi menyeretnya menuju kantin. Mendudukkan tubuhnya tepat di samping Senja. Kini mereka tak luput dari beberapa pasang netra yang menatapnya.
"Kek kambing aja gue jadinya," gadis itu masih tak mau berhenti mengomel. Mengomentari segala tindakan Senja padanya tadi. Bukankah memang keterlaluan si Senja. Jika begini bukankah namanya KDRT dalam rumah hantu. Eh, rumah tangga maksudnya.
"KDRT lo sama gue!"
"Bodo amat," kini Senja ikut mendudukkan tubuhnya pada kursi di hadapan Vera.
"Ngapain lo duduk di sini?"
Belum sempat bokong Senja bertemu dengan mulusnya permukaan kursi sebuah suara melengking dengan indah menghentikannya. Benar, itu suara Vera. Sukses membuat Senja mematung dalam posisi hendak duduk namun belum terlaksana.
"Gue mau kayang, bukan duduk. Masalah buat lo?" Kata Senja, masih dengan posisi yang sama.
Vera menggebrak meja yang ada di depannya. Tidak begitu keras, namun mampu membuat Senja kaget dan spontan langsung duduk.
"Gue gak perduli lo mau ngapain, mau duduk kek, salto kek, kayang, gue pokoknya gak perduli!" Tegas Vera.
"Intinya, karena lo udah nyeret-nyeret gue ke sini berarti lo harus tanggung jawab sama gue!" Lanjutnya.
Senja hanya mendengarkan sahabatnya yang terus saja mengomel tanpa niat berkomentar. Kepalanya dia tumpu menggunakan tangan. Tatapannya menoleh ke samping, memperhatikan Vera yang mengoceh siang riangnya.
"Terus?" Tanya Senja.
"Terus, lo sekarang sana pergi pesenin gue makanan lah bego!"
Vera mendorong tubuh Senja hingga hampir saja terjatuh ke lantai. "Gila lo Ver, gue pikir lo itu teman yang baik ternya-"
"Ternyata gue sahabat yang super baik." Potong Vera.
"Udah sana gak usah ngedrama buruan pesenin makanan, gue laper."
Akhirnya dengan langkah terpaksa Senja beranjak untuk memesan makan. "Yaudah lo mau gue pesenin apa?"
"Jangan banyak-banyak tapi, susah bawannya." Lanjutnya.
Vera terlihat sedang berpikir, sembari mengetuk ketukkan jarinya pada dagu. Selang satu menit, dua menit, bahkan hingga lima menit lamanya Vera masih diam berpikir. Vera masih belum juga mengutarakan hendak memesan apa.
Sementara Senja masih berdiri di samping sahabatnya itu. Masih menunggu dengan bersidekap dada menanti jawaban akan pesanan apa yang hendak Vera minta. Raut wajahnya kini sudah semakin tidak bersahabat. Ditambah lagi dengan Vera yang entah malah memikirkan apa.
"Sebenernya lo jadi pesan gak sih?" Akhirnya kini Senja membuka suara.
"Lo tuh ya, mau pesen makanan aja lamanya kek orang lagi ulangan fisika tau gak."
"Ck," Vera menatap Senja malas. "Oke, gue pesen bakso, siomay, sosis bakar, bakso bakar, minumnya... Es teh sama lemon tea."
Senja dibuat menganga mendengar penuturan Vera barusan. "Gila."
Mata Senja melotot ke arah Vera. Sedangkan yang di tatap tak menunjukkan ekspresi yang berbeda. Tetap santai-santai saja, padahal temannya kini sudah syok bukan main.
"Lo mau ngadain hajatan apa? Atau mau lo bungkus terus lo bawa pulang?" Ucap Senja. "Istighfar Ver, malu maluin aja lo."
"Udah-udah. Gak usah banyak omong sekarang pesenin gue pokoknya."
"Terus gue bawanya gimana Ver? Tangan gue kan cuma dua sedangkan pesenan lo banyaknya kek kutu di rambut lo." Ucap Senja melemah.
"Heh pinter!" Vera menonyor kepala Senja. "Lo ngambilnya bolak balik lah. Kalau enggak lo minta bantuin ibu kantin Sono!"
"Pelajaran doang pinter, ginian aja gak nyambung nyambung. Lola lo!" Lanjutnya.
"Gue Senja, Lola anak IPS 3. Jangan panggil aku Lola Tante." Ucap Senja sembari melenggang pergi memesan makanan.
Senja hanya menampakkan wajah kesalnya sekarang. Tidak ada senyum senyum ramah untuk menyapa. Hari ini memang hari yang sangat menyebalkan atau sangat membuatnya sial. Senja ingat sekarang, tadi sebelum bertemu dengan Gema Senja belum menemui masalah. Tapi setelah bertemu dengan gema kini dia selalu ditemui masalah. Memang dasar orang pembawa sial dia.
"Awas aja kalau ketemu lagi sama monyet ngeselin itu" Batin Senja.
Tangan Senja mengepal keras. Ia pukulan pada telapak tangannya sendiri untuk melampiaskan kekesalannya hari ini. Hingga tanpa dia sadari ia menabrak orang yang ada di depannya. Sebuah permukaan keras, nampaknya dada bidang seorang pria. Dan benar saja, sebuah tatapan elang tertangkap oleh netranya. Yang lebih mengejutkan lagi, pemilik tatapan itu adalah Gema. Orang yang sedari tadi Senja umpati.
Terlepas dari tatapan itu, mata Senja tertuju pada seragam sekolah yang pria itu kenakan. Semuanya sudah basah kuyup terkena tumpah jus yang pria itu bawa.
"KAMU!" Ucapan itu penuh penekanan. Senja pun di buat membeku di tempatnya. Nyalinya seketika menciut.
"Ma-maaf..."
KAMU SEDANG MEMBACA
GEMA SENJA
Teen FictionAda rasa yang hanya jadi wacana. Ada pula cinta yang hanya jadi rencana. Ada rasa yang kalah dengan rupa. Ada pula insan yang hanya terpendam dalam aksara. Bukan takdir, kamu, atau aku. Namun semua tentang waktu. Lama dirasa yang membalas malah luka.